Muhammad Nasri Dini
Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
Beberapa
waktu lalu kita disuguhkan dengan kebrutalan berseragam penguasa. Di mana ada
enam orang muslim, tanpa alasan yang jelas, tanpa ada ketok palu putusan hakim
dalam persidangan, dibunuh dengan semena-mena. Meskipun bisa jadi enam orang
tersebut bukan keluarga kita, bukan tetangga kita, bukan pula teman kita, dan
kita tidak mengenalnya secara langsung, bukan juga satu organisasi dengan kita,
tapi kita patut prihatin dan bersedih dengan kematian mereka. Karena yang kita
ketahui mereka juga adalah orang muslim. Di kalangan komunitasnya, bahkan
mereka termasuk orang-orang yang dikenal sebagai pejuang.
Hal
ini kembali mengingatkan kita dengan ceramah salah satu da’i yang menyebut
dirinya pengikut salafush shalih beberapa tahun silam. Dalam ceramahnya dia
dengan menggebu-gebu mengatakan bahwa hukumnya boleh menumpahkan darah
demonstran. “Makanya nih di Islam, di syariat Islam, yang kayak begini, nasihatin,
peringatkan, bubar! Karena kalian mengganggu ketertiban dan mashlahat umum.
Masih nggak bubar. Bubar! Perintahkan lagi. Masih nggak mau. Bubar! Perintahkan
lagi. Nggak mau sampai tiga kali, tumpahin darahnya! Ini sampah masyarakat.
Tumpahin darahnya biar cepet! Khawarij kok. Bughat. Lumayan mengurangi
kepadatan penduduk di Jakarta. Tumpahin sampah ini.” Di kesempatan lain da’i
yang sama juga pernah menyebut bahwa para aparat itu adalah orang-orang yang
berjihad dengan apa yang telah mereka lakukan.
Da’i
lain ada juga yang menyebut bahwa membunuh teroris itu adalah ijtihad. Saat
berceramah di depan para petugas berseragam coklat, dia mendapatkan pertanyaan
tentang perintah membunuh teroris oleh Densus 88. Dalam jawabannya dia
mengatakan, “Pak Densus itu kan hanya melaksanakan tugas saja, mereka sudah
berusaha untuk mencari para teroris yang memang mereka itu tersangka berbuat
tindakan keonaran dan sebagai pelaku terorisme. Kalau mereka sudah berusaha
ternyata salah orang, mudah-mudahan Allah memaafkan mereka. Karena dalam Islam
saja pak, seseorang sudah berusaha ijtihad dan berusaha untuk mengetahui suatu
permasalahan kemudian salah, maka diberikan pahala satu. Kalau misalnya
orang-orang Densus itu sudah diperintahkan oleh pemerintah, kamu harus cari
para teroris itu, kemudian mereka sudah melaksanakan tugas, ternyata salah
orang qadarallah, gimana? Sementara sudah berusaha. Semoga Allah memaafkan.
Yang terpenting mereka sudah berusaha sekuat tenaga.”
Memang
setelah munculnya beberapa ceramah
tersebut, banyak ulama dan para tokoh yang masih lurus dari umat ini yang sudah
meluruskan dan membantah pendapat-pendapat nyeleneh tersebut. Namun tidak bisa
dipungkiri, ceramah dari da’i-da’i yang semacam ini mungkin saja dijadikan
sebagai legitimasi dan pengesahan oleh oknum-oknum aparat untuk menghabisi
nyawa pihak-pihak yang berseberangan dengan penguasa. Ceramah
ini seolah menjadi stempel syariat Islam bagi aparat untuk berbuat semena-mena.
Karena
disebut sebagai teroris, khawarij, pemberontak, bughat. Ironisnya, ceramah
provokatif yang pertama penulis sebutkan tadi juga disambut dengan tawa riuh
dari jamaah yang hadir dalam pengajian ustadz tersebut. Padahal dia telah
dengan mudahnya membolehkan untuk membunuh kaum muslimin yang dia sebut sebagai
khawarij.
Padahal
saat kita menengok kembali pada lembaran sirah nabawiyah, menjelang
diwafatkannya Rasulullah SAW oleh Allah SWT. Pada peristiwa Haji Wada’ beliau
pernah berpesan dengan pesan yang sangat penting untuk kita telaah kembali pada
akhir zaman ini. Bahwa setelah beliau menekankan kembali tentang masalah
ketauhidan dan masalah keikhlasan, perkara besar yang beliau pesankan dan
tekankan adalah tentang penjagaan terhadap hak-hak sesama muslim. Juga
peringatan keras beliau terhadap pelanggaran hak-hak sesama muslim. Baik itu
hak-hak yang berkaitan dengan darah, harta dan kehormatan seorang muslim.
Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, darah, harta, dan kehormatan kalian adalah
suci seperti sucinya hari ini (hari Arafah), seperti sucinya bulan ini (bulan
Dzulhijjah), dan seperti sucinya negeri ini (Makkah), hingga hari kalian
bertemu Rabb kalian.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Selayaknya
bagi setiap orang yang mengaku sebagai muslim, dalam posisi apapun dia, pejabat
atau rakyat biasa, aparat atau hanya masyarakat, untuk dapat merenungi pesan
dalam khutbah Rasulullah SAW tersebut. Termasuk juga para ulama, da’i, ustadz, mubaligh
dan tokoh-tokoh terkemuka di kalangan umat yang kata-katanya diikuti dan
menjadi panutan umat, wajib untuk meresapi pesan Nabi SAW ini. Di mana di dalam
khutbah ketika Haji Wada’ tersebut terdapat nasihat-nasihat beliau yang agung.
Sehingga kita akan menemukan bahwa beliau sangat menekankan pada perkara ini
dan betul-betul memperhatikan terhadap hal ini.
Dalam
pesan Rasulullah SAW ini, ada tiga hal yang harus dijaga dari sesama muslim,
yaitu: pertama: haramnya darah. Dalam penjelasan Nabi SAW yang agung
mengenai mulianya darah seorang muslim, terdapat larangan keras dari Nabi SAW
terhadap pembunuhan jiwa yang Allah SWT haramkan untuk membunuhnya kecuali dengan
hak. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS.
Al-Isra’[17]: 33)
Menumpahkan
darah kaum muslimin hanya diperbolehkan karena qisas, hukum rajam bagi pelaku
zina yang sudah menikah, atau karena seseorang keluar dari agama Islam
(murtad). Tentunya semua ini dilakukan setelah adanya putusan yang mengikat
dari hakim dan tidak dilakukan dengan semena-mena tanpa alasan yang jelas.
Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS. Al-Maidah
[5]: 32)
Di
antara dosa besar yang sangat diingkari oleh Allah SWT adalah dosa
karena membunuh
seorang muslim. Bahkan ia adalah dosa terbesar setelah syirik. Dan tidak ada
dosa yang begitu banyak dalil menjelaskan dahsyatnya ancamannya seperti dosa
membunuh. Allah SWT berfirman, “Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan
sengaja, maka balasannya ialah jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS.
An-Nisa’ [4]: 93)
Kedua,
haramnya harta.
Yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah masalah harta. Sesama kaum
muslimin harus saling menjaga harta saudaranya yang lain. Jangan sampai kita
merampas harta orang lain secara zalim. Jangan menipu atau berutang dengan niat
tidak membayar. Semua perbuatan ini juga terlarang sebagaimana terlarangnya
menumpahkan darah kaum muslimin. Sungguh,
merupakan kejadian yang benar-benar memalukan, jika ada seorang yang mengaku
muslim tapi memakan harta saudaranya muslim yang lain dengan cara yang zalim
dalam masalah perdagangan atau utang piutang hingga terjadi permusuhan di
antara mereka. Masalah ini bisa menjadi besar dan berbahaya. Semuanya berawal
hanya karena tidak dijaganya harta sesama muslim.
Haramnya
harta seorang muslim ini bahkan sampai-sampai disebutkan jika ada orang yang
hendak merampas harta yang kita miliki, maka harus kita pertahankan dengan
sekuat tenaga. Jika kita sampai gagal mempertahankannya dan bahkan harus mati di
tangan perampok atau begal tadi, maka kematian kita terhitung sebagai seorang yang mati dalam keadaan
syahid. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang dibunuh karena membela hartanya
maka ia syahid. Siapa yang dibunuh karena membela keluarganya maka ia syahid.
Siapa yang dibunuh karena membela darahnya atau karena membela agamanya, ia
syahid.” (HR. Abu Dawud dan An Nasa’i)
Ketiga,
haramnya kehormatan.
Jika dia seorang muslim, maka wajib untuk kita jaga kehormatannya. Dan haram
bagi kita untuk melecehkan keormatan seorang muslim dan menyebutnya dengan
sebutan-sebutan yang jelek. Tapi sangat disayangkan ada juga da’i panutan umat
yang dengan bangganya menjelek-jelekkan kehormatan umat Islam lain yang tidak
satu kelompok dengannya, atau berbeda pendapat dengannya. Sehingga
sebutan-sebutan khawarij,
teroris, anjing-anjing neraka, bughat, bisa dengan ringan ditujukan kepada saudara sesama
muslim. Di kesempatan lain bahkan pula seorang yang dikenal sebagai ustadz
menyebut nama ormas Islam dan diplesetkan menjadi nama yang jelek, FPI
disebutnya sebagai ‘Front Penghancur Islam’, Al Irsyad diselewengkan menjadi
‘Al Ifsad (pembuat kerusakan)’, dll.
Allah
SWT berfirman, “Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebahagian kalian menggunjing sebahagian yang lain.” (QS. Yusuf [12]:
87) Jika mencari-cari kesalahan saja dilarang oleh Allah SWT, apalagi jika
dengan terang-terangan menyebutkan kejelekan sesama muslim, apalagi jika
kejelekan itu sebenarnya tidak ada pada pihak yang dijelek-jelekkan. Hingga tak
mungkin dia tega menyebut orang-orang yang meninggal dalam aksi demo adalah
bangkai jahiliyah.
Sebagai
seorang yang mengaku sebagai muslim, hendaknya kita selalu memperhatikan tiga
perkara yang agung ini dan menjaganya dengan penjagaan yang sungguh-sungguh.
Kita harus menjaga agar darah kaum muslimin tidak tertumpah dengan cara yang
zalim. Begitu pula dengan harta dan kehormatan mereka. Darah, harta, dan
kehormatan kaum muslimin adalah suci, sebagaimana sucinya hari Arafah, sucinya
kota Makkah, dan sucinya bulan Dzulhijjah. Maka kita harus menjaga kemuliaan
darah, harta, dan kehormatan sesama muslim sebagaimana kita menjaga kemuliaan
hari Arafah, kota Makkah, dan bulan Dzulhijjah. Takutlah kita jika bertemu
Allah SWT di akhirat nanti dalam keadaan bersimbah dosa karena perbuatan
melanggar darah seorang muslim atau kehormatannya, juga hartanya. Karena
perkara tersebut tidaklah ringan di sisi Allah SWT. Wallahul Musta’an
*) Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Tabligh edisi No. 1/XIX Jumadil Awal 1442 H/Januari 2021 M
Tidak ada komentar: