Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Kokam dan Toleransi yang Dirindukan

 
Muhammad Nasri Dini

Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo

Toleran dalam KBBI diartikan dengan bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Wikipedia menyebutkan, toleransi adalah membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang tidak sependapat dengan kita, tanpa kita ganggu ataupun intimidasi. Istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi beragama, di mana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang berbeda.

Pada kisah para tokoh terdahulu, kita akan menjumpai sejuta hikmah yang dapat kita petik untuk generasi saat ini. Salah satu kisah yang patut kita teladani sebagai umat Islam adalah kisah tentang menjaga ukhuwah dan bertoleransi sesama umat Islam yang dicontohkan oleh para tokoh umat. Kisah yang terjadi antara tokoh Nahdlatul Ulama KH. Idham Khalid dan tokoh Muhammadiyah Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang akrab disapa Buya Hamka adalah salah satunya.

Dikisahkan bahwa kedua tokoh tersebut sedang sama-sama melakukan perjalanan ke Tanah Suci di kapal yang sama. Dalam perjalanan itu terjadi kisah toleransi yang sederhana, tapi sangat dalam jika dirasa. Yaitu pada waktu menunaikan shalat subuh, di mana saat KH. Idham Khalid yang menjadi imam, beliau justru tidak membaca doa qunut sebagaimana kebiasaan beliau sebagai warga NU. Hal yang sebaliknya juga terjadi saat Buya Hamka yang bertindak sebagai imam, beliau malah membaca doa qunut di luar kebiasaan beliau sebagai warga Muhammadiyah.

Apa yang dilakukan oleh KH. Idham Khalid tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka menghormati Buya Hamka dan warga Muhammadiyah lain yang sedang bermakmum dengan beliau. Begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh Buya Hamka, hal itu juga dalam rangka menghormati KH. Idham Khalid dan warga NU yang menjadi makmum beliau. Sungguh bijaksana apa yang beliau berdua lakukan saat itu.

Kisah tersebut sudah sering diceritakan untuk memberikan contoh tentang bagaimana menjaga ukhuwah dan bertoleransi sesama umat Islam. Sayangnya, dalam aplikasinya di tengah-tengah umat, sejak dulu hingga saat ini masih terasa adanya jurang pemisah antara mazhab satu dengan yang lain. Masih kental perbedaan ormas Islam satu dengan yang lain. Masih ditonjolkan khilafiyah antara elemen umat yang satu dengan yang lain. Disembunyikannya persamaan antara kelompok umat yang satu dengan yang lain. Sehingga perbedaan yang sebenarnya hanya sedikit saja akhirnya menenggelamkan persamaan-persamaan yang teramat sangat banyak yang dimiliki umat Islam ini.


Fenomena akhir-akhir ini misalnya. Ada banyak tokoh umat yang ditolak untuk berceramah, ada pengajian yang dibubarkan oleh segelintir oknum di suatu tempat karena alasan berbedaan pandangan. Sebut saja Felix Y Siauw di Sragen dan beberapa tempat lain, Ustadz Bachtiar Nasir di Cirebon, Ustadz Tengku Zulkarnain, Ustadz Khalid Basalamah, Ustadz Abdul Somad di Jepara, Malang dan beberapa tempat lain, Gus Nur, Ustadzah Neno Warisman dan beberapa asatidz lainnya. Para ustadz tersebut ditolak oleh oknum ormas Islam karena dianggap garis keras, radikal, pengusung khilafah, anti aswaja, wahabi, anti Pancasila dan sebutan-sebutan negatif lainnya.


Selain tokoh, ada juga tindakan penolakan yang ditujukan kepada masjid. Misalkan penolakan pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal di Bogor dan pembakaran Masjid Taqwa Muhammadiyah yang masih dalam proses pembangunan di Aceh. Termasuk juga penolakan terhadap acara daurah, misalkan daurah tahfizh yang diselenggarakan Perhimpunan Pesantren Muhammadiyah (ITMAM) di Karimunjawa Jepara.

Semua penolakan tersebut bermuara pada satu hal, tidak adanya toleransi. Miskinnya ukhuwah. Dan (maaf) merasa paling benar sendiri. Padahal hingga saat ini jargon persatuan umat masih terus diteriakkan. Sayangnya, para pelaku penolakan terhadap aktivitas umat tersebut kebanyakan justru dari kalangan yang mengaku paling menjunjung tinggi persatuan, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Dari elemen umat yang konon selalu berkampanye agar tidak merasa paling benar sendiri. Dari unsur kaum muslimin yang selalu berteriak agar tidak mengkapling surga untuk kalangan sendiri.


Faktanya, justru mereka yang tidak bisa bertoleransi sesama umat. Justru mereka yang seringkali tidak bisa atau tidak mau bersatu dengan elemen umat yang lain. Justru mereka yang seringkali merasa paling benar sendiri yang menganggap orang lain salah. Dan ternyata, justru merekalah yang sebenarnya sedang mengkapling surga untuk kalangan mereka sendiri. Seakan mereka adalah orang-orang yang paling berhak dan paling benar dalam menafsirkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Padahal mereka itu, sangat terlihat mesra jika berhadapan dengan orang yang berlainan agama. Dengan penista agama yang saat ini dipenjara, mereka juga berhubungan baik. Pernah salah satu tokoh mereka berkunjung dan menjadi pembicara di acara Zionis Israel dan berfoto mesra. Di setiap tahun bahkan mereka sangat sering terlihat menjadi pasukan pengaman tempat ibadah orang yang beragama lain. Kalau dengan nonmuslim saja mereka bisa mencari sejuta alasan agar bisa mesra, mengapa mereka tidak mencari alasan yang lebih agar bisa mesra juga dengan kalangan umat Islam yang lain?!


Karena sejatinya, secara umum umat Islam di Indonesia ini mempunyai prinsip aqidah yang sama dan tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam. Semua kaum muslimin di negeri ini masih dalam keluarga besar ahlus sunnah wal jama’ah. Kalaupun ada perbedaan pendapat, maka yang ada adalah perbedaan dalam masalah furu’ (cabang). Seperti dalam masalah metode dakwah, variasi amalan ibadah dan hal-hal lain yang sebenarnya justru akan membuat umat ini saling menopang dan menguatkan dalam dakwah. Menjadi sarana berlomba-lomba dalam kebaikan.

Kita patut bersyukur, Muhammadiyah termasuk salah satu elemen umat yang selalu berusaha untuk menyatukan umat. Atas arahan Panglima Tinggi Dahnil Anzar Simanjuntak, KOKAM Pemuda Muhammadiyah di berbagai tingkat, mulai dari ranting, cabang, daerah, wilayah bahkan pusat telah berkontribusi dalam mengamankan kegiatan umat Islam. Tidak hanya kegiatan Muhammadiyah, tetapi juga agenda-agenda yang diselenggarakan oleh umat Islam dari kalangan lain. Sebut saja misalnya Kokam telah turut serta menyukseskan beberapa Aksi Bela Islam di Jakarta. Hingga pada ‘musim penolakan’ para tokoh, Kokam juga masih berada di garda depan. Saat ada yang menolak Felix Y Siauw di Sragen beberapa waktu lalu, Kokam Sukoharjo membersamai elemen umat di Solo dan sekitarnya mengawal dan mengamankannya. Kokam Gunungkidul rutin mengamankan kajian Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc (Salafi). Beberapa kajian ustadz Salafi seperti Ustadz Abu Yahya Badrussalam, Lc dan Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, M.A juga pernah diamankan oleh Kokam. Kokam juga pernah mengamankan pengajian Ustadz Umar Mitha, Lc, bahkan Kokam masuk dalam bagian keamanan pada kepanitiaan kajian Umar Mitha bersama Muhammadiyah Ranting Sayangan Sukoharjo. Di tempat yang lain, Kokam Ranting Wonorejo Sukoharjo bahkan pernah mengadakan pengajian bersama Gus Nur (tokoh NU). Kajian Tokoh NU yang lain, Habib Ahmad bin Zein Al Kaff (PWNU Jawa Timur) juga tidak lepas dari pengamanan Kokam. Kokam berada di ring 2 dalam pengamanan pengajian tokoh NU asal Riau Ustadz Abdul Somad, Lc, M.A di Semarang yang ditolak oleh beberapa ormas tertentu. Di Papua Barat, Kokam dan PWM Papua Barat juga mengawal safari dakwah Ustadz Abdul Somad di sana.


Semua itu dilakukan dalam rangka menjaga ukhuwah dan toleransi sesama umat Islam. Memang ada beberapa perbedaan pandangan keagamaan antara Muhammadiyah dan beberapa tokoh yang disebutkan di atas, tapi tidak menjadikan warga Muhammadiyah membenci dan anti kepada mereka. Karena pada dasarnya mereka juga muslim, ahlus sunnah wal jamaah. Yang beda biarkan saja berbeda tanpa memaksa agar menjadi sama, tetapi bukankah banyak persamaan yang harus terus dirawat dan ditumbuhsuburkan?

Kalau kepada tokoh-tokoh non-Muhammadiyah saja bisa bertoleransi, maka warga Muhammadiyah juga dituntut untuk bisa bertoleransi dengan sesama warga Muhammadiyah lain yang mungkin terlihat berbeda pandangan. Kami (penulis) di Cabang Blimbing Sukoharjo biasa menyaksikan ada warga atau pimpinan Muhammadiyah yang berjenggot, bercelana cingkrang, pengurus Aisyiyah yang berjilbab lebar, bahkan ada Ketua Nasyiatul Aisyiyah yang bercadar. Hal ini terlihat biasa saja di tempat kami. Tetapi di tempat lain mungkin akan dianggap berbeda. Seperti halnya diceritakan salah satu rekan kami yang bertugas dakwah di tempat lain yang sebenarnya juga berada di komunitas Muhammadiyah, tetapi dirinya merasa dipandang sinis hanya karena berjenggot lebat dan bercelana cingkrang. Hal ini tentu tidak sepantasnya terjadi.

Yang berjenggot panjang tidak selayaknya memandang rendah yang berjenggot tipis atau bahkan tidak berjenggot. Yang tidak berjenggot pun juga tidak sepantasnya memandang sebelah mata kepada yang berjenggot lebat. Kita juga tidak perlu saling memelototi ujung celana hanya untuk memastikan cingkrang tidaknya celana saudara kita, apalagi sesama warga Muhammadiyah.

Toleransi, ukhuwah Islamiyah, saling mengerti dan memahami harus kita junjung tinggi jika dalam hal-hal yang masih terdapat perbedaan juga di kalangan ulama. Pada hal-hal yang furu’, kita tidak perlu saling berkeras hati dan merasa paling benar sendiri. Karena seberapapun benar kita, masih ada kemungkinan ternyata orang lain yang benar, atau bahkan justru keduanya sama-sama benar. Namun jika perbedaan itu terjadi pada masalah prinsip dalam aqidah, maka ketegasan harus kita pegang dengan erat tanpa ragu. Wallahu a’lam

*) Tulisan ini pernah dimuat pada Majalah Tabligh edisi No. 12/XV - Rabiul Akhir 1440 H / Desember 2018 M

Santri SMP Imam Syuhodo Ikuti Baitul Arqam dan Studi Profesi


Karanganyar - Seluruh santri kelas 7 SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo mengikuti kegiatan Baitul Arqam di Wisma Al Irsyad Tawangmangu Karanganyar, Senin-Selasa (26-27/11/2018). Kegiatan ini merupakan agenda rutin yang akan digelar setiap semester sekali.

Acara ini dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan sekaligus melatih kepemimpinan, kedisiplinan dan kemandirian santri dengan kegiatan di luar sekolah. Selain itu acara ini juga bisa menjadi ajang pengakraban antar para santri maupun antara santri dengan asatidzah.

Baitul Arqam ini dibagi menjadi beberapa sesi, di antaranya Ke-IPM-an oleh Sekretaris PC IPM Blimbing Isnaini Shofiana, shalat tahajud berjamaah bersama Ustadz Andika Rahmawan, kultum akbar bersama Ustadz Muh. Fatkhul Hajri, S.Pd, dilanjutkan olahraga pagi bersama Ustadz Isnanto Muharram, S.Pd.



Hari kedua setelah Baitul Arqam selesai, kegiatan dilanjutkan dengan studi profesi di salah satu perkebunan jambu di kawasan Ngargoyoso Karanganyar. Di kebun jambu ini para santri diberikan pengatahuan tentang tata cara budidaya jambu biji. Oleh pemandu, para santri ditunjukkan sekaligus mempraktikkan sendiri cara menanam dan mencangkok pohon jambu.



Para santri sangat antusias dalam mengikuti semua arahan dari pemandu. Terbukti setelah acara selesai, banyak dari mereka yang membeli pohon jambu untuk praktik menanam di rumah masing-masing. Acara diakhiri dengan refresing jalan-jalan ke Bukit Semilir.

SMP Imam Syuhodo Raih 3 Medali dalam Kejurda Tapak Suci 2018



Sukoharjo - Pada momentum hari pahlawan 10 November 2018, SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo merasa bangga dengan lahirnya para pahlawan yang telah mengharumkan nama sekolah di tingkat kabupaten dalam ajang Kejurda Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo ke-3 tahun 2018, Jumat-Ahad (9-11/11/2018).

SMP Imam Syuhodo mengirim 11 pesilat yang terdiri dari 4 pesilat putri dan 7 pesilat putra. Dari 11 santri yang dikirim pada acara tersebut, 3 di antaranya dapat meraih kemenangan. Mereka adalah: Naufal Hasya M (Juara 2 kelas H Putra), Rosyad Nashirudin (Juara 3 kelas B Putra) dan Adiningrum Dwi N (Juara 3 kelas I Pi).


Meskipun belum dapat meraih medali emas, Wakil Kepala SMP Imam Syuhodo Muh. Fatkhul Hajri, S.Pd sangat bersyukur dengan prestasi yang diraih para santrinya tersebut.

“Di usianya yang masih baru, santri-santri sekolah kami sudah menorehkan prestasi yang cukup membanggakan. Mengingat Kejurda ini adalah pengalaman pertama bagi santri-santri SMP Imam Syuhodo,” ungkapnya.

Fatkhul Hajri juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sudah mensukseskan Kejurda ini.

“Apresiasi yang sebesar-besarnya juga kami sampaikan kepada Bapak Ngudi Basuki selaku pelatih, segenap orang tua wali santri yang sudah memberikan ijin dan seluruh delegasi yang sudah berjuang sekuat tenaga meskipun belum membawa gelar juara. Semoga ke depan kita bisa menjadi yang terbaik,” imbuhnya.


Salah satu wali santri yang purtinya ikut serta dalam kejurda merasa terharu dengan prestasi yang diraih putrinya.

“Ini untuk pengalaman, Ustadz. Jam terbang harus ditambah dan lebih banyak latihan. Karena mungkin sebelumnya masih belum istiqamah, masih setengah-setengah dan belum total. Saya terharu. Terimakasih sudah diberi kesempatan. Mohon terus disupport. Maaf belum bisa memberi hasil terbaik,” ungkap wali santri dari Adiningrum yang berhasil meraih medali perunggu.

Kejurda TSPM Sukoharjo ke-3 tahun 2018 digelar di gedung IPHI Sukoharjo dan diikuti oleh Perguruan Tapak Suci tingkat SMP dan SMA se-derajat se-Kabupaten Sukoharjo.

Edukasi Bendera Tauhid di SMP Imam Syuhodo


Sukoharjo - Pembakaran bendera tauhid bisa dikatakan membawa dampak positif, salah satunya menjadi momen edukasi dan semakin memasyarakatkan bendera Rasulullah SAW tersebut. Hal ini di antaranya terjadi di SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo. Sehari setelah viralnya video peristiwa pembakaran bendera tauhid oleh orang-orang berseragam loreng, salah satu pengajar sekolah tersebut mengenakan topi hitam bertuliskan kalimat tauhid. Saat para siswa melihatnya, ternyata beberapa di antaranya ada yang bertanya, “Ust kok pakai topi HTI?”

Hal ini justru dijadikan kesempatan untuk menerangkan kepada mereka. Selepas tilawah pagi, Ustadz Andika Rahmawan, salah satu pengajar di SMP Imam Syuhodo menerangkan tentang Ar Roya dan Al Liwa kepada para santri.

“Bendera yang bertuliskan kalimat tauhid itu bukan bendera milik organisasi tertentu, tapi bendera dan panji yang dulu pernah dipakai oleh Rasulullah SAW,” terangnya.

Ustadz yang juga sekretaris Majelis Tabligh PCM Blimbing tersebut menambahkan, bahwa bendera putih dengan tulisan hitam itu adalah bendera Rasulullah SAW yang disebut ‘Al Liwa’.

“Sedangkan bendera hitam dengan tulisan putih adalah panji Rasulullah SAW yang disebut ‘Ar Roya’. Kalimat yang tertulis di bendera Rasulullah itu adalah kalimat tauhid. Di mana setiap muslim pasti mengucapkan setiap hari dan menanamkan kalimat tauhid tersebut di dalam hati,” katanya menjelaskan.

Mendengar penjelasan ustadznya tersebut, para santri pun lantas menjadi faham. Beberapa di antara mereka bahkan menjadi antusias untuk memiliki topi dengan tulisan kalimat tauhid.

SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Buka Pendaftaran Santri Baru 2019/2020


INFORMASI PENDAFTARAN SANTRI BARU
SMP MUHAMMADIYAH IMAM SYUHODO
TAHUN PELAJARAN 2019 / 2020

PROGRAM PENDIDIKAN
Fullday school

KUOTA
2 kelas x 30 santri

WAKTU PENDAFTARAN :
1. Gelombang 1
Pendaftaran         : 1-18 Januari 2019
Observasi            : 19 Januari 2019
Pengumuman      : 22 Januari 2019
Daftar ulang         : 23-31 Januari 2019

2. Gelombang 2
Pendaftaran         : 1-18 April 2019
Observasi            : 19 April 2019
Pengumuman      : 23 April 2019
Daftar ulang         : 24-30 April 2019

Keterangan: Pendaftaran dilaksanakan pada hari Senin-Jumat pada jam kerja

PERSYARATAN PENDAFTARAN
 - Membayar administrasi Rp. 300.000,-
 - Mengisi dan mengumpulkan formulir pendaftaran
 - FC Kartu Keluarga (3 lembar)
 - FC Akta Kelahiran (3 lembar)
 - FC NISN (3 lembar)
 - FC raport SD/MI 2 semester akhir (2 lembar)
 - Pas Foto 3 X 4 hitam putih (4 lembar)
 - Surat keterangan Kepala Sekolah (untuk peringkat 1, 2 dan 3)
 - Mengikuti observasi calon santri baru
 - Mengikuti PPDB Online sesuai jadwal

KEUANGAN
Pembiayaan daftar ulang bagi yang diterima sebagai santri SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo sebagai berikut :

- Uang Dana Pengembangan (UDP)
  > Alumni SD Imam Syuhodo        :  Rp 1.000.000
  > Non Alumni                                : Rp 2.000.000
- Syahriyah/SPP Juli                      :  Rp    500.000
  (termasuk makan dan snack)
- Buku                                             Rp   500.000
- Kegiatan Setahun                        Rp 1.000.000
- Seragam 6 Stel                            Rp    700.000
- Uang Infak Siswa (UIS)                Rp   100.000

Total Pembiayaan*)

- Alumni         : Rp 3.800.000
- Non Alumni  : Rp 4.800.000

*) Keterangan: Pembiayaan tersebut adalah untuk pendaftaran Gelombang 1


TEMPAT PENDAFTARAN :
Komplek SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Jl. H. Muslih Wonorejo Polokarto Sukoharjo Surakarta 57555 Telpon: (0271) 610749
Email: smpmu.imamsyuhodo@gmail.com
Web: www.smpmu-imamsyuhodo.com
FB: SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
IG: @smpmu.imamsyuhodo

NARAHUBUNG
> M. Nasri Dini, S.Pd.I (0856 4218 1128)
> M. Fatkhul Hajri, S.Pd (0856 4243 5696)
> Andika Rahmawan (0856 4212 1073)

Membumikan Korps Mubaligh Muhammadiyah



Oleh: M. Nasri Dini


 Pada rubrik Persyarikatan edisi No. 06/XVI (Idul Fitri 1439) dan No. 07/XVI (Idul Adha 1439) Majalah Tabligh menyajikan tulisan Dr. H. Syamsul Hidayat, M.A berjudul “Gerakan Tabligh Berkemajuan untuk Indonesia Berkeadaban”. Tulisan tersebut merupakan refleksi dari Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. Pada bagian kedua tulisan tersebut membahas tentang diorganisirnya para mubaligh dalam Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) yang diharapkan nantinya akan menjadi mitra Majelis Tabligh Muhammadiyah di setiap jenjang kepemimpinan.

Sebelumnya, penulis sempat membaca broadcast yang tersebar via WA berisi nama-nama anggota KMM tingkat pusat (nasional) di mana Ustadz Syamsul Hidayat sebagai ketua dan Mas Fida ‘Afif, S.Hum sebagai sekretaris. Daftar anggota KMM tersebut terdapat nama-nama yang tidak asing bagi warga Muhammadiyah maupun kaum muslimin di Indonesia seperti Ust. Adi Hidayat, Lc, M.A; Ust. Bachtiar Nasir, Lc, M.M; Ust. Dr. Fahmi Salim, Lc, M.A; Ust. Syakir Jamaluddin, M.A, Ust. Drs. Syihabuddin Abu Deedat, M.A dan masih banyak yang lainnya.

Hal ini menggembirakan. Karena Muhammadiyah yang sangat besar ini tentu mempunyai ratusan bahkan ribuan mubaligh yang sudah selayaknya diorganisir dengan rapi. Namun yang masih menjadi pertanyaan bagi kami di akar rumput, sejauh mana efektifitas pembentukan KMM di tingkat pusat ini? Bagaimana regulasi dan sistem yang akan dijalankan? Bagaimana pula warga Muhammadiyah di tingkat Daerah, Cabang dan Ranting bisa mengakses para mubaligh tersebut? Karena kebijakan ini sama saja dengan fatamorgana semata jika ternyata hanya memampang daftar nama populer saja tanpa bisa diakses.

Sebelum peluncuran KMM Nasional ini, penulis sudah pernah mendengar tentang KMM dan KM3 (Korps Mubaligh Muda Muhammadiyah/Korps Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah). Melalui tulisan sederhana ini, penulis akan sedikit memberikan gambaran betapa warga Muhammadiyah sesungguhnya sangat haus dengan siraman ruhiyah utamanya dari mubaligh-mubaligh Muhammadiyah, atau minimal sejalan dengan Muhammadiyah.

Sekira setahun yang lalu, Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Blimbing Sukoharjo juga telah membentuk KMM di tingkat cabang, hal ini tidak lain karena kebutuhan mubaligh sangat besar. Selama ini para Pimpinan Ranting Muhammadiyah di Cabang Blimbing atau kaum muslimin secara umum biasanya langsung menghubungi personal jika membutuhkan mubaligh untuk mengisi di masjid atau pengajian yang mereka kelola. Melihat kondisi tersebut, Majelis Tabligh PCM Blimbing kemudian membentuk KMM dengan proses kurang lebih sebagai berikut:

 

1.   Perekrutan Anggota

Muhammadiyah Cabang Blimbing sebenarnya memiliki banyak SDM mubaligh. Hanya saja belum ada wadah yang bisa memanajemen mereka agar bisa berdakwah dengan teorganisir. Maka Majelis Tabligh PCM Blimbing pun membuka rekrutmen mubaligh untuk dimasukkan sebagai anggota KMM Cabang Blimbing. Sudah dua angkatan rekrutmen dan saat ini ada sekitar 120 mubaligh yang tergabung dalam KMM. Rekrutmen anggota KMM ini dilakukan oleh setiap ranting, salah satu syaratnya mubaligh tersebut sudah terbiasa mengisi pengajian. Sehingga Majelis Tabligh hanya tinggal memoles saja agar pada mubaligh tersebut lebih meningkat secara kapabililas.

 

2.   Pembekalan Awal KMM

Setelah proses rekrutmen, selanjutnya yang dilakukan oleh Majelis Tabligh adalah menggelar acara pembekalan. Ini dilakukan untuk menyamakan persepsi para mubaligh agar sejalan dengan visi amar makruf nahi munkar Muhammadiyah. Juga diberikan materi-materi ketablighan. Pada angkatan pertama, pembekalan KMM diberikan materi berupa: Kaderisasi Dakwah (Dr. KH. Ari Anshori, M.A - Ketua Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah); Retorika Dakwah (KH. Yunus Muhammadi - Ketua ITMAM Pusat); Stratergi Sukses Dakwah (KH. Ihsan Saifudin, S.Ag - Ketua Majelis Tabligh PDM Sukoharjo); Dakwah Fardiyah (Ust. Sahadi Abu Azzamain - Wakil Ketua Majelis Tarjih PDM Sukoharjo); Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (KH. Sholahuddin Sirizar, Lc, M.A - Direktur PonPes Imam Syuhodo); dan Tahsinul Qiroah (Ust. Qiqin Afandi - Wakil Ketua PCM Blimbing).

Sedangkan pada angkatan kedua, tema dan pemateri adalah sebagai berikut: Kaderisasi Dakwah (Ust. Sahadi Abu Azzamin); Istiqamah dalam Dakwah (KH. Ihsan Saefuddin, S.Ag); Dakwah Fardiyah (KH. Danusiri, M.Ag - Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah); Membedah Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (KH. Sholahuddin Sirizar, Lc, M.A); Strategi Dakwah (Dr. KH. Okrisal Eka Putra, Lc, M.A - Sekretaris Majelis Tabligh PP Muhammadiyah); Retorika Dakwah (KH. Yunus Muhammadi); dan Tahsinul Qiroah (Ustadz Faruqq Setiawan, S.Pd.I - Sekretaris Majelis Tarjih  PCM Blimbing).

 

3.   Pemetaan Masjid Sasaran

Dengan mubaligh yang siap diterjunkan ke medan dakwah, Majelis Tabligh PCM Blimbing mensosialisasikan kepada ranting yang membutuhkan mubaligh untuk mengajukan permohonan kepada Majelis Tabligh. Awalnya, setiap ranting dijatah satu masjid untuk tempat tugas anggota KMM. Tapi ternyata antusiasme takmir masjid sangat besar, sehingga masjid yang didaftarkan ke Majelis Tabligh pun jumlahnya bervariasi sesuai kebutuhan. Karena banyaknya masjid dan KMM angkatan satu kurang maksimal, maka dibuka pendaftarang KMM angkatan kedua. Hingga saat ini, Majelis Tabligh sementara menyetop masjid yang mengajukan permohonan mubaligh, karena sudah lebih 80 masjid, sedangkan tidak semua anggota KMM bisa berangkat ke tiap masjid tersebut sendirian. Karena ada beberapa personil KMM yang memang secara usia sudah cukup tua, sehingga diperlukan pendamping yang juga anggota KMM.

 

4.   Penugasan Anggota

Dari 120an mubaligh anggota KMM Cabang Blimbing, mereka ditugaskan rutin setiap pekan sekali. Mayoritas masjid di ranting menghendaki waktunya setiap Kamis malam Jumat, bakda Maghrib atau bakda Isyak. Maka para anggota KMM tersebut berkeliling dari masjid satu di pekan ini ke masjid yang lain di pekan berikutnya, begitu seterusnya. Selain pengajian rutin dari masjid ke masjid, anggota KMM juga mengisi khutbah Jumat, khutbah shalat Idul Fitri dan Idul Adha, pengajian Aisyiyah dan pengajian lain sesuai permintaan. Semua tugas tersebut diorganisir dan dijadwalkan oleh koordinator KMM Cabang Blimbing.

 

5.   Evaluasi dan Pembekalan Rutin

Setelah menjalankan tugas, anggota KMM Cabang Blimbing juga rutin mengikuti pembekalan setiap pekan. Hal ini dilakukan agar para anggota KMM tersebut semakin berkembang dari hari ke hari. Ibarat ponsel, anggota KMM juga perlu untuk dicas setiap pekan sekali agar baterainya selalu full. Pembekalan pekanan ini diadakan setiap hari Kamis malam Jumat dari jam delapan hingga sepuluh malam. Selain pembekalan rutin, anggota KMM juga senantiasa melakukan evaluasi, agar dakwahnya dari hari ke hari semakin baik. Evaluasi mubaligh ini dilakukan oleh sesama mubaligh, atau oleh Majelis Tabligh PCM Blimbing sebagai payung organisasi di atasnya.

 

Penutup

Inilah program KMM yang sudah berjalan di Cabang Blimbing. Cabang, Daerah dan Wilayah lain tentu juga punya pola sendiri-sendiri dalam mengelola para mubaligh di wilayah dakwahnya masing-masing. Maka sudah selayaknya KMM Nasional juga harus punya pola yang bisa dijalankan agar program KMM ini bisa lebih dirasakan manfaatnya secara konkrit di masyarakat. Setelah tingkat pusat, tentu Majelis Tabligh Muhammadiyah di setiap jenjang kepemimpinan harus didorong untuk membentuk dan mengorganisir KMM. Karena di Cabang Blimbing yang secara kasat mata telah terdapat puluhan dan ratusan mubaligh saja, ternyata oleh masjid-masjid di tingkat ranting masing dianggap kurang SDM mubalighnya. Beberapa masjid ranting Muhammadiyah yang merasa tidak diperhatikan pun pada akhirnya ada yang diisi oleh mubaligh-mubaligh luar Muhammadiyah, meskipun mereka juga masih sangat berharap mubaligh Muhammadiyah bisa mengisi di tempat mereka. Lantas bagaimana dengan nasib dakwah di tempat-tempat terpencil?! Tentu kebutuhan akan semakin banyak dan tantangan dakwah pun semakin komplek. Semoga KMM ini bisa benar-benar membumi, sehingga seperti harapan Ustadz Syamsul dalam tulisannya, kebangkitan gerakan Tabligh Muhammadiyah yang mengusung paham Islam berkemajuan akan mengawal kokohnya Indonesia yang berkeadaban. Wallahu a’lam

Meneladani Hijrahnya Umat Terdahulu


Oleh: M. Nasri Dini

 

Saat kita menengok kembali lembaran sejarah, akan banyak kita temui umat terdahulu dari kalangan pengikut para Nabi dan Rasul yang menjadikan hijrah sebagai salah satu langkah dari langkah-langkah dakwah mereka. Beberapa diantaranya seperti yang disebutkan oleh DR. Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya “Al-Hijrah fi Al-Qur’an al-Karim” yang sudah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul “Hijrah dalam Pandangan Al-Qur’an”. Dalam buku tersebut penulis menyuguhkan peristiwa hijrah sesuai dengan sejarah yang dialami oleh para umat Nabi terdahulu, Ashabul Kahfi sampai hijrahnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Diantara peristiwa hijrah tersebut adalah sebagai berikut:

1.    Hijrahnya Nabi Ibrahim

Dalam dakwahnya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berusaha mencurahkan seluruh kemampuannya untuk mengajak penguasa (Raja Namrudz la’natullah ‘alaih) dan kaumnya (termasuk juga ayahnya) untuk berpindah dari menyembah berhala kepada menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Karena dakwahnya yang tegas tersebut, penguasa yang juga memposisikan dirinya sebagai thaghut (sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala) akhirnya membakar Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Setelah peristiwa pembakaran yang ternyata pada akhirnya diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala itulah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menetapkan diri untuk berhijrah. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 71)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain: “Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Q.S. Ash-Shafat [37]: 99)

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berhijrah setidaknya sebanyak empat kali. Pertama, dari Babilonia (tempat asal beliau) ke Syam (Palestina). Dalam hijrah pertama ini Nabi Ibrahim ‘alaihis salam hanya ditemani Sarah istrinya dan keponakannya Luth bin Harun ‘alaihis salam. Kedua, dari Syam ke Mesir. Ketiga, dari Mesir kembali lagi ke Syam dan yang keempat, dari Syam menuju Hijaz. Di Hijaz inilah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (bersama putranya, Ismail ‘alaihis salam) membagun kembali Ka’bah (baitullah). Setelah beberapa saat di Hijaz, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kembali lagi ke Syam (Palestina) hingga wafat menjemput beliau dalam usia duaratus tahun.

2.    Hijrahnya Nabi Luth

Nabi Luth ‘alaihis salam awalnya hijrah bersama Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dari Babilonia (sekarang Iraq) ke negeri Syam. Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mengutus Luth ‘alaihis salam ke negeri Sadum. Kaum Sadum adalah orang-orang yang akhlaknya sangat buruk dan gemar melakukan dosa. Nabi Luth ‘alaihis salam diutus untuk mendakwahi dan menyeru mereka untuk kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bertauhid, beribadah dan meninggalkan segala kemaksiatan yang dilakukan kaumnya.

Namun kaum Sadum menolak dakwah Nabi Luth ‘alaihis salam dan bersikeras dengan kemaksiatan yang mereka lakukan hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan azab kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman "Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu, dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik.” (Q.S. Al Ankabut [29]: 33-34)

Nabi Luth ‘alaihis salam hijrah bukan untuk mendapatkan wilayah, penghasilan atau untuk berbisnis, tetapi hanya hijrah menuju Rabbnya, untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan berlindung dalam naungan-Nya.

3.    Hijrahnya Nabi Musa

Hijrah yang pertama kali dilakukan Musa ‘alaihis salam adalah dari Mesir ke Madyan sebagai jalan menyelamatkan jiwanya dari kejaran pasukan Fir’aun la’natullah ‘alaih. Di Negeri Madyan ini Musa ‘alaihis salam bertemu dengan Nabi Syuaib ‘alaihis salam dan menikahi putrinya. Sepuluh tahun kemudian Musa ‘alaihis salam bersama istri dan anaknya diam-diam kembali ke Mesir. Dalam perjalanan di tengah malam, Musa ‘alaihis salam memperoleh tugas dari Allah subhanahu wa ta’ala sebagai nabi dan rasul-Nya. Beliau diperintah untuk menemui Fir’aun la’natullah ‘alaih dan kaumnya serta menyeru mereka kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sekian lama Musa ‘alaihis salam dan Harun ‘alaihis salam tinggal di Mesir untuk menyeru Fir’aun la’natullah ‘alaih dan para pengikutnya menuju jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, ternyata mereka menolak seruan itu. Selama Nabi Musa ‘alaihis salam di Mesir, beliau justru mendapat tekanan, siksaan dan intimidasi dari Firaun la’natullah ‘alaih dan pasukannya. Saat itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada Musa ‘alaihis salam dan kaumnya (Bani Israil) untuk keluar dari Mesir. Nabi Musa ‘alaihis salam dan pengikutnya pun hijrah meninggalkan Mesir menuju ke negeri Syam.

4.    Hijrahnya Ashabul Kahfi

Para ulama tafsir baik dari generasi salaf (terdahulu) maupun khalaf (kontemporer) menyebutkan bahwa ashabul kahfi adalah anak-anak dari penguasa-penguasa dan tokoh-tokoh yang hidup di masa itu. Masyarakat saat itu berada di bawah raja yang kejam dan keji bernama Dikyanus. Ia menyeru rakyatnya untuk menyembah berhala serta menyembelih binatang untuk mereka. Dalam kondisi hati bergolak dengan keimanan dan jiwa terbakar dengan keyakinan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, muncullah ide dari salah seorang mereka untuk keluar dan meninggalkan kaumnya menuju sebuah gua. Hal ini dilakukan untuk berhijrah dari lingkungan yang jahil dan penuh dengan kesyirikan, juga untuk berpikir bagaimana cara menghadapi kebatilan dengan jalan yang lebih tepat.

5.    Hijrahnya Nabi Muhammad

Hijrah pertama yang dilakukan dalam Islam adalah perginya kaum muslimin para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan kota Makkah menuju Habasyah untuk menghindari fitnah dan tekanan dari orang-orang kafir Quraisy serta menyelamatkan agama yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sekembalinya dari hijrah ke Habasyah, para sahabat meminta izin untuk melakukan hijrah kembali. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda: ”Sungguh telah diperintahkan kepadaku negeri untuk kalian berhijrah. Sebuah lembah yang dipenuhi oleh pohon kurma yang terletak di antara dua lahar yaitu dua gunung kecil. Kalaulah bumi yang dipenuhi pohon kurma itu terkenal tentu aku akan menjelaskan kepada kalian yang seperti ini dan seperti ni.” kemudian berlalulah beberapa hari dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kembali hadir di tengah para sahabat dengan muka cerah ceria. Lantas beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Sungguh aku telah diberi tahu tentang negeri untuk berhijrah kalian. Dialah Yastrib (kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengganti namanya menjadi Madinah). Siapa saja yang ingin berhijrah, berhijrahlah ke sana.”

Mulailah kaum muslimin berkemas, bersiap, konsolidasi, dan akhirnya pergi memenuhi rencana mereka. Kemudian di Madinah-lah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam membangun peradaban Islam hingga menyebar ke seluruh dunia hingga saat ini.

Selain para Nabi dan ashabul kahfi tersebut, para ulama akhir zaman pun juga banyak yang mempraktikkan syariat hijrah ini dalam kehidupan mereka. Misalkan Imam Abu Hanifah rahimahullah yang berhijrah dari Kufah ke Makkah; Imam Asy Syafi’i rahimahullah dari Syam berpindah beberapa kali ke Makkah, Madinah, Yaman, Bagdad dan Mesir; Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dari Bagdad ke Yaman, Basrah, Hijaz dan beberapa tempat lain.

Hijrah yang dilakukan oleh para pendahulu kaum muslimin tersebut bukan dalam rangka untuk mencari kekayaan dan hal yang terkait keduniaan, melainkan dalam rangka berdakwah menyebarkan tauhid, menuntut ilmu, berjihad dan tujuan-tujuan lain yang muaranya hanya satu, menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala di muka bumi.

Wallahu a’lam