
New
Artikel
Kolom Guru
Prestasi
Agenda Sekolah
Info Pendaftaran

Langkah Muhammadiyah 6: Menegakkan Keadilan
By: Imam Syuhodo TV on Maret 06, 2020 / comment : 0 Artikel
Muhammad Nasri Dini
Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
Sejak
berdiri pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau 12 November 1912 M, Muhammadiyah pernah
menetapkan beberapa khittah perjuangan yang dirumuskan berdasarkan tantangan
dan kebutuhan persyarikatan sesuai zamannya masing-masing. Khittah Muhammadiyah
pertama yang dicanangkan di bawah kepemimpinan KH. Mas Mansur (Ketua HB
Muhammadiyah 1937-1942) biasa dikenal dengan “12 Langkah Muhammadiyah (1938-1940)”.
Sebelumnya, Majalah Tabligh sudah membahas secara berurutan 5 di antaranya, yaitu:
(1) Memperdalam Masuknya Iman; (2) Memperluas Paham Agama; (3) Memperbuahkan
Budi Pekerti; dan (4) Menuntun Amalan Intiqad; dan (5) Menguatkan Persatuan.
Pada edisi kali ini, Majalah Tabligh akan akan
mengupas langkah keenam dari dua belas langkah yang digerakkan
persyarikatan, yaitu “Menegakkan Keadilan”.
Saat
penulis sekolah dulu, beberapa guru pernah menasihatkan kepada para muridnya
agar senantiasa berlaku dan berbuat adil dan jangan melakukan tindakan zalim.
Mereka mengatakan bahwa definisi adil secara singkat adalah, “menempatkan
sesuatu pada tempat yang seharusnya”. Mereka juga mengatakan bahwa lawan kata
adil adalah zalim, yang diartikan dengan kebalikan dari arti adil, yaitu, “menempatkan
sesuatu tidak pada tempat yang seharusnya.”
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil dijelaskan dengan “sama berat; tidak berat
sebelah; tidak memihak, berpihak kepada yang benar; berpegang pada
kebenaran; sepatutnya; tidak sewenang-wenang”. Dengan demikian, seseorang
disebut berlaku adil apabila ia tidak berat sebelah dalam menghukumi sesuatu,
tidak berpihak kepada salah satu kecuali kepada siapa saja yang berada di atas
kebenaran, sehingga seorang yang adil tidak akan berlaku sewenang-wenang dan
melakukan hal yang tidak sepatutnya.
KH.
Mas Mansur dalam Tafsir Langkah Muhammadiyah (hlm. 61) mengawali penjelasan
tentang langkah yang keenam ini dengan nasihatnya, “Hendaklah keadilan itu
dijalankan semestinya, walaupun akan mengenai badan sendiri, dan ketetapan yang
sudah seadil-adilnya itu harus dibela dan dipertahankan di mana saja.”
Beliau
mendasarkan pada firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ
عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ
إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ
فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ
وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرًا
“Wahai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa [4]: 135)
Ayat ini
menegaskan kepada kita bahwa sangat
penting bagi setiap manusia untuk selalu menegakkan keadilan dalam kehidupan
ini. Termasuk kepada orang yang tidak disukai pun, kita tetap dituntut untuk
berbuat adil dan tidak menzaliminya. KH. Mas Mansur juga menerangkan secara
singkat tuntunan yang muncul dari ayat ini dalam dua poin. Pertama, Hendaklah
kita mukminin, senantiasa menetapi dan menguatkan keadilan, meskipun akan
mengenai kepada diri-diri kita, atau kedua orang tua kita atau sanak saudara
kita sendiri. Kedua, Di dalam menegakkan keadilan, haruslah kita jangan
memandang kefamilian (yang biasa kita bela) atau kepada kekayaan (yang biasa kita
harap-harapkan) atau kepada kefakiran (yang biasa kita belas kasihani). (Tafsir
Langkah hlm. 62)
Adil
adalah satu karakter yang utama dan mulia yang dimiliki manusia. Sikap adil
menuntun manusia menjadi bijaksana dalam memutuskan suatu perkara. Apalagi bagi
seorang pemimpin atau hakim di peradilan, keadilan tentu saja adalah hal yang
mutlak dibutuhkan. KH. Mas Mansur berkata, “Di dalam menetapi keadilan itu,
kita harus memandang kepada perintah Allah SWT, yang sebenar-benarnya harus
kita junjung tinggi melebihi dari semua hal lainnya.” (Tafsir Langkah hlm. 62)
Beliau
melanjutkan, “Sesungguhnya firman Allah SWT yang memerintahkan kepada keadilan
itu tidak hanya satu atau dua ayat saja. Yang demikian itu menegaskan bahwa
keadilan itu adalah perkara yang harus kita junjung tinggi, harus kita
dahuluikan dan kita utamakan daripada yang selainnya. Dia harus kita pegang
teguh, kita jadikan pedoman di dalam hidup kita. Sebab hanya keadilan yang
dapat menyampaikan kemashlahatan dan kesempurnaan.” (Tafsir Langkah hlm. 63-64)
Karena
keutamaan dari berbuat adil ini pula Allah SWT memberikan balasan yang setimpal
kepada orang yang mampu berbuat adil. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ
الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ
الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا
“Sesungguhnya
orang-orang yang berlaku adil menurut pandangan Allah SWT, akan ditempatkan di
atas mimbar dari cahaya sisi kanan Tuhan Yang Maha Pengasih. Mereka itulah
orang-orang berlaku adil dalam keputusannya, di keluarganya, dan pada apa-apa
yang mereka pimpin (mereka tidak bergeser dari keadilannya).” (HR. Muslim)
Setelah
kita berbuat adil, kita juga harus menjauhi dengan sejauh-jauhnya dari
perbuatan zalim. Bahkan hakikat menegakkan keadilan otomatis berarti menjauhi
kebalikannya, yaitu sifat kezaliman dengan sejauh-jauhnya. Kezaliman itu
sendiri merupakan rangkaian kegelapan yang akan menggelapkan kehidupan manusia
di dunia dan akhirat. Karena adil juga merupakan salah satu dari nama-nama
Allah. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman:
يَا
عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ
مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا
“Wahai hambaKu, sesungguhnya Aku haramkan perbuatan zalim atas diriKu
dan Aku haramkan kezaliman di antara kalian. Maka itu, janganlah kalian saling
menzalimi.” (HR. Muslim, Hadits Arbain An Nawawi ke-24)
Tentang hadits ini Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad mengatakan, “Kezaliman
adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Allah SWT telah mengharamkan
kezaliman atas dirinya dan menghalanginya dari dirinya. Padahal Allah SWT itu
memiliki qudrah (kemampuan), namun tidak ada kezaliman dari Allah SWT
selamanya. Hal ini disebabkan kesempurnaan keadilan Allah SWT.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa secara umum,
“Zalim terbagi menjadi dua macam: pertama, kezaliman yang terkait dengan hak
Allah SWT; dan kedua, Kezaliman yang terkait dengan hak hamba.” Kezaliman
kepada Allah SWT ini bisa dilakukan dengan bermaksiat kepada-Nya, dan tingkatan
terbesarnya adalah berlaku syirik. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ
قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman
[31]: 13)
Sedangkan
kezaliman kepada sesama manusia dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan
macam, entah menzalimi kehormatannya, hartanya, jiwanya dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan
kalian, semuanya haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari ini, bulan
ini, di tanah kalian ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka
sebagai seorang muslim kita harus menjauhi sejauh jauhnya perbuatan zalim, baik
kepada sesama manusia, apalagi kezaliman kepada Allah SWT dengan selalu
memegang teguh keadilan pada diri kita masing-masing. Adil bagi pribadi muslim
sangatlah penting, apalagi jika dia seorang pemimpin umat dan pemimpin publik.
KH. Mas Mansur berkata, “Keadilan adalah suatu perkara yang harus dipegang
kuat-kuat, terutama oleh orang-orang yang memegang pimpinan, karena keadilan
itu dapat menguatkan kepercayaan atas kesetiaan orang yang dipimpin dengan
jalan pimpinannya. Sebaliknya kalau pimpinan itu tidak berpegang dengan keadilan
tentu hilanglah kepercayaan mereka yang ada di bawah pimpinannya.” (Tafsir
Langkah hlm. 64)
Terkhusus
kepada pimpinan persyarikatan KH. Mas Mansur juga menasihatkan tentang keadilan
ini dalam penutup penjelasan langkah keenam. Beliau berkata, “Kepada
pemimpin-pemimpin Muhammadiyah dan semua urusan-urusannya (majelis-majelisnya),
kami berseru: Hendaklah lengkah yang keenam ini supaya dipegang teguh dan diamalkam
dengan seksama serta sungguh-sungguh, dengan tidak meninggalkan hikmah atau
kebijaksanaan menurut tuntunan Al Qur’an dan Hadits. Dan segala putusan-putusan
yang sudah ditimbangkan dengan seadil-adilnya itu, haruslah selalu diperingati
dan dipegang kuat-kuat, jangan sampai berubah karena desas desus atau protes
dari pihak manapun.” (Tafsir Langkah hlm. 65). Wallahu a’lam
*)
Tulisan ini pernah dimuat di rubrik Sajian Khusus Majalah
Tabligh edisi No. 3/XVIII Rajab 1441/Maret 2020
Pendaftaran Gelombang 2 SMP Imam Syuhodo TP 2020/2021
By: SMP Imam Syuhodo on Maret 06, 2020 / comment : 0 Info Pendaftaran, New


SUBSCRIBE CHANNEL KAMI
Tentang Kami
Popular Post
-
Khutbah Pertama إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَا...
-
Muhammad Nasri Dini Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar di Indone...
-
Andika Rahmawan Guru SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Alhamdulillah, syukur ke hadirat Allah SWT, Rabb yang telah menurunkan Al-Qur’a...
Author
Popular
-
Oleh: Dr. Adian Husaini Peneliti INSISTS, Pendiri Pesantren at-Taqwa, Depok “Tatkala umur 15 tahun, saya simpati kepada Kyai Ahma...
-
INFORMASI PENDAFTARAN SANTRI BARU SMP MUHAMMADIYAH IMAM SYUHODO TAHUN PELAJARAN 2019 / 2020 PROGRAM PENDIDIKAN Fullday school ...
-
SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo membuka Penerimaan Santri Baru (PSB) tahun pelajaran 2020/2021 secara online. Program yang dibuka adalah ...
Comments