Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Seandainya Ini Ramadhan Terakhir Kita

 

SEANDAINYA INI  RAMADHAN TERAKHIR KITA

Oleh: H. TARNO, S.Ag

Anggota Majelis Tabligh PDM Sukoharjo

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Tinggal beberapa langkah lagi kita sampai pada finish menjalankan ibadah bulan Ramadhan tahun ini, berbagai amalan telah kita lakukan, puasa, shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an, sedekah, infak dan masih banyak lagi amalan lain yang selama Ramadhan ini kita jalani.

 

Tidak ada harapan lain dari semua amal ibadah yang kita lakukan itu kecuali menharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengharap akan meningkat derajat ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Sebagaimana ayat yang selalu bergema setiap Ramadhan yaitu Surat Al-Baqarah ayat 183:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبلِكُم لَعَلَّكُم تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

 

Ayat ini menjadi ayat satu-satunya yang mewajibkan puasa Ramadhan. Dan ayat ini pula setiap muslim termotivasi untuk menjalankannya dengan kesungguhan karena berharap menjadi orang yang muttaqin. 

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Kematian pasti akan datang pada setiap yang bernyawa termasuk manusia, dan kita mengetahui bahwa kematian adalah gerbang menuju kehidupan yang sesungguhnya, hidup yang kekal abadi.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:

 

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran [3: 185)

 

Cita-cita tertinggi manusia ketika nanti meninggal pasti ingin meninggal dalam keadaan husnul khatimah, bebas dari fitnah dan siksa kubur, dan di akhirat ingin masuk surga dan bahkan mengharap surga firdaus.

 

Sedangkan ketika kita akan melakukan perjalanan yang sangat panjang untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita harus memiliki bekal yang cukup. Adapun bekal yang harus kita bawa bukan harta benda, bukan jabatan bukan anak dan istri melainkan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Di dalam Surat Al-Baqarah ayat 197 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلأَلبَٰبِ

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Mengandai-andai itu tidak diperbolehkan dalam agama, kalau sesuatu itu sudah terjadi dan tujuannya untuk meratapi atau menyesali suatu kejadian, misalnya orang lewat di suatu jalan yang  tidak biasa dia lewati, dan qadarullah terjadi kecelakaan, kemudian dia mengatakan: “andaikata saya tadi tidak melewati jalan ini pasti tidak akan terjadi kecelakaan”.   Mengandai seperti ini hukumnya haram, karena berarti dia tidak mengakui takdirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia meratapi dan menyesali sebuah kejadian yang telah terjadi, yang tentu tidak ada gunanya.

 

Tetapi kalau kita mengandai tentang sesuatu yang belum terjadi dan dengan tujuan yang baik, maka itulah yang diperbolehkan dalam agama. Misalnya orang mengatakan: “seandainya saya diberi harta yang banyak saya akan rajin bersedekah, saya akan pergi haji atau umrah”, atau niat-niat baik yang lain, itu adalah mengandai yang diperbolehkan.

 

Termasuk pada saat Ramadhan kita kita mengandai: “seandainya Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan terakhir ku…” Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan dalam hati:

ü  Sudah cukupkah bekalku menghadap Allah?

ü  Apa yang harus saya lakukan?

ü  Dan pertanyaan-pertanyaan lain di dalam hati kita.

 

Itu adalah pengandaian yang diperbolehkan dan sangat bermanfaat, karena untuk menyiapkan kematian yang kita rasakan akan segera datang.

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Kenapa Bulan Ramadhan? Karena Bulan Ramadhan adalah bulan yang berbeda dengan bulan-bulan lain, dia adalah bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh rahmat, bulan yang penuh ampunan, bulan yang dibukakan pintu kebaikan seluas-luasnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, bulan yang dilipatgandakan pahala amal kebaikan, sehingga akan sangat rugi ketika kita kehilangan bulan Ramadhan.

 

Ketika kita sudah merasa atau mengandai bahwa Ramadhan kita tahun ini adalah Ramadhan yang terakhir maka kita akan berusaha memaksimalkan  amalan bulan Ramadhan ini  dalam arti kwantitas dan kwalitas amal, yang tentu akan sangat banyak kebaikan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Misalnya Kita akan menjaga amalan wajib kita baik berupa shalat fardhu maupun puasa Ramadhan itu sendiri, setelah yang fardhu kita jaga kemudian kita perbanyak dengan amalan-amalan sunnah yang berupa sedekah, infaq, i’tikaf, tadarus Al-Qur’an, shalat tahajjud, shalat dhuha, bahkan shalat syuruq yang pahalanya seperti pahala haji dan umrah, semua kita kerjakan demi mendapatkan pahala kebaikan yang sebanyak-banyaknya.

 

Tentang mengingat mati agar lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

 

إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا وَاجْمَعْ الْإِيَاسَ مِمَّا فِي يَدَيْ النَّاسِ

“Jika kamu hendak melaksanakan shalat, shalatlah seperti shalat terakhir, jangan mengatakan sesuatu yang membuatmu minta maaf di kemudian hari dan kumpulkan keputus-asaan terhadap apa yang ada pada manusia”. (HR. Ahmad)

 

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…

Dari uraian di atas dalam rangka kita menyiapkan diri seandainya kita harus menghadap Allah sebelum dan tidak bertemu lagi dengan ramadhan tahun depan maka yang kita lakukan adalah:

1.      Memaksimalkan amalan Ramadhan ini dengan berbagai amal shalih;

2.      Menjaga akidah / keimanan kita sebagai fondasi diterimanya amal ibadah kita;

3.      Menjaga dan merawat kebiasaan-kebiasaan baik dan bahkan ketaqwaan yang telah kita raih selama Ramadhan di sepanjang hidup kita.

4.      Senantiasa berdo’a kepada Allah untuk dipertemukan dengan bulan Ramadhan yang akan datang.

5.      Senantiasa berdo’a agar Allah berikan kesempatan bertaubat sebelum ajal, berdo’a agar diberikan husnul khatimah, dan berdo’a agar kelak dibebaskan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.

 

Sebagai penutup kami kutipkan pesan mendalam dari Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah,

 

كَيْفَ لاَ تَجْرِى لِلْمُؤْمِنِ عَلَى فِرَاقِهِ دُمُوْع وَ هُوَ لاَ يَدْرِي هَلْ بَقِيَ لَهُ فِي عُمْرِهِ إِلَيْهِ رُجُوْع

“Bagaimana mungkin air mata seorang mukmin tidak berlinang kala berpisah dengan bulan Ramadhan. Sementara dia tidak mengetahui tersisa dari umurnya untuk kembali bertemu dengannya.”

 

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga kita, menerima amal Ramadhan tahun ini, mempertemukan dengan Ramadhan yang akan datang, serta menyelamatkan hidup kita di dunia dan akhirat. Aamiin yaa Rabbal ‘aalaimiin...

Pentingnya Istiqamah dalam Beribadah

 

Pentingnya Istiqamah dalam Beribadah

Oleh: Suwarno
Ketua Majelis Tabligh PCM Bulu

 

Ramadhan telah mengubah hidup kita. Banyak kaum muslimin yang tadinya jarang menyentuh Al-Qur’an, di bulan Ramadhan ini jadi rajin membacanya. Banyak kaum muslimin yang tadinya jarang shalat jama’ah, di bulan Ramadhan ini jadi rajin mengerjakannya. Banyak kaum muslimin yang tadinya sulit qiyamul lail, di bulan Ramadhan ini setiap malam menunaikannya. Ibadah-ibadah ini perlu kita jaga, agar tidak berhenti setelah Ramadhan pergi. Ketika kita menetapi iman dan menjaga ibadah terus berkelanjutan, inilah yang disebut istiqamah. Khususnya istiqamah dalam ibadah.

 

Mengapa kita harus Istiqamah dalam Beribadah

 

1.       Istiqamah adalah Perintah  Allah Subhanahu wa Ta’ala

Suatu hari ketika masih di Makkah, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beruban. Rambut beliau memutih. “Mengapa rambutmu memutih ya Rasulullah?” sebagian sahabat bertanya. “Rambutku beruban karena surat Hud dan kawan-kawannya,” jawab Sang Nabi. Surat Hud membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beruban. Terutama ketika turun ayat:

 

 بَصِيرٌ تَعْمَلُونَ بِمَا إِنَّهُ  تَطْغَوْا  وَلَا مَعَكَ تَابَ وَمَنْ أُمِرْتَ كَمَا فَاسْتَقِمْ

“Maka istiqamahlah (tetaplah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud [12]: 112)

 

Saat menjelaskan ayat ini dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Qutb menyebutkan tentang rambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba-tiba beruban. Karena begitu beratnya istiqamah. “Istiqamah ialah berlaku lurus dan menempuh jalan dengan tidak menyimpang,” tulisnya.

 

“Istiqamah adalah tegak lurus,” terang Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar. “Yaitu teguh pendirian, tidak menyeleweng ke kiri dan ke kanan. Juga tak pernah mundur.”

 

Betapa beratnya istiqamah. Meskipun tahu akhirat adalah kehidupan abadi dan masa depan hakiki, kita kerap tertipu dengan dunia. Kita sering kecanduan dengan kesenangan duniawi. Saat akan istiqamah, datang godaan berbagai game dan aplikasi. Banyak waktu terbuang untuk memainkannya lalu terkalahkanlah ibadah. Tak lagi sempat tilawah sebagaimana Ramadhan. Tak sempat lagi tadabbur dan memperbanyak syukur.

 

Ada godaan lain yang lebih berbahaya dan menjauhkan dari istiqamah. Kecanduan mencari uang dan jabatan hingga menghalalkan segala cara. Ada yang korupsi puluhan milyar atau menjual diri seharga puluhan juta. Sungguh benar ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati kehidupan dunia sebagai mataa’ul ghuruur, kesenangan yang menipu. Menipu kita dari ketaatan. Menipu kita dari ketaqwaan. Menipu kita dari istiqamah.

 

Menyadari bahwa dunia adalah kesenangan menipu, membuat kita waspada. Ketika muncul godaan-godaan, kita sadar itu adalah tipuan yang bisa menjauhkan kita dari istiqamah. Maka kita pun segera kembali. Kembali menguatkan ketaatan dan ibadah. Kembali meniti jalan istiqamah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an: “dan sembahlah Rabb mu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian).” (Q.S Al-Hijr [15]: 99)

 

2.      Berat tetapi selalu didoakan para Malaikat

Istiqamah itu berat tetapi membahagiakan. Mengapa? Karena orang yang istiqamah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengutus para malaikat untuk menghibur dan mendoakan dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menganugerahinya ketenangan, keberanian dan optimis dalam kehidupan.

 

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu" (QS. Fushilat [41]: 30)

 

Ibnu Katsir rahimahullah dan banyak mufassir lainnya menjelaskan bahwa turunnya malaikat dengan menyampaikan pesan meneguhkan itu terjadi saat sakaratul maut. Namun, ada juga yang menafsirkan bahwa keberanian, ketenangan dan optimis itu akan diperoleh orang-orang yang istiqamah sejak di dunia.

 

Maka kita lihat Bilal bin Rabah yang tadinya penakut berubah menjadi pemberani. Kita lihat Mush’ab bin Umair yang penuh ketenangan. Kita melihat para shahabat yang optimis memandang masa depan.

 

3.      Amal yang Paling Dicintai Allah

Istiqamah dalam ibadah, meskipun kuantitasnya sedikit tetapi berkelanjutan, ia merupakan amal yang paling dicintai Allah.

أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ 

“Amal yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amal yang berkelanjutan walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim)

 

4.      Berat Karena Berhadiah Surga

Istiqamah itu berat karena berhadiah surga. Kalau ringan, hadiahnya mungkin kipas angin atau seterika.

 

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ أُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلْجَنَّةِ خَٰلِدِينَ فِيهَا جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al Ahqaf [46]: 13-14)

 

Menjaga iman di masa seperti sekarang, memang berat. Istiqamah di zaman yang banyak fitnah seperti ini tidak mudah. Namun, di situlah tantangannya. Beratnya istiqamah akan mengantarkan ke dalam surga. Abadi dalam kebahagiaan selama-lamanya.

 

Kiat Agar Istiqamah dalam Ibadah

 

1.      Berkawan dengan Orang yang Istiqamah

Dalam beristiqamah kita memerlukan kawan yang terus mengingatkan kita mengenai amal-amal shalih atau bisa kita jadikan teladan dalam beramal. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah [9]: 119)

 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.

 

2.      Membaca Kisah Ahli Istiqamah

Di antara orang yang bisa memotivasi kita untuk senantiasa beramal dengan istiqamah adalah dengan membaca kisah orang-orang yang shalih dan meneladani sikap mereka dalam mengamalkan agama. Ini juga menjadi alasan mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala banyak memberikan kisah-kisah orang shalih para nabi di dalam Al-Qur’an. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud [11]: 120)

 

3.      Memperbanyak Membaca Al-Quran

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwasannya salah satu alasan kitab suci umat islam ini diturunkan ialah untuk meneguhkan keimanan orang-orang yang sudah beriman serta menjadi petunjuk bagi mereka. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. An Nahl [16]: 102)

 

Biasanya orang-orang yang tidak istiqamah dalam agama ini adalah mereka yang kurang interaksi dengan Al-Qur’an dan malah sering berinteraksi dengan orang kafir ataupun orang-orang liberal, sekuler dan sejenisnya.

 

4.      Mulai dari Amal-Amal Sederhana

Untuk menjadi pribadi agar tetap istiqamah, langkah yang kita perlu lakukan yaitu membiasakan diri dengan amalan-amalan sederhana seperti bersedekah, membantu kawan, shalat dhuha dan lain sebagainya. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwasannya amalan yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah amal-amal yang terus istiqamah walaupun sedikit.

 

5.      Perbanyak Do’a Memohon Pertolongan Allah

Salah satu sifat khas yang dimiliki orang beriman yaitu selalu memohon dan berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diberi ketetapan hati dalam kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo’a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman dalam menghadapi ujian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran [3]: 146-148)

 

Itulah penjelasan mengenai pentingnya  istiqamah dan keutamaan serta kiat-kiat agar kita tetap istiqamah. Sekian kultum kali ini, semoga bermanfaat dan menambah wawasan serta menjadi sumber inspirasi bagi kita semua. Amiin

 

Sebelum Ramadhan berakhir, kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjaga semangat ibadah kita. Kita bermujahadah agar meskipun Ramadhan berlalu, kita tetap shalat berjamaah lima waktu. Meskipun susah, kita upayakan setiap hari tilawah. Meskipun berat, kita berusaha tiap malam shalat tahajud minimal dua rakaat. Wallahul Musta’an

Malas No More, Shalat Forever

 

Malas No More, Shalat Forever

Oleh: Shafni Ulwan Tansiqi, S.Ag

 

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ، لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Pertama, mari kita panjatkan segala puja-puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan yang mencipatakan langit dan bumi, alam semesta berserta isinya.Rasa syukur patut kita haturkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat iman, Islam, kesehatan dan kesempatan serta  inayah-Nya sampai detik ini kita masih mengagungkan nama-Nya.

 

Kedua, shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan besar, Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Berkat dakwah dan perjuangan beliau membawa umat manusia dari kebodohan menuju agama Islam rahmatan lil ‘alamiin.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjid  Al-Haram ke Masjid Al-aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra’: 1)

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Syariat shalat tidak bisa dilepaskan dengan peristiwa Isra’Mi’raj. Isra’ merupakan perjalanan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dari Masjid Al-Haram (Makkah) menuju Masjid Al-Aqsa (Yerusalem).  Sedangkan Mi’raj adalah proses kenaikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dari Masjid Al-Aqsa atau bait Al-Maqdis menembus langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha. Perjalanan ini menjadi fenomenal sebab hanya ditempuh dalam waktu semalam, bersama Jibril ‘alaihis salam sebagai tour guide-nya.

 

Peristiwa Isra’ Mi’raj ini menjadi sebuah ‘healing’ bagi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dari kesedihan (Amul huzn) atas meninggalnya sang istri–Khadijah dan pamannya–Abu Thalib. Dalam kitab Qishatu Al-Mi’raj karya Syekh Najmuddin Al-Ghaithi dijelaskan secara rinci perjalanan yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari dibersihkannya dada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dengan ‘zam-zam’ oleh Jibril dan Mikail, didatangkan buraq dan dimulailah perjalanan (Isra’) sampai di Masjid Al-Aqsa. Di sinilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat dua rakaat, memimpin jamaah ruh para nabi.

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Selesai shalat bersama ruh para nabi, dimulailah Mi’raj Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam naik ke sama’ Al-Dunya (Langit pertama) di sana bertemu dengan Adam. Dan di langit-langit selanjutnya bertemu dengan nabi-nabi sampai di langit keenam bertemu dengan Musa. Dan di langit terakhir Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam disambut oleh bapaknya para Nabi (Abu Al-Anbiya’) yakni Ibrahim ‘alaihis salam yang sedang menyandarkan punggungnya di baitul makmur. (Qishotu Al-Mi’raj 13-19)

 

Jamaah sekalian, perlu kita ketahui dalam kitab Qishotu Al-Mi’raj diceritakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam diperlihatkan berbagai macam kejadian, balasan bagi orang yang baik semasa hidupnya ataupun sebaliknya. Perjalanan ‘singkat’ ini banyak memberi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pelajaran dan hikmah. Dan yang menjadi puncak dari Isra’-Mi’raj yakni ‘oleh-oleh’ dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam di Sidratul Muntaha berupa syariat shalat. MasyaAllah.

 

Shalat secara makna itu adalah dzikir atau do’a, secara istilah perkataan dan gerakan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. (Al-Shalatu min Al-Fiqh ‘alaAl-Madzhab Al-Arba’ah). Menilik berbagai kitab-kitab terkait Isra Mi’raj di antara pembahasanya juga selalu membahas perihal syariat shalat. Sebab Isra Mi’raj dan syariat shalat bagaikan dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Jika kita lihat proses syariat shalat cukup menarik. Yakni bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam turun-naik langit untuk meminta ‘dispensasi’ atau keringanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas saran dari nabi Musa. Pertama-tama, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi syariat shalat 50 kali dalam sehari semalam. Lalu turunlah Rasulullah dan Sidratul Muntaha bertemulah dengan Musa di langit keenam. Mengetahui syariat shalat 50 kali, Musa pun menyarankan Rasulullah kembali dan meminta keringanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Dalam kitab karangan Najmuddin Al-Ghaithi diterangkan bahkan nabi pun merasa malu ketika harus meminta keringanan lagi setelah yang paling terakhir yaitu 5 rakaat sehari. Dari 50 harakat menjadi 5 harakat merupakan rahmat dan keringanan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. MasyaAllah.

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Jika kita perhatikan, sungguh shalat merupakan syairat yang cukup istimewa bagi umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Kita lihat dalam surat Al-Ankabut 45 Allah berfirman–Wa lazikrullah akbar yang artinya bahwa mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya) dari yang lain. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang langsung memberikan syariat shalat kepada kekasih-Nya, Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Sidratul Muntaha–tempat istimewa–menjadi saksi.

 

Maka penting untuk kita sebagai kaum muslim–mukmin memperhatikan shalat terkhusus shalat 5 waktu. Males No More, Shalat Forever. Akan menjadi lebih baik jika shalat sunah juga senantiasa diistiqamahkan. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa shalat menjadi tiang dari agama Islam:

 

اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدِّيْنُ وَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنَ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ تَرَكَ الدِّيْنَ

"Shalat adalah tiang agama. Barang siapa menegakkan shalat, maka berarti telah menegakkan agama. Dan barang siapa meninggalkan shalat, maka ia telah merobohkan agamanya”.

 

Hadist di atas menujukkan betapa penting dan pokoknya ibadah shalat, hingga diumpamakan sebagai tiangnya agama. Artinya tegaknya Islam berbanding lurus dengan tegaknya shalat, dan begitu sebaliknya. Yakni robohnya Islam disebabkan tidak lain karena lalainya umat dalam mengerjakan shalat. Seperti halnya sebuah bangunan rumah, yang menjadi asas utama tegakan tidaknya adalah tiang yang menyangga.

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Ada ilustrasi menarik, disajikan oleh seorang pengguna (user) media sosial tentang bagaimana shalat itu menjadi bagian yang sangat vital dalam Islam. Seorang memperlihatkan dirinya sedang menggenggam sebuah botol yang diumpamakan sebagai agama Islam. Saat botol itu digenggam kelima jarinya (Rukun Islam), maka botol tetap aman dalam genggamannya. Dan saat jari jemari satu per satu dilepaskan, dari kelingking (haji), manis (puasa), tengah (zakat), terlihat masih aman. Akan tetapi saat jari telunjuk (shalat) juga dilepaskan maka yang terjadi botol itu terjatuh.

 

Bagi seorang muslim shalat menjadi rukun yang harus dikerjakan setelah syahadat. Artinya di antara kelima rukun Islam, shalat menjadi hal paling mendasar yang harus dijaga dan ditegakkan oleh umat Islam. Pasalnya shalat merupakan simbol penghambaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan di saat yang sama menjadi sebuah media kita berkomunikasi dengan-Nya. Kita ingat, bahwa tujuan pokok diciptakannya manusia yaitu untuk ‘menghamba’ pada-Nya. (Al-Dzariyat 56)

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Tentang pentingnya ibadah shalat, Rasulullah bersabda dalam hadistnya bahwa amalan pertama yang akan dihisab di hari akhir yaitu shalat.

 

أَوَّلُ مَا يُـحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ ، وَإِننْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ

“Yang paling pertama dihisab pada seorang hamba di hari kiamat adalah sholat . Jika (shalat nya) baik, maka baiklah seluruh amalnya, sedangkan jika (sholat nya) buruk, maka buruklah seluruh amalnya”

 

Dalam hadist lain, diriyawatkan oleh Abu Hurairah Rasulullah bersabda:

 

 

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ

“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu”. (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2: 425, Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386)

 

Berbicara tentang shalat dalam konteks kekinian menjadi sebuah hal yang urgen–keharusan–bagi umat Islam. Wa bil khusus, para orang tua yang memiliki tanggung jawab untuk senantiasa membiasakan dan memberi ‘paham’ anak-anaknya bahwa shalat itu kewajiban dan kebutuhan setiap hamba. Nabi berkata dalam salah satu hadistnya yang artinya;

 

Nabi Muhammad bersabda, perintahkanlah anak untuk melaksanakan shalat saat menginjak usia tujuh tahun, dan hukumlah jika mereka meninggalkan shalat saat memasuki usia sepuluh tahun.

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Saat ini kemajuan teknologi sangat berdampak pada ‘tindak-tanduk’ bahkan karakter anak dan juga orang dewasa. Dengan adanya berbagai macam media sosial–youtube, instagram, facebook, twitter hingga yang paling mutakhir dan paling digandrungi khususnya di kalangan anak muda yaitu tiktok–aplikasi video. Kita harus memahami bahwa dunia ini telah berubah secara drastis. Segala sesuatu terpusat dalam genggaman tangan berupa gadget–android hingga iphone. Saat ini tidak ada jarak–tidak berlaku, saat ini semua jadi dekat, semuanya tersedia di handphone android kita. Manusia super sibuk dengan ‘dunianya’.

 

Pertanyaannya, di dunia yang serba ‘menyibukkan’  ini, apa makna shalat bagi manusia? Terkhusus bagi generasi muda, sepenting apakah shalat baginhya? Apa arti shalat dibanding bermain game dari pagi ke pagi, berdiam di warung kopi setiap hari. Shalat seolah tidak memiliki makna dan dampak bagi kehidupannya, manusia jauh dari ajaran agamanya. Itulah yang terjadi hari ini.

 

Kita bersama melihat banyak sekali fenomena yang menunjukkan bahwa umat Islam tergilas dengan kemajuan zaman. Kesadaran akan pentingnya nilai-nilai ibadah–shalat, puasa, zakat, dzikir, mebaca Al-Qur’an–mengalami kepunahan bahkan hilang. Kita diatur oleh berbagai macam hiburan, dan tontonan di layar android kita. Sudakah kita menyadari hal itu?

 

Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Akankah kita hanya datang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saat membutuhkan saja? Dan lupa akan kewajiban yang harus kita tunaikan, yakni menyembah kepada-Nya. Kita sebagai manusia seringkali disibukkan oleh urusan dunia. Kita berpikir keras memikirkan cara hidup yang baik, tapi lupa untuk mempersiapkan cara mati yang baik. Shalat merupakan amalan pertama dan utama, untuk itu kita harus selalu mendorong diri kita semangat menunaikannya. Males No More, Shalat Forever. Wallahu a’lam bishawab.