Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Khutbah Jumat: Pegawai dan Majikan dalam Islam


Muhammad Nasri Dini

 

Khutbah Pertama:

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

 اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

 

Jamaah Jumat yang berbahagia...

Membuka khutbah Jumat siang ini, marilah kalimat syukur dan lafal Alhamdulillah selalu menjadi pembuka perjumpaan kita ini, karena semua tak akan mungkin bisa kita jalani tanpa adanya nikmat Allah SwT yang tak terhitung jumlahnya. Shalawat dan salam semoga selalu Allah SwT limpahkan kepada Nabi Muhammad saw, teladan sempurna umat manusia di segala tempat dan zaman.

Selanjutnya khatib tak pernah jemu menasihatkan kepada diri khatib pribadi maupun kepada jamaah Jumat sekalian agar selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SwT dengan keimanan dan ketakwaan yang sesungguhnya. Allah SwT berfirman,

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 197)


Maasyiral Muslimin Rahimakumullah...

Allah SwT berfirman,

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ. الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ. وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” [QS. Al Mutaffifin (83): 1-3]

 

Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili dalam tafsirnya menerangkan bahwa, “Jika engkau ingin agar hakmu dipenuhi secara sempurna, maka wajib pula memenuhi hak-hak manusia secara sempurna.” Artinya, jika orang hanya bersemangat dalam menuntut hak, namun melalaikan kewajibannya, maka dia termasuk orang yang curang seperti disebutkan di ayat ini. Celaka dan azablah yang akan didapat pada hari kiamat bagi siapa yang berlaku curang dalam takaran dan timbangan, yang mereka licik dalam memberikan hak-hak manusia.

 

Jamaah Jumat yang berbahagia...

Dikisahkan, seorang lelaki mengadu kepada Imam Asy Syafi’i rahimahullah. Bahwa gajinya cukup besar, 5 dirham sehari. Tapi rasanya hidupnya sempit sekali, uang selalu kurang dan istrinya tak henti mengeluh dan marah-marah. Anak-anaknya pun susah diatur dan membantah jika dinasihati. Lelaki ini pun meminta bimbingan Sang Imam. Imam Syafi’i pun menyuruhnya agar meminta kepada majikannya untuk mengurangi gajinya menjadi 4 dirham.

Karena menyadari bahwa kata-kata Sang Imam bukan sembarang petuah, dia ikuti juga meski tak masuk akal. Beberapa waktu kemudian dia menghadap Sang Imam dengan wajah yang tampak lebih cerah karena kesusahannya berkurang. Hidupnya yang dulunya sempit kini terasa pas-pasan, istri dan anaknya juga sudah lebih ‘mendingan’. Dia pun meminta petunjuk lagi kepada Imam Syafi’i. Imam Syafi’i ternyata masih menyuruhnya untuk mengurangi gajinya menjadi 3 dirham. Seperti sebelumnya, lelaki itu patuh meski petuah Sang Imam terasa lucu.

Beberapa waktu berselang dia kembali menghadap Imam Syafi’i dengan wajah berseri-seri. “Alhamdulillah ya Imam. Sejak gajiku hanya 3 dirham, justru rasanya hidup kami amat berlimpah. Semua keperluan terpenuhi. Bahkan kami bisa bersedekah. Istriku juga jadi begitu ramah dan penuh perhatian. Anak-anakku taat dan menyejukkan mata. Apa rahasia semua ini? Mengapa 5 dirham kurang, sedang 3 berlimpah?”

Imam Asy Safi’i rahimahullah menjawab dengan sebuah syair, “Dia kumpulkan yang haram pada yang halal untuk memperbanyak. Padahal jika yang haram merasuki yang halal maka ia akan merusak.”

 

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah...

Nasihat ini bukan diberikan kepada para majikan agar mengurangi gaji pegawainya, tetapi dikhususkan untuk para pegawai agar bisa menempatkan diri sesuai dengan kapasitasnya. Bekerja dengan maksimal agar gaji yang diterimanya pantas untuknya dan menjadikan berkah bagi diri dan keluarganya. Agar hak yang dia terima sesuai dengan kewajiban yang telah dia tunaikan. Lantas apa kewajiban majikan?  Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, Nabi saw bersabda,

أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

“Berikan kepada seorang pegawai upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih)

 

Jamaah Jumat yang berbahagia...

Hadis ini memberikan petunjuk dengan sangat terang dan jelas, bahwa di antara kewajiban majikan adalah memberikan gaji kepada pegawainya tepat waktu. Bersegera menunaikan hak pegawai setelah selesainya pekerjaan, atau sesuai kesepakatan kedua belah pihak tentang pemberian gaji. Tanpa ditunda-tunda. Juga tanpa dikurangi hak yang harus diterimanya. Sebagaimana sabda Nabi saw,

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

“Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezaliman.” (HR. Al-Bukhari no. 2400 dan Muslim no. 1564)

 

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah...

Demikian khutbah pertama ini. Semoga Allah SWT menjadikan kita orang-orang yang dapat menunaikan tanggungjawab dan kewajiban dengan baik sebagaimana yang diamanahkan. Aamiin...

 

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

Khutbah Kedua:

 

الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَافِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

 

Jamaah Jumat yang berbahagia...

Baik pegawai maupun majikan, keduanya sama-sama mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan yang disepakati di awal, atau yang sudah tertera dalam kontrak kerja. Kita semua harus memahami bahwa disamping berhak untuk mendapatkan apa yang menjadi hak kita, perlu juga kita ingat bahwa di waktu yang sama kita punya kewajiban yang harus ditunaikan.

 

Majikan yang hanya bisa menuntut kewajiban pegawai, sementara abai dan lalai dalam memberikan hak pegawainya, maka dia adalah majikan yang curang. Sebaliknya, pegawai yang hanya bisa menuntut haknya, tetapi ogah-ogahan dalam menjalankan pekerjaannya, maka dia terancam dengan ayat curang di atas. Harta yang dia dapatkan akan bercampur antara yang halal dan yang haram seperti nasihat Imam Syafi’i.

 

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah...

Semoga Allah SwT menjadikan kita sebagai majikan yang baik, begitu pula sebaliknya bagi para pegawai, semoga kita menjadi pegawai yang baik di mata Allah SwT. Keduanya wajib untuk selalu berjalan di atas jalan dan petunjuk Allah SwT dan Rasul-Nya. Demikian khutbah Jum’at kali ini. Marilah kita akhiri dengan doa.

 

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

 اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.

 اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً.

 اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

 رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

 سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

 

*) Dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 24/105 | 16-31 Desember 2020/1-16 Jumadal Ula 1442

Alur Pendaftaran Online SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo TP 2021/2022

Sukoharjo - SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo akan segera membuka penjaringan santri baru tahun pelajaran 2021/2022 mulai 10 November 2020 mendatang. Berikut kami informasikan alur pendaftaran online mulai dari pengisian formulir hingga daftar ulang



 

Segera Dibuka! Penjaringan Santri Baru TP 2021-2022


 

❓❔❓
Dibuka sebentar lagi

🏢 PROGRAM FULDAY SCHOOL
(NON ASRAMA/TIDAK MONDOK)
Tahun Pelajaran 2021/2022

📲📲📲
BANTU SHARE PADA YG LAIN, YA. SEMOGA BERMANFAAT...

Teladan Indah Keluarga Ibrahim


Oleh: M. Nasri Dini

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad,
Kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim,
Wabarik ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad,
Kama barakta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim...

Kalimat shalawat tersebut nampaknya sangat akrab di semua telinga kaum muslimin di seluruh dunia. Karena berkali-kali, setiap hari selepas mambaca tasyahud pasti lisan kita melantunkannya dalam shalat kita. Dan tampaknya kalimat tersebut juga tidak berlebihan. Bagaimana tidak? Karena saat kita membaca kembali kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bahkan hingga berulangkali, maka kita akan menemukan banyak hikmah yang dapat kita ambil didalamnya. Berbilang pelajaran yang akan kita petik dari keluarga Bapak para nabi tersebut. Tidak hanya dari pribadi Nabi Ibrahim ‘alaihis salam semata, tapi juga dari kedua istri beliau Sarah dan Hajar, termasuk juga dari putra beliau yang kelak menjadi Nabi, Ismail dan Ishak bin Ibrahim ‘alaihimas shalatu was salam.

Belajar dari Ibrahim
Saat kita menekuni lebih dalam kehidupan Ibrahim ‘alaihis salam, baik semasa muda sebelum beliau menjadi nabi maupun sesudah beliau diangkat oleh Allah ‘Azza Wa Jalla menjadi nabi dan rasul, maka kita akan menemukan banyak pelajaran berharga. Saat masih muda beliau dikenal dengan keistiqomahan dan keteguhannya dalam menjaga iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal yang sebenarnya sangat sulit dijalani saat itu. Karena mayoritas, bahkan semua masyarakat pada zamannya adalah para pembuat, penjual dan penyembah berhala. Tapi tidak bagi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau memilih tegak berdiri dalam kesendirian dengan berpegang teguh dalam ketauhidan, dalam pengesaan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Dari Ibrahim ‘alaihis salam pula kita akan belajar kecerdikan yang mengagumkan. Kecerdikan yang nampaknya sepele, hingga dapat mematahkan argumentasi lemah orang-orang kafir penyembah berhala. Seperti yang diceritakan dalam Alqur‘an.
Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu?" (Q.S. Al Anbiya [21] : 61-66)
Sama sekali bukan maksud Ibrahim ‘alaihis salam berbuat dosa dengan kedustaan pada kaumnya. Yaitu bahwa patung besarlah yang menghancurkan patung lainnya sebagaimana yang dijawabkan Ibrahim ‘alaihis salam pada mereka. Melainkan Ibrahim ‘alaihis salam semata ingin menyadarkan pikiran kaumnya bahwa patung-patung itu sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Berbicara, melihat, mendengar, bahkan mengusir lalat yang hinggap padanya, atau melawan saat ada tangan yang akan menyentuh dan menghancurkan mereka. Jikalau membela diri sendiri saja mereka sama sekali tidak mampu, apalagi jika harus memenuhi permintaan dari para penyembah dan pemujanya. Laa haulaa walaa quwwata illa billah...
Tentang argumentasi cerdas Ibrahim ‘alaihis salam ini Al-Qur‘an juga menceritakan dalam surat yang lain. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu (Namrudz) berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al Baqarah [2] : 258)
Selain keteguhan iman dan kecerdasan yang dimiliki Ibrahim ‘alaihis salam, kita juga akan menemukan tawakal yang besar dari Ibrahim ‘alaihis salam yang tersurat dalam doanya.
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim [14] : 37)
Saat kita membaca doa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam  tersebut seolah-olah kita melihat hal yang bertentangan dan sama sekali tidak masuk dalam keterbatasan akal manusia. Meninggalkan keluarganya di ‘lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman’ tapi memohon pula ‘beri rezkilah mereka dari buah-buahan’. Inilah kepasrahan dan tawakal sejati Ibrahim ‘alaihis salam. Kalau kita mendengar doa ini sekarang, mungkin kita akan menganggap doa ini tidak masuk akal. “Sudah tahu tidak ada tanaman kok minta buah-buahan,” begitu mungkin pikiran kita. Tapi Ibrahim ‘alaihis salam telah membuktikan bahwa harapannya yang besar pada Allah Tabaraka wa Ta’ala tersebut bukanlah harapan kosong dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawab semua doa Ibrahim ‘alaihis salam. Memberikan segala macam buah-buahan bahkan sampai ke anak dan cucunya hingga sekarang.

Belajar dari Sarah
Dari Sarah istri Ibrahim ‘alaihis salam kita belajar berbagi, mengikhlaskan saat suaminya menikah dengan perempuan lain. Darinya pula kita belajar bersabar karena sebagaimana kita tahu, Sarah baru dikaruniai putra di usia senja, 99 tahun. Memang tidak ada yang mustahil saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah berkehendak, meski dalam pikiran manusia hal itu tak mungkin terjadi.
“...dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak).” (Q.S. Adz Dzariyat [51] : 28)
Kabar gembira yang ternyata justru membuat Sarah tidak percaya, sampai-sampai harus memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata berkata: "(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul." (Q.S. Adz Dzariyat [51] : 29)
Menanggapi keraguan Sarah tersebut Allah Subhanahu Wa Ta’ala pun secara tegas menjawab dalam ayat selanjutnya, "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan" Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Adz Dzariyat [51] : 30)

Belajar dari Hajar
Dari Hajar, istri kedua Ibrahim ‘alaihis salam selain tentang kesabaran dan kerelaan saat ditinggal oleh Ibrahim ‘alaihis salam di padang tandus sebagaimana digambarkan dalam surat Ibrahim [14] ayat 37 diatas. Kita juga akan belajar tentang bekerja keras, ikhtiar yang tiada henti meski secara akal seakan kita tak mungkin meraihnya. Bagaimana bisa dibilang masuk akal jika Hajar hanya mondar-mandir berlari dari Shafa dan Marwa sedangkan dari awal dia sudah tahu ditempat tersebut tidak ada air?! Kenapa tidak mencoba berlari ketempat lain agar menjumpai air disana.
Itulah kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan usaha yang maksimal berulangkali dan berkali-kali berlari, justu Hajar pada akhirnya menemukan air dari kaki anaknya, Ismail yang menendang-nendang tanah. Dan darinya kemudian kita mengenal air zam-zam. Sungguh akan berbeda ceritanya jika Hajar hanya berpangku tangan saja tanpa berusaha dan bekerja keras. Bahkan jika Hajar hanya duduk bersimpuh menegadah lemah pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja. Tapi nyatanya tidak demikian.

Belajar dari Ismail
Ismail bin Ibrahim ‘alaihis salam juga memberikan pelajaran tentang kesabaran kepada kita seperti yang diceritakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai berikut:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Q.S. Ash Shaffat [37] : 102)
Karena kesabaran Ismail ‘alaihis salam tersebut maka kita menjumpai syariat qurban. DigantiNYA Ismail ‘alaihis salam dengan binatang sembelihan.
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (Q.S. Ash Shaffat [37] : 103-107)

Salaamun ‘alaa Ibrahim
Sungguh benar dan teramat pantas adanya saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan bahwa,“Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." (Q.S. Ash Shaffat [37] : 108). Hal ini tidak lain karena Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarganya telah memberikan segalanya pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kesabaran, keistiqomahan, keikhlasan yang benar-benar ikhlas pada Allah ‘Azza wa Jalla semata. Maka dalam sholat kita setiap hari pun, setelah bershalawat pada baginda Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, kemudian selalu Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarganya menjadi bagian dari lantunan doa kita umat Islam di seluruh dunia, “Kesejahteraan dan keberkahan dilimpahkan atas Ibrahim dan atas keluarga Ibrahim.” Wallahul musta’an

Ber-Muhammadiyah: Berorganisasi dalam Amal Islami


Oleh: Muhammad Nasri Dini

 

Muhammadiyah baru saja selesai menggelar hajatan terbesar lima tahunan berupa Muktamar ke-47 di Makassar. Dari hajatan tersebut telah dipilih para pimpinan baru yang diberi amanah untuk menahkodai berlayarnya kapal besar yang berusia lebih dari 100 tahun ini. Selepas Muktamar, beberapa Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) juga sudah atau akan melaksanakan Musyawarah Wilayah (Muswil) di propinsi masing-masing. Pada organisasi otonom (ortom), Pemuda Muhammadiyah (dimana penulis aktif) bahkan sudah pada tahap Musyawarah Daerah (Musda) yang akan disusul dengan Musyawarah Cabang (Muscab) dan Musyawarah Ranting (Musran).

Tidak sembarangan orang dipilih untuk menjalankan amanat organisasi pada Muktamar atau permusyawaratan di bawahnya, baik di Muhammadiyah atau ortomnya. Mereka dipilih karena dipercaya punya kemampuan dan komitmen untuk menjalankan roda organisasi, sehingga dalam satu periode mampu melaksanakan program yang direncanakan.

Karenanya, siapa pun yang diberi amanat kepemimpinan pada posisi apapun, tidak boleh terlena atau meremehkan amanat itu. Nasihat Rasulullah dalam hal ini patut kita renungkan, “Kullukum ra‘in wa kullukum mas‘ulun ‘an ra‘iyatihi”. Setiap diri kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu. Bertanggungjawab di hadapan manusia dan di hadapan Allah Ta‘ala. Sekecil apapun lingkup kepemimpinannya.

Agaknya perlu kita renungkan pula nasihat berharga dari Buya H. Risman Muchtar, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah periode 2015-2020. Seperti diceritakan dalam status facebook pribadi beliau bahwa beberapa saat setelah muktamar yang lalu, ada yang bertanya kepada beliau, “Setelah muktamar ini, nanti Anda jadi apa di Muhammadiyah?”

Jawaban Buya Risman tampaknya bisa kita ambil ibrahnya sebagai warga biasa maupun pimpinan di Muhammadiyah. “Di Muhammadiyah tidak perlu jadi-jadian, jadi apapun asal ikhlas dan mau ambil bagian tanggung jawab, berjuang dan berkorban dalam gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar, insya Allah kita akan menjadi “muflihuun”, yaitu orang-orang yang sukses, di dunia berjaya dan di akhirat berbahagia. Di yaumil akhir nanti, tidak ada pertanyaan apa jabatan dan Kartu Muhammadiyah Anda nomor berapa. Akan tetapi yang pasti setiap kita adalah pemimpin, setiap pemimpin akan diminta tanggungjawab dari kepemimpinannya. Setiap muslim adalah da‘i yang bertanggungjawab untuk melanjutkan tugas risalah dakwah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, apalagi sebagai orang yang mengaku pengikut Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam (Muhammadiyyuun), tentu akan ditanya apa yang telah kita lakukan untuk mendakwahkan Islam itu. Oleh karena itu apapun jabatan Anda, siapapun Anda dan di manapun Anda berada, termasuk saya, mari kita ikhlaskan niat kita untuk berjihad di jalan Allah dengan cara ambil bagian tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dakwah.”

Muhammadiyah telah merumuskan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) pada Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta. Sebuah matan (teks) resmi persyarikatan yang mengatur norma-norma berperilaku dalam segala bidang kehidupan, termasuk pedoman dalam berorganisasi. Idealnya setiap warga persyarikatan yang diberi amanat sebagai anggota pimpinan dari Pusat hingga Ranting, bahkan di tingkat Jamaah berkewajiban mengkaji kembali PHIWM tersebut. Agar dari dalam dirinya dapat menghadirkan kekuatan ruhiyah dan ghirah (semangat) berorganisasi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Karena tentunya diperlukan komitmen yang kuat dari setiap anggota pimpinan sehingga pada akhirnya semangat dan komitmen tersebut dapat menjalar kepada warga Muhammadiyah pada umumnya.

Ada 16 poin yang tercantum dalam PHIWM khusus berkaitan dengan pedoman untuk berorganisasi secara Islami. Selengkapnya akan dijelaskan dalam pemaparan berikut ini.

Pertama, Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat umat yang didirikan dan dirintis oleh KH. Ahmad Dahlan untuk kepentingan menjunjung tinggi dan menegakkan Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, karena itu menjadi tanggungjawab seluruh warga dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di berbagai tingkatan dan bagian untuk benar-benar menjadikan organisasi (Persyarikatan) ini sebagai gerakan dakwah Islam yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan.

Kedua, Setiap anggota, kader dan pimpinan Muhammadiyah berkewajiban memelihara, melangsungkan dan menyempurnakan gerak dan langkah Persyarikatan dengan penuh komitmen yang istiqamah, kepribadian yang mulia (shidiq, amanah, tabligh dan fathanah), wawasan pemikiran dan visi yang luas, keahlian yang tinggi dan amaliah yang unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang benar-benar menjadi rahmatan lil `alamin.

Poin pertama dan kedua ini menasihatkan kepada kita untuk senantiasa profesional dalam menjalankan roda organisasi. Dalam artian memaksimalkan potensi berbeda-beda yang dimiliki oleh masing-masing warga persyarikatan. Jangan sampai komponen organisasi satu dengan yang lainnya (misal antar majelis, antar ortom atau antar AUM) justru melakukan persaingan tidak sehat dan saling menjatuhkan. Karena pada hakikatnya, semuanya ada untuk saling melengkapi agar tercipta harmonisasi organisasi.

Ketiga, Dalam menyelesaikan masalah-masalah dan konflik-konflik yang timbul di Persyarikatan hendaknya mengutamakan musyawarah dan mengacu pada peraturan-peraturan organisasi yang memberikan kemaslahatan dan kebaikan seraya dijauhkan tindakan-tindakan anggota pimpinan yang tidak terpuji dan dapat merugikan kepentingan Persyarikatan.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala yang artinya: “...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran [3]: 159)

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy Syura [42]: 38)

Keempat, Menggairahkan ruh al Islam dan ruh al jihad dalam seluruh gerakan Persyarikatan dan suasana di lingkungan Persyarikatan sehingga Muhammadiyah benar-benar tampil sebagai gerakan Islam yang istiqamah dan memiliki ghirah yang tinggi dalam mengamalkan Islam.

Kelima, Setiap anggota pimpinan Persyarikatan hendaknya menunjukkan keteladanan dalam bertutur-kata dan bertingkahlaku, beramal dan berjuang, disiplin dan tanggungjawab, dan memiliki kemauan untuk belajar dalam segala lapangan kehidupan yang diperlukan.

Keenam, Dalam lingkungan Persyarikatan hendaknya dikembangkan disiplin tepat waktu baik dalam menyelenggarakan rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang selama ini menjadi ciri khas dari etos kerja dan disiplin Muhammadiyah.

Dari tiga poin di atas dapat kita simpulkan bahwa seorang warga Muhammadiyah dituntut untuk selalu istiqamah dengan ruh al Islam dan ruh al Jihad, konsisten dan komitmen dalam mengamalkan Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan generasi awal Islam dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in (salafush shalih) radhiallahu ‘anhum. Termasuk berdisiplin dan memiliki etos kerja Islami dalam berorganisasi. Sehingga dirinya secara pribadi akan menjadi teladan dalam segala aspek kehidupan dan Muhammadiyah pun akan menjadi gerakan Islam yang dapat diteladani oleh gerakan-gerakan Islam yang lain.

Ketujuh, Dalam acara-acara rapat dan pertemuan-pertemuan di lingkungan persyarikatan hendaknya ditumbuhkan kembali pengajian-pengajian singkat (seperti kuliah tujuh menit-kultum) dan selalu mengindahkan waktu shalat dan menunaikan shalat jama'ah sehingga tumbuh gairah keberagamaan yang tinggi yang menjadi bangunan bagi pembentukan keshalihan dan ketaqwaan dalam mengelola Persyarikatan.

Kedelapan, Para pimpinan Muhammadiyah hendaknya gemar mengikuti dan menyelenggarakan kajian-kajian keislaman, memakmurkan masjid dan menggiatkan peribadahan sesuai ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi, dan amalan-amalan Islam lainnya.

Ada gejala yang terjadi di beberapa elemen persyarikatan, bahwa mereka lebih senang sibuk berorganisasi dan meninggalkan ruh-ruh Islam. Sehingga kegiatan organisasi lebih utama dan shalat pun terkadang harus ditunda. Kajian-kajian keislaman juga tak lagi digemari. Beberapa di antara mereka bahkan ada yang ‘alergi’ jika ada nasihat yang diambil dari Al-Qur’an dan Hadits. Padahal dua hal itu adalah ruh Muhammadiyah.

Kesembilan, Wajib menumbuhkan dan menggairahkan perilaku amanat dalam memimpin dan mengelola organisasi dengan segala urusannya, sehingga milik dan kepentingan Persyarikatan dapat dipelihara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan dakwah serta dapat dipertanggungjawabkan secara organisasi.

Kesepuluh, Setiap anggota Muhammadiyah lebih-lebih para pimpinannya hendaknya jangan mengejar-ngejar jabatan dalam Persyarikatan tetapi juga jangan menghindarkan diri manakala memperoleh amanat sehingga jabatan dan amanat merupakan sesuatu yang wajar sekaligus dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya, dan apabila tidak menjabat atau memegang amanat secara formal dalam organisasi maupun amal usaha hendaknya menunjukkan jiwa besar dan keikhlasan serta tidak terus berusaha untuk mempertahankan jabatan itu lebih-lebih dengan menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan akhlaq Islam.

Dari dua poin ini penulis punya kalimat hikmah yang pantas untuk direnungkan setiap warga apalagi pimpinan persyarikatan, “Amanah (jabatan) tidak dicari, tapi jika diberi maka tidak boleh lari”.

Kesebelas, Setiap anggota pimpinan Muhammadiyah hendaknya menjauhkan diri dari fitnah, sikap sombong, ananiyah (egoisme), dan perilaku-perilaku yang tercela lainnya yang mengakibatkan hilangnya simpati dan kemuliaan hidup yang seharusnya dijunjung tinggi sebagai pemimpin.

Seringkali budi pekerti yang baik memang lebih berharga daripada banyaknya ilmu agama yang dimiliki. Mengadaptasi pesan Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, hendaknya kita mengajarkan aqidah yang lurus kepada umat (orang awam) dan mengajarkan akhlaq pada ahli ilmu (para aktivis dakwah).

Keduabelas, Dalam setiap lingkungan Persyarikatan hendaknya dibudayakan tradisi membangun imamah dan ikatan jamaah serta jam'iyah sehingga Muhammadiyah dapat tumbuh dan berkembang sebagai kekuatan gerakan dakwah yang kokoh.

Ketigabelas, Dengan semangat tajdid hendaknya setiap anggota pimpinan Muhammadiyah memiliki jiwa pembaru dan jiwa dakwah yang tinggi sehingga dapat mengikuti dan memelopori kemajuan yang positif bagi kepentingan `izzul Islam wal muslimin (kejayaan Islam dan kaum muslimin) dan menjadi rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi alam semesta).

Keempatbelas, Setiap anggota pimpinan dan pengelola Persyarikatan di manapun berkiprah hendaknya bertanggungjawab dalam mengemban misi Muhammadiyah dengan penuh kesetiaan (komitmen yang istiqamah) dan kejujuran yang tinggi, serta menjauhkan diri dari berbangga diri (sombong dan ananiyah) manakala dapat mengukir kesuksesan karena keberhasilan dalam mengelola amal usaha Muhammadiyah pada hakikatnya karena dukungan semua pihak di dalam dan di luar Muhammadiyah dan lebih penting lagi karena pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Muhammadiyah adalah gerakan dakwah, maka sudah selayaknya semua yang bernaung di dalamnya berkomitmen terhadap dakwah. Tegas dalam aqidah namun santun dalam bermuamalah. Seimbang dalam menjaga purifikasi (pemurnian) dan dinamisasi (tajdid). Semuanya dijalankan dengan niat dan tujuan yang tulus, yaitu li i'lai kalimatillah, untuk menjunjung tinggi kalimat Allah. Bukan tujuan yang lain, apalagi bermaksiat kepada Allah.

Kelimabelas, Setiap anggota pimpinan maupun warga Persyarikatan hendaknya menjauhkan diri dari perbuatan taqlid, syirik, bid'ah, tahayul dan khurafat.

Muhammadiyah pada awalnya didirikan KH. Ahmad Dahlan salah satunya untuk memberantas taqlid (fanatik buta), syirik dan TBC (takhayul, bid’ah dan khurafat). Maka sebagai penerus dakwah beliau, sudah sepantasnya kita juga berkomitmen terhadap ajaran-ajaran beliau tersebut.

Ketujuhbelas, Pimpinan Persyarikatan harus menunjukkan akhlaq pribadi muslim dan mampu membina keluarga yang Islami.

Untuk mewujudkan masyarakat Islami, baldatun tayyibatun warabbun ghafur, harus dimulai dari hal yang kecil, pribadi, keluarga, lingkungan masyarakat sekitar, termasuk dalam profesi dan berorganisasi, hingga negara dan dunia dalam skala yang luas. Warga dan pimpinan persyarikatan sudah selayaknya meneladankan perilaku hidup Islami tersebut kepada kaum muslimin pada umumnya. Wallahu a’lam