Dzulhijjah
adalah bulan yang identik dengan perjalanan hidup salah satu manusia mulia yang
digelari dengan “Abul Anbiya (Bapak Para Nabi)” karena banyak lahir dari
keturunannya utusan Allah SWT. Juga digelari “Bapak Tauhid” karena dakwahnya
yang luar biasa dalam menegakkan tauhid di tengah kaumnya yang penyembah
berhala. Selain itu, beliau juga disebut dengan “Khalilullah (kekasih Allah)”,
karena kedekatannya yang sangat dekat kepada Allah SWT. Beliau adalah Nabi
Ibrahim AS.
Selain
perjalanan hidupnya yang diabadikan Allah SWT dalam proses manasik haji setiap
tahun, Nabi Ibrahim AS juga salah satu dari dua Nabi yang disebut Allah SWT sebagai
uswatun hasanah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Ibrahim
adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan
hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
(Tuhan).” (QS. An Nahl [16]: 120)
Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 4)
Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan
yang baik bagimu.” (QS. Al Mumtahanah [60]: 6)
Hanya dua Nabi
yang disebut Allah SWT sebagai teladan yang baik, yaitu Nabi Ibrahim AS yang
disebutkan Allah SWT pada ayat di atas dan Nabi Muhammad SAW yang disebutkan
pada firman Allah SWT yang lain, “Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah (Muhammad) itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab [33]: 21)
Di
antara indikator lain yang menunjukkan keutamaan Nabi Ibrahim AS di sisi Allah
SWT adalah disebutkannya nama Nabi Ibrahim AS dalam kalimat shalawat, “Allahumma
shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, Kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala
ali Ibrahim, Wabarik ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad, Kama barakta ‘ala
Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim...”
Kalimat
shalawat tersebut pasti sangat akrab di semua telinga kaum muslimin di seluruh
dunia. Karena berkali-kali, minimal setiap hari selepas membaca tasyahud dalam
shalat pasti lisan kita melantunkan shalawat tersebut. Shalawat yang khusus
dibaca hanya atas dua nabi saja, yaitu Muhammad SAW dan Ibrahim AS beserta
keluarganya. Dan tampaknya kalimat tersebut juga tidak berlebihan. Karena saat
kita membaca kembali kisah Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS bahkan hingga
berulangkali, maka kita akan menemukan banyak hikmah yang dapat kita ambil di
dalamnya.
Saat kita
menekuni lebih dalam kehidupan Nabi Ibrahim AS, baik semasa muda sebelum beliau
menjadi nabi maupun sesudah beliau diangkat oleh Allah SWT menjadi nabi dan
rasul, maka kita akan menemukan banyak pelajaran berharga. Di antara pelajaran
dan keteladanan yang bisa kita petik dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim AS adalah
sebagai berikut.
Memelihara Hidayah
Sejak masih
muda Nabi Ibrahim AS dikenal dengan keistiqamahan dan keteguhannya dalam
hidayah dan menjaga iman kepada Allah SWT. Hal yang sangat sulit dijalani saat
itu karena mayoritas masyarakat pada zamannya adalah para penyembah berhala.
Tapi tidak bagi Nabi Ibrahim AS. Beliau memilih teguh dalam kesendirian dengan
berpegang pada ketauhidan, dengan mengesakan Allah SWT. Bahkan sejak muda Nabi
Ibrahim AS telah mengingkari patung-patung berhala yang dipertuhankan oleh
kaumnya tersebut. Karena Allah SWT telah memberikan hidayah kepada beliau, dan
beliau pun memelihara hidayah yang diberikan Allah SWT tersebut.
Allah
SWT berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah
kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Ingatlah),
ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “’Patung-patung apakah ini
yang kamu tekun beribadat kepadanya?’” (QS. Al Anbiya’ [21]: 51-52)
Menyikapi
kemusyrikan yang menyebar di masyarakatnya, Nabi Ibrahim AS dengan tegas
menolaknya. Keyakinan dan tindakan mereka mempertuhankan bintang-bintang, bulan
dan matahari, bahkan membuat berhala-berhala untuk disembah adalah kemusyrikan
yang wajib ditinggalkan. Allah SWT menyebutkan ketegasan sikap Nabi Ibrahim AS tersebut
dalam firman-Nya, “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al-An’am [6]:
79)
Taat
Kepada Allah
Ketaatan
Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT tergolong ketaatan yang ekstrem dan radikal.
Sebut saja misalnya, saat diperintahkan Allah SWT untuk meninggalkan istri (Hajar)
dan anaknya (Ismail) yang belum lama lahir di tengah-tengah padang pasir yang
gersang. Tak ada satu pun pepohonan, air, apalagi makanan. Jika kita
merenungkannya sekarang, hati suami mana yang akan tega meninggalkan anak dan
istri tanpa perbekalan di tempat yang sedemikian rupa.
Namun
Nabi Ibrahim AS melakukannya dengan ikhlas, semata demi ketaatannya kepada
Allah SWT. Maka dalam perjalanannya, Allah SWT mengganti ketaatan Nabi Ibrahim
AS tersebut dengan anugerah yang luar biasa. Padang pasir gersang tersebut
sekarang merupakan tempat yang sangat makmur dan paling banyak dikunjungi
manusia setiap tahun dalam prosesi ibadah haji.
Mungkin
ini salah satunya karena dikabulkannya doa Nabi Ibrahim AS oleh Allah SWT, “Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah
yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat,
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah
mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim [14]:
37)
Kisah
ketaatan Nabi Ibrahim AS masih berlanjut. Saat Ismail beranjak remaja dan cenderung
membuat orangtuanya bahagia, Allah SWT memberikan ujian ketaatan lain. Yaitu
memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putra kesayangannya tersebut. Sejarah
pun kembali membuktikan ketaatan pasangan bapak dan anak ini.
Allah
SWT berfirman, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat
dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia (Ismail)
menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.’” (QS. Ash Shaffat [37]: 102)
Sabar dan
Tawakal
Kesabaran Nabi Ibrahim
AS tercermin di antaranya dari perjalanan hidupnya yang lama tidak dikaruniai
putra hingga berusia lanjut. Namun Nabi Ibrahim AS dengan sabar dan tak pernah
berputus asa terus berharap kepada Allah SWT. Hingga kabar gembira itu akhirnya
datang juga. Kisah tersebut terangkum dalam firman Allah SWT, “Mereka
berkata: “Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira
kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang
yang alim.” Berkata Ibrahim: “Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku
padahal usiaku telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya)
berita gembira yang kamu kabarkan ini?” Mereka menjawab: “Kami menyampaikan
kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang
yang berputus asa.” Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al Hijr [15]: 53-56)
Ketawakalan
Nabi Ibrahim AS juga bisa kita lihat dari doa beliau yang tercantum dalam QS.
Ibrahim [14] ayat 37 di atas. Doa yang menunjukkan kesabaran dan ketawakalan
yang sempurna kepada Allah SWT. Bayangkan, di lembah tandus yang tidak
mempunyai tanam-tanaman tetapi Nabi Ibrahim AS “berani” memohon kepada Allah
SWT agar diberi rizki dari buah-buahan. Sebuah tawakal ekstrem yang mungkin
hanya bisa dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS saja.
Cerdas
dalam Berdakwah
Nabi
Ibrahim AS dikenal dengan nabi yang intensif berdakwah kepada keluarga,
masyarakat, bahkan penguasanya saat itu. Dari beliau kita bisa belajar tentang
macam-macam strategi atau metode dakwah. Ibrahim AS adalah Nabi yang dikaruniai
Allah SWT kecerdasan. Dari Nabi Ibrahim AS kita akan belajar kecerdikan yang mengagumkan.
Kecerdikan yang nampaknya sepele, namun dengan lugas dan tegas dapat mematahkan
argumentasi lemah orang-orang kafir penyembah berhala. Seperti yang diceritakan
Allah SWT dalam firman-Nya, “Mereka bertanya: ‘Apakah kamu, yang melakukan
perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?’ Ibrahim menjawab: ‘Sebenarnya
patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu,
jika mereka dapat berbicara.’ Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu
berkata): ‘Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala
itu tidak dapat berbicara.’ Ibrahim berkata: ‘Maka mengapakah kamu menyembah
selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak
(pula) memberi mudharat kepada kamu?’” (Q.S. Al Anbiya [21]: 61-66)
Nabi
Ibrahim AS sama sekali tidak bermaksud berdusta kepada kaumnya dengan
mengatakan bahwa patung besarlah yang menghancurkan patung lainnya sebagaimana
yang dijawabkan Nabi Ibrahim AS pada mereka. Tetapi beliau sedang berusaha
menyadarkan akal sehat dan membuka pikiran kaumnya bahwa patung-patung itu
sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Berbicara, melihat, mendengar, apalagi harus
mengusir dan melawan saat ada tangan yang akan menyentuh dan menghancurkan
mereka. Membela diri sendiri saja mereka sama sekali tidak mampu, apalagi jika
harus memenuhi doa permintaan dari para penyembah dan pemujanya. Laa haulaa
walaa quwwata illa billah...
Tentang
argumentasi cerdas Nabi Ibrahim AS ini Al-Qur‘an juga menceritakan dalam surat
yang lain. Allah SWT berfirman, “Ketika Ibrahim mengatakan: ‘Tuhanku ialah Yang
menghidupkan dan mematikan.’ Orang itu (Namrudz) berkata: ‘Saya dapat
menghidupkan dan mematikan.’ Ibrahim berkata: ‘Sesungguhnya Allah menerbitkan
matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.’ Lalu terdiamlah orang
kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Q.S.
Al Baqarah [2]: 258)
Meskipun
setelah kalah telak saat beradu argumen dengan Nabi Ibrahim AS, penguasa negeri
itu tidak bisa menahan amarah dan pada akhirnya Nabi Ibrahim AS harus menerima
konsekuensi atas dakwahnya tersebut. Beliau pun harus dibakar di tengah-tengah
kaumnya. Hingga turun firman Allah SWT atas api yang membakar Nabi Ibrahim AS,
“Kami berfirman: ‘Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi
Ibrahim.’” (QS. Al Anbiya [21]: 69)
Perjuangan
Nabi Ibrahim AS memang berat. Tapi karena semuanya diserahkan sepenuhnya kepada
Allah SWT semata maka semuanya berakhir dengan khusnul khatimah. Dan pada
akhirnya, Nabi Ibrahim AS pun dimuliakan oleh Allah SWT baik di dunia maupun di
akhirat karena ketaatannya kepada Allah SWT yang mutlak tanpa mengenal batas.
Semoga kita bisa mengambil ibrah dari Nabi Ibrahim AS yang telah memberikan segalanya kepada Allah SWT. Sehingga kita menjadi manusia yang taat, sabar, ikhlas, dan istiqamah berpegang dalam ketauhidan dan berdakwah di jalan Allah SWT sebagaimana telah diteladankan salah satu Rasul ulul azmi yang mulia, yaitu Khalilullah, Nabi Ibrahim AS. Wallahu a’lam. [M. Nasri Dini]
Tidak ada komentar: