Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Ibrah dari Kepribadian Ibrahim

 

 

Dzulhijjah adalah bulan yang identik dengan perjalanan hidup salah satu manusia mulia yang digelari dengan “Abul Anbiya (Bapak Para Nabi)” karena banyak lahir dari keturunannya utusan Allah SWT. Juga digelari “Bapak Tauhid” karena dakwahnya yang luar biasa dalam menegakkan tauhid di tengah kaumnya yang penyembah berhala. Selain itu, beliau juga disebut dengan “Khalilullah (kekasih Allah)”, karena kedekatannya yang sangat dekat kepada Allah SWT. Beliau adalah Nabi Ibrahim AS.

Selain perjalanan hidupnya yang diabadikan Allah SWT dalam proses manasik haji setiap tahun, Nabi Ibrahim AS juga salah satu dari dua Nabi yang disebut Allah SWT sebagai uswatun hasanah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).” (QS. An Nahl [16]: 120)

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 4)

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 6)

Hanya dua Nabi yang disebut Allah SWT sebagai teladan yang baik, yaitu Nabi Ibrahim AS yang disebutkan Allah SWT pada ayat di atas dan Nabi Muhammad SAW yang disebutkan pada firman Allah SWT yang lain, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah (Muhammad) itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [33]: 21)

Di antara indikator lain yang menunjukkan keutamaan Nabi Ibrahim AS di sisi Allah SWT adalah disebutkannya nama Nabi Ibrahim AS dalam kalimat shalawat, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, Kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, Wabarik ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad, Kama barakta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim...”

Kalimat shalawat tersebut pasti sangat akrab di semua telinga kaum muslimin di seluruh dunia. Karena berkali-kali, minimal setiap hari selepas membaca tasyahud dalam shalat pasti lisan kita melantunkan shalawat tersebut. Shalawat yang khusus dibaca hanya atas dua nabi saja, yaitu Muhammad SAW dan Ibrahim AS beserta keluarganya. Dan tampaknya kalimat tersebut juga tidak berlebihan. Karena saat kita membaca kembali kisah Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS bahkan hingga berulangkali, maka kita akan menemukan banyak hikmah yang dapat kita ambil di dalamnya.

Saat kita menekuni lebih dalam kehidupan Nabi Ibrahim AS, baik semasa muda sebelum beliau menjadi nabi maupun sesudah beliau diangkat oleh Allah SWT menjadi nabi dan rasul, maka kita akan menemukan banyak pelajaran berharga. Di antara pelajaran dan keteladanan yang bisa kita petik dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim AS adalah sebagai berikut.

 

Memelihara Hidayah

Sejak masih muda Nabi Ibrahim AS dikenal dengan keistiqamahan dan keteguhannya dalam hidayah dan menjaga iman kepada Allah SWT. Hal yang sangat sulit dijalani saat itu karena mayoritas masyarakat pada zamannya adalah para penyembah berhala. Tapi tidak bagi Nabi Ibrahim AS. Beliau memilih teguh dalam kesendirian dengan berpegang pada ketauhidan, dengan mengesakan Allah SWT. Bahkan sejak muda Nabi Ibrahim AS telah mengingkari patung-patung berhala yang dipertuhankan oleh kaumnya tersebut. Karena Allah SWT telah memberikan hidayah kepada beliau, dan beliau pun memelihara hidayah yang diberikan Allah SWT tersebut.

Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “’Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?’” (QS. Al Anbiya’ [21]: 51-52)

Menyikapi kemusyrikan yang menyebar di masyarakatnya, Nabi Ibrahim AS dengan tegas menolaknya. Keyakinan dan tindakan mereka mempertuhankan bintang-bintang, bulan dan matahari, bahkan membuat berhala-berhala untuk disembah adalah kemusyrikan yang wajib ditinggalkan. Allah SWT menyebutkan ketegasan sikap Nabi Ibrahim AS tersebut dalam firman-Nya, “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al-An’am [6]: 79)

 

Taat Kepada Allah

Ketaatan Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT tergolong ketaatan yang ekstrem dan radikal. Sebut saja misalnya, saat diperintahkan Allah SWT untuk meninggalkan istri (Hajar) dan anaknya (Ismail) yang belum lama lahir di tengah-tengah padang pasir yang gersang. Tak ada satu pun pepohonan, air, apalagi makanan. Jika kita merenungkannya sekarang, hati suami mana yang akan tega meninggalkan anak dan istri tanpa perbekalan di tempat yang sedemikian rupa.

Namun Nabi Ibrahim AS melakukannya dengan ikhlas, semata demi ketaatannya kepada Allah SWT. Maka dalam perjalanannya, Allah SWT mengganti ketaatan Nabi Ibrahim AS tersebut dengan anugerah yang luar biasa. Padang pasir gersang tersebut sekarang merupakan tempat yang sangat makmur dan paling banyak dikunjungi manusia setiap tahun dalam prosesi ibadah haji.

Mungkin ini salah satunya karena dikabulkannya doa Nabi Ibrahim AS oleh Allah SWT, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim [14]: 37)

Kisah ketaatan Nabi Ibrahim AS masih berlanjut. Saat Ismail beranjak remaja dan cenderung membuat orangtuanya bahagia, Allah SWT memberikan ujian ketaatan lain. Yaitu memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putra kesayangannya tersebut. Sejarah pun kembali membuktikan ketaatan pasangan bapak dan anak ini.

Allah SWT berfirman, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia (Ismail) menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’” (QS. Ash Shaffat [37]: 102)

 

Sabar dan Tawakal

Kesabaran Nabi Ibrahim AS tercermin di antaranya dari perjalanan hidupnya yang lama tidak dikaruniai putra hingga berusia lanjut. Namun Nabi Ibrahim AS dengan sabar dan tak pernah berputus asa terus berharap kepada Allah SWT. Hingga kabar gembira itu akhirnya datang juga. Kisah tersebut terangkum dalam firman Allah SWT, “Mereka berkata: “Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim.” Berkata Ibrahim: “Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini?” Mereka menjawab: “Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.” Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al Hijr [15]: 53-56)

Ketawakalan Nabi Ibrahim AS juga bisa kita lihat dari doa beliau yang tercantum dalam QS. Ibrahim [14] ayat 37 di atas. Doa yang menunjukkan kesabaran dan ketawakalan yang sempurna kepada Allah SWT. Bayangkan, di lembah tandus yang tidak mempunyai tanam-tanaman tetapi Nabi Ibrahim AS “berani” memohon kepada Allah SWT agar diberi rizki dari buah-buahan. Sebuah tawakal ekstrem yang mungkin hanya bisa dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS saja.

 

Cerdas dalam Berdakwah

Nabi Ibrahim AS dikenal dengan nabi yang intensif berdakwah kepada keluarga, masyarakat, bahkan penguasanya saat itu. Dari beliau kita bisa belajar tentang macam-macam strategi atau metode dakwah. Ibrahim AS adalah Nabi yang dikaruniai Allah SWT kecerdasan. Dari Nabi Ibrahim AS kita akan belajar kecerdikan yang mengagumkan. Kecerdikan yang nampaknya sepele, namun dengan lugas dan tegas dapat mematahkan argumentasi lemah orang-orang kafir penyembah berhala. Seperti yang diceritakan Allah SWT dalam firman-Nya, “Mereka bertanya: ‘Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?’ Ibrahim menjawab: ‘Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.’ Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): ‘Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.’ Ibrahim berkata: ‘Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?’” (Q.S. Al Anbiya [21]: 61-66)

Nabi Ibrahim AS sama sekali tidak bermaksud berdusta kepada kaumnya dengan mengatakan bahwa patung besarlah yang menghancurkan patung lainnya sebagaimana yang dijawabkan Nabi Ibrahim AS pada mereka. Tetapi beliau sedang berusaha menyadarkan akal sehat dan membuka pikiran kaumnya bahwa patung-patung itu sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Berbicara, melihat, mendengar, apalagi harus mengusir dan melawan saat ada tangan yang akan menyentuh dan menghancurkan mereka. Membela diri sendiri saja mereka sama sekali tidak mampu, apalagi jika harus memenuhi doa permintaan dari para penyembah dan pemujanya. Laa haulaa walaa quwwata illa billah...

Tentang argumentasi cerdas Nabi Ibrahim AS ini Al-Qur‘an juga menceritakan dalam surat yang lain. Allah SWT berfirman, “Ketika Ibrahim mengatakan: ‘Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.’ Orang itu (Namrudz) berkata: ‘Saya dapat menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata: ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’ Lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 258)

Meskipun setelah kalah telak saat beradu argumen dengan Nabi Ibrahim AS, penguasa negeri itu tidak bisa menahan amarah dan pada akhirnya Nabi Ibrahim AS harus menerima konsekuensi atas dakwahnya tersebut. Beliau pun harus dibakar di tengah-tengah kaumnya. Hingga turun firman Allah SWT atas api yang membakar Nabi Ibrahim AS, “Kami berfirman: ‘Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.’” (QS. Al Anbiya [21]: 69)

Perjuangan Nabi Ibrahim AS memang berat. Tapi karena semuanya diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT semata maka semuanya berakhir dengan khusnul khatimah. Dan pada akhirnya, Nabi Ibrahim AS pun dimuliakan oleh Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat karena ketaatannya kepada Allah SWT yang mutlak tanpa mengenal batas.

Semoga kita bisa mengambil ibrah dari Nabi Ibrahim AS yang telah memberikan segalanya kepada Allah SWT. Sehingga kita menjadi manusia yang taat, sabar, ikhlas, dan istiqamah berpegang dalam ketauhidan dan berdakwah di jalan Allah SWT sebagaimana telah diteladankan salah satu Rasul ulul azmi yang mulia, yaitu Khalilullah, Nabi Ibrahim AS. Wallahu a’lam. [M. Nasri Dini]