Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Covid-19 dan Dinamika Gerakan Muhammadiyah


 

M. Nasri Dini

 

Bagi sebagian kalangan, mungkin saja tahun 2020 merupakan waktu yang sepertinya hilang dari kalender mereka. Hal ini karena hadirnya wabah corona virus disease 2019 (covid-19) yang merubah secara drastis semua aspek hidup mereka. Mulai dari aspek ekonomi, pendidikan, budaya, keamanan, bahkan tidak terkecuali menyangkut pula aspek keagamaan. Semua hal yang sudah diagendakan sejak awal dengan matang pun terpaksa harus di-reschedule, dibuat perencanaan ulang karena situasi darurat pandemi. Setelah datangnya masa-masa yang disebut dengan new normal atau kenormalan baru juga seakan masih sama saja, tidak ada yang terasa baru dan belum ada yang berjalan normal. Semua masih harus mengikuti aturan-aturan tertentu agar virus tidak semakin menyebar dan kematian yang diakibatkan karenanya tidak semakin bertambah.

Tidak terkecuali dengan Persyarikatan Muhammadiyah. Menghadapi pandemi yang hingga sekarang belum mereda ini Muhammadiyah terus menerus berupaya untuk memberikan solusi. Dinamika gerakan Muhammadiyah seperti mengalami ujian dalam menghadapi wabah covid-19 ini. Namun bukan Muhammadiyah jika tidak bisa menghadapinya. Di usianya yang sudah mencapai angka 108 dalam hitungan tahun miladiyah (18 November 1912 – 2020), Muhammadiyah selalu bisa membuktikan kematangan dirinya dengan tetap survive dan bisa menghadirkan solusi-solusi konkrit kepada masyarakat pada umumnya maupun warga Muhammadiyah pada khususnya. Bisa dikatakan, Muhammadiyah adalah salah satu gerakan yang terdepan dalam mendukung pemerintah untuk menghadapi wabah covid-19 ini.

Ada banyak sekali dinamika gerakan Muhammadiyah dalam masa pandemi ini, penulis akan menyampaikan beberapa di antaranya.

 

Dinamika Dakwah

Muhammadiyah adalah gerakan dakwah. Maka salah satu hal terpenting yang sempat ‘terguncang’ karena pandemi adalah terkait dengan gerakan dakwah, baik itu yang mencakup aspek metode, materi, maupun ijtihad dalam dakwah maupun fikih. Ketika awal-awal pandemi, masyarakat sempat syok. Karena seakan semua kegiatan dakwah dilarang. Pengajian, shalat jumat, shalat jamaah, semuanya tidak diperbolehkan. Orang-orang yang ‘bersumbu pendek’ pun banyak yang meramaikan medsos dengan pernyataan-pernyataan negatif. Seperti pro komunis, anti Islam, mazhab baru, dan lain sebagainya.

Tetapi tidak dengan Muhammadiyah. Dengan tenang Muhammadiyah menyiapkan solusi-solusi agar dakwah tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya, meskipun di tengah keterbatasan. Dari segi metode, Muhammadiyah menjadi salah satu pelopor dakwah jarak jauh di masa pandemi ini. Tidak hanya Majelis Tabligh PP Muhammadiyah saja yang bergerak, tapi berbagai majelis dan organisasi otonom (ortom) dari tingkat pusat hingga ranting bahkan juga amal usaha Muhammadiyah (AUM) berbondong-bondong mengaktifkan kembali youtube mereka. Media yang sebelumnya pernah dimiliki tapi mungkin tidak begitu terkelola dengan baik. Yang belum punya akun juga banyak yang membuat akun baru untuk dakwah. Aplikasi video converence seperti zoom dan yang lainnya juga menjadi familiar bagi warga persyarikatan. Facebook, instagram dan twitter pun menjadi media untuk posting dakwah visual secara rutin.

Masyarakat menjadi tersadar bahwa salah satu inti dari keberjalanan dakwah adalah sampainya materi dari da’i (penyampai dakwah) kepada mad’u (objek dakwah). Maka di masa pandemi ini justru bermunculan peluang-peluang dakwah yang dapat dikembangkan oleh persyarikatan maupun warganya. Dakwah tidak harus datang langsung ke masjid atau majelis taklim, tapi cukup di rumah saja. Kalaupun dibutuhkan tatap muka dan berinteraksi langsung, zoom juga bisa menjadi solusi. Meskipun secara ‘rasa’ mungkin saja akan berbeda, tapi substansi dakwah telah tersampaikan.

Dari segi materi, pandemi ini juga menyadarkan masyarakat bahwa ternyata Islam juga punya solusi untuk menghadapinya. Umat kembali diedukasi tentang takdir, juga pentingnya ihtiar dan tawakal. Di antaranya adalah sejarah tentang wabah amwas yang dihadapi oleh Abu Ubaidah bin Jarrah RA saat menjadi Gubernur Syam pada masa kekhalifahan Amirul Mukminin Umar bin Khatab RA. Kalimat Umar RA, “lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain” pun menjadi kalimat yang cukup familiar di era pandemi ini. Juga nasihat Rasulullah SAW, “ikat dulu untamu, baru bertawakal kepada Allah.” Masyarakat juga bisa mengenal kembali kitab berjudul Badzlul Maun fi Fadhli Thaun karya Imam Ibnu Hajar Al Asqalani yang didakwahkan oleh banyak ustadz dalam berbagai kesempatan. Baru-baru ini bahkan kitab tersebut sudah diterjemahkan oleh beberapa penerbit ke dalam bahasa Indonesia.

Selain itu, masyarakat juga disuguhkan dengan banyaknya dinamika ijtihad dalam dakwah, utamanya dalam hal pemahaman beragama atau fikih. Terkait shalat menggunakan masker, shalat berjamaah dengan shaf berjarak, shalat jumat di rumah, shalat ‘id di rumah, zakat untuk membantu penanganan covid, penyembelihan hewan qurban di era pandemi, fikih penanganan jenazah covid, hingga ijtihad-ijtihad fikih yang berkaitan dengan haji dan umrah. Artinya, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid selalu merespon dengan cepat permasalahan keagamaan yang dihadapi oleh masyarakat di era pandemi ini.

 

Dinamika Amal Usaha

Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi dengan amal usaha paling banyak di dunia. Mencakup amal usaha di bidang pendidikan, sosial, kesehatan, ekonomi, dan masih banyak yang lain. Pandemi ini memaksa Muhammadiyah untuk melakukan penataan ulang terhadap agenda-agenda amal usahanya yang tersebar di seluruh nusantara, bahkan di penjuru dunia. Yang paling terlihat, Muhammadiyah langsung membentuk tim khusus bernama Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC). Badan baru dalam Muhammadiyah yang anggotanya terdiri dari lintas majelis dan ortom ini dibentuk PP Muhammadiyah khusus untuk menangani dan mengantisipasi persebaran covid-19, termasuk memberikan rekomendasi-rekomendari terkait dengannya.

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) juga beberapa kali memberikan maklumat kepada sekolah dan madrasah, di antaranya agar penyelenggaraan pendidikan bisa dilakukan dengan tanpa tatap muka atau dalam jaringan (daring/online). Kampus-kampus Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) pun juga menggelar perkuliahan secara daring selama masa pandemi.

Lazis Muhammadiyah (Lazismu) dan ortom Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di berbagai tingkat tidak ketinggalan berperan dalam melewati pandemi. Maka hadirlah program-program solutif dan praktis seperti lumbung pangan, atau program ketahanan pangan yang lain. Kokam di berbagai daerah sejak awal pandemi rutin melaksanakan program penyemprotan desinfektan di fasilitas-fasilitas umum. Kokam Nasional mencanangkan program ketahanan pangan dengan menanam tanaman pangan, baik sayur, buah, dan yang lainnya di rumah masing-masing anggotanya. Terkait sekolah-sekolah Muhammadiyah yang kesulitan dalam menggaji gurunya, Lazismu juga mencoba untuk memberikan bantuannya, meskipun secara jumlah tidak bisa dikatakan banyaak, tetapi patut dipresiasi kepeduliannya.

Yang tidak kalah berperannya adalah rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah. Sejak awal pandemi, tidak kurang dari 80 RSM-A yang turut aktif menangani pasien covid-19. Data resmi website covid19.muhammadiyah.or.id menyebutkan lebih dari 7000 pasien telah ditangani oleh RSM-A di seluruh Indonesia.

 

Dinamika Organisasi

Tentu sudah diketahui oleh khalayak warga Muhammadiyah, bahwa salah satu langkah Muhammadiyah dalam menghadapi pandemi ini adalah dengan menunda berlangsungnya Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah. Muktamar ke-48 yang sedianya akan digelar pada 1-5 Juli 2020 di Surakarta tersebut akhirnya diurungkan karena pandemi belum mereda. Dampaknya, jabatan pimpinan Muhammadiyah dari pusat hingga ranting diperpanjang hingga digelarnya muktamar nanti. Muhammadiyah memilih untuk memberikan keteladanan pada masyarakat dengan menahan hajatan terbesarnya, karena keselamatan dan kesehatan masyarakat jauh lebih utama.

Muhammadiyah melalui maklumat resminya maupun pernyataan para tokohnya juga memberikan masukan kepada pemerintah untuk menunda diadakannya pilkada serentak 9 Desember 2020. Meskipun sangat disayangkan, pemerintah mengabaikan masukan Muhammadiyah dan memilih tetap menggelar pemilihan gubernur, walikota dan bupati tersebut.

 

Muhammadiyah dan Vaksin Covid-19

Yang terakhir, penulis ingin menyampaikan bahwa Muhammadiyah adalah salah satu elemen masyarakat yang mendukung program vaksinasi covid-19 yang digulirkan oleh pemerintah. Tentunya setelah semua kaidah keamanan, keefektifan, dan kehalalan vaksin terpenuhi sesuai standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Muhammadiyah berharap agar pemerintah menerapkan strategi komunikasi, edukasi, dan kampanye yang tepat terkait fungsi vaksin, serta memastikan proses monitoring dan evaluasi pascavaksinasi.

Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Kesehatan dr. H. Agus Taufiqurrahman, S.Ps, M.Kes menyampaikan bahwa Muhammadiyah dengan infrastruktur kesehatannya ikut menyukseskan vaksinasi untuk mengatasi pandemi Covid-19. Dokter Agus juga berpesan walaupun telah divaksinasi, masyarakat harus tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dalam penegakan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan 3T testing, tracing, treatment.

 

Penutup

Ustadz Dr. H. Syamsul Hidayat dalam tulisan beliau pada majalah ini edisi Januari 2021 mengatakan, bahwa musibah pandemi covid-19 benar-benar membuktikan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW. Bahwa bagi umat beriman, musibah pasti mendatangkan hikmah, karena musibah merupakan wujud kasih sayang Allah kepada umat beriman. Bahkan musibah yang dihadapi dengan kesabaran dan usaha akan menghadirkan pahala yang besar dari Allah. Wallahul musta’an

*) Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah Tabligh Edisi No. 02/XIX | Jumadil Akhir 1442 H/Februari 2021

Pandemi dalam Perspektif Ibnu Hajar Al Asqalani


 

“Buku ini membuktikan bahwa kaidah syariat Islam tidak bertentangan dengan keilmuan kesehatan, khususnya terkait pandemi. Buku ini juga memberikan panduan bagi kita bagaimana bersikap terhadap protokol kesehatan.” (Dr. Corona Rintawan, Wakil Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah)

 

Dunia belum juga mereda dari pandemi coronavirus disease 2019 (covid-19). Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten di seluruh negara di dunia, virus corona jenis baru yang berawal dari Wuhan China tersebut masih saja menyebar hingga kini. Yang terbaru, pemerintah berbagai negara melalui otoritas kesehatan masing-masing melangkah dengan program vaksinasi, tak terkecuali di Indonesia. Sejatinya wabah atau pandemi tidak hanya dapat ditemui di zaman modern sekarang ini, tapi dalam lintasan sejarah berbagai pandemi ternyata sudah berulang kali melanda umat manusia, baik dalam skala lokal, regional, maupun global.

Dalam catatan sejarah Islam para ulama pun juga sudah ada yang menulisnya di dalam kitab-kitab karya mereka. Di antaranya Syamsuddin Muhammad bin Ali Ash Shalihi dengan Tuhfan an Nujaba’ bi Ahkam ath Tha’un wa al Waba’ (Karya Agung Terbaik Mengenai Hukum Tha’un dan Wabah), Ibnu Najim dengan Risalah fi ath Tha’un wa al Waba’ (Risalah dalam Permasalahan Tha’un dan Wabah), Al Hattab ar Raniri al Maliki dengan ‘Umdah ar Rawin fi Ahkam ath Thawa’in (Referensi Para Rawi Masalah Tha’un), Zakariya al Anshari dengan Tuhfah ar Raghibin fi Bayan Amr ath Thawa’in (Karya Para Pencari ilmu dalam Menjelaskan Perkara Tha’un).

Salah satu kitab paling terkenal yang membahas tentang tha’un (wabah, penyakit menular atau pandemi) adalah karya Syaikhul Islam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani (1372-1449 M/773-852 H). Ulama salaf ahli hadis terkenal penulis kitab Fathul Bari Syarah Sahih Bukhari tersebut diketahui juga memiliki kitab berjudul Badzlul Ma’un fi Fadzlith Tha’un. Kitab yang baru-baru ini mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di antara judul terjemahannya adalah “Kitab Wabah & Taun dalam Islam” yang diterjemahkan oleh Fuad Syaifudin Nur dan diterbitkan oleh Turos Pustaka Jakarta pada Agustus 2020 yang lalu.

Konon, kitab ini disusun oleh Imam Ibnu Hajar karena banyak dari sahabat beliau yang meminta kepadanya untuk mengumpulkan hadis-hadis tentang tha’un dan menjelaskan kandungan makna hadis tersebut. Ibnu Hajar menulisnya dalam dua tahap, yang pertama yaitu pada tahun 819 H/1416 M, setelah sempat berhenti, kemudian dilanjutkan kembali hingga selesai pada tahun 833 H/1430 M. Beliau menyelesaikannya juga dalam masa pandemi di masanya. Bahkan sempat muncul bid’ah di tengah-tengah masyarakat berupa seruan untuk berdoa bersama dengan berkumpul di suatu tanah lapang seperti halnya shalat istisqa’. Hal yang dirasa baik oleh sebagian orang tetapi justru menjadi area efektif untuk penyebaran wabah. Korban di Kairo yang awalnya hanya 40an orang saja membengkak berkali lipat bahkan mencapai seribu orang. Selama pandemi pada masa itu, bahkan Ibnu Hajar juga kehilangan tiga putrinya yang meninggal karena wabah.

Kitab ini disusun oleh Al Hafizh dalam lima bab, diawali dengan mukadimah dan diakhiri dengan penutup. Bab pertama: permulaan tha’un, terdiri dari empat pasal. Bab kedua: definisi tha’un, terdiri dari sembilan pasal. Bab ketiga: penjelasan tentang tha’un sebagai gerbang kesyahidan, terdiri dari sepuluh pasal. Bab keempat: hukum keluar dari wilayah terjadinya tha’un dan hukum memasuki wilayah itu, terdiri dari empat pasal. Bab kelima: syariat yang perlu dilakukan setelah terjadinya tha’un, terdiri dari lima pasal. Dan pada penutup, Ibnu Hajar mencatat berbagai tha’un yang pernah terjadi pada masa Islam, terdiri dari satu pasal. Pada versi terjemahannya, penerbit juga menyertakan frequently asked questions (FAQ) atau tanya jawab seputar Covid-19.

Dalam bab pertama yang disajikan secara singkat oleh Imam Ibnu Hajar dijelaskan bahwa wabah adalah azab bagi orang kafir dan rahmat bagi orang-orang beriman. Di antara dalil yang beliau ketengahkan adalah hadis dalam Sahih al Bukhari yang diriwatkan oleh Aisyah RA, “Itu (tha’un) adalah azab yang Allah kirimkan kepada siapa pun yang Dia kehendaki, dan Dia menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang mukmin.” (HR. Al Bukhari)

Pada bab selanjutnya, Al Hafizh menjelaskan secara panjang lebar definisi tha’un. Mulai dari asal kata tha’un hingga doa-doa yang bisa dipanjatkan untuk membentengi diri dari tha’un. Banyak pendapat ulama yang dicantumkan oleh Ibnu Hajar sebelum menyimpulkan tentang definisi tha’un menurut beliau. Intinya, tha’un adalah penyakit yang menyerang banyak orang di banyak tempat dalam satu waktu dan berbeda dari penyakit yang biasanya, di antara penyakit itu dapat menyebabkan banyak kematian. Dalam satu pasal di bab kedua ini, Ibnu Hajar juga menjelaskan bahwa tha’un bisa jadi berbeda dengan wabah pada umumnya. Menurut beliau, makna tha’un lebih sempit dari sekedar wabah pada umumnya. Kalau wabah bisa dimaknai secara umum sebagai penyakit yang menyerang banyak orang, sedangkan dalam tha’un ada aspek ‘serangan jin’ di dalamnya. Artinya, tha’un tidak sekedar berbentuk penyakit fisik semata, setapi juga menyerang secara batin.

Selanjutnya pada bab ketiga Imam Ibnu Hajar menyampaikan banyak hadis opitimisme. Yaitu hadis-hadis yang menerangkan bahwa tha’un adalah gerbang kesyahidan. Bahwa syahid tidak selalu diraih dalam pertempuran atau jihad fi sabilillah saja, tetapi juga dari tha’un. Di antaranya hadis, “Para syuhada ada lima: orang yang mati terkena tha’un, orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati tertimpa bangunan, dan orang yang mati di jalan Allah.” (HR. Al Bukhari)

Karantina mungkin istilah modern yang tepat untuk menggambarkan bab keempat. Bahwa saat wabah melanda, penduduk yang terkena wabah dilarang untuk keluar dan penduduk dari luar dilarang untuk masuk. Ini seperti sabda Rasulullah yang dikatakan oleh Abdurrrahman bin Auf RA kepada Amirul Mukminin Umar bin Khatab RA saat akan memasuki Syam padahal tengah dilanda pandemi. “Apabila kalian mendengar itu terjadi di suatu tempat, maka janganlah kalian datangi tempat itu, dan apabila itu terjadi di suatu tempat yang kalian sedang berada di situ, maka janganlah kalian keluar untuk melarikan diri darinya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Lalu apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim jika wabah melanda? Ibnu Hajar menjawabnya dalam bab kelima. Yang pertama tentu saja adalah berdoa dan menyandarkan semuanya kepada Allah. Sabar dan husnuzan pada-Nya adalah salah satu kunci untuk poin ini. Setelah itu tetap wajib untuk berihtiar secara manusiawi agar wabah tersebut bisa segara hilang. Di antaranya dengan berobat dan menjaga diri dari hal-hal yang disarankan oleh tabib (dokter). Karena berkenaan dengan kesehatan, maka yang lebih berkompeten adalah dokter dan para ahli di bidang medis.

Pada penutup Al Hafizh Ibnu Hajar menyampaikan 4 tha’un besar yang pernah melanda sebelum atau pada masa beliau. Di antaranya: (1) Tha’un Syirawaih, terjadi di Madain pada masa Rasulullah SAW; (2) Tha’un Amwas, terjadi pada masa Umar bin Khatab RA; (3) Tha’un Jarif, terjadi pada tahun 69 H/689 M; dan (4) Tha’un Fatayat, terjadi pada tahun 87 H/706 M. Selain keempat tha’un besar tersebut, masih ada beberapa tha’un yang tidak sebesar 4 tha’un tersebut.

Buku ini diklaim oleh penerbitnya sebagai buku terjemahan pertama dalam bahasa Indonesia atas kitab Badzlul Ma’un karya Syaikhul Islam Ibnu Hajar. Salah satu keistimewaan buku terjemahan ini adalah diterbitkan bertepatan dengan masa-masa wabah covid-19 melanda Indonesia bahkan dunia. Meskipun sudah ditulis sejak 590 tahun yang lalu, tapi buku ini menjadi lebih terasa spesial untuk dibaca karena aktualnya. Sehingga pembaca bisa mengetahui bagaimana dahulu umat Islam menghadapi pandemi dan apa saja pelajaran yang bisa diambil sekarang.

Edisi terjemahan ini pun mendapatkan banyak sambutan dari para tokoh nasional. Di antaranya Wakil Presiden RI KH. Ma’ruf Amin. Beliau mengatakan bahwa buku ini penting untuk dibaca karena banyak ilmu dan pengalaman umat Islam terdahulu yang dapat dipetik. Misalnya tentang protokol jaga jarak, aturan tidak boleh keluar masuk daerah wabah, dan tata cara perilaku hidup sehat.

Jubir Pemerintah untuk Covid-19 Ahmad Yurianto juga menyampaikan endorsement-nya untuk buku ini. “Penulis adalah ulama sekaligus penyintas dalam pandemi abad ke-15. Bila kita baca buku ini, jelaslah bahwa sains ternyata masih satu tarikan napas dengan dogma Islam dalam konteks pandemi. Dan keduanya secara solutif telah mengambil bagian integral yang saling melengkapi dalam menghadapi pandemi covid-19 ini.”

Selain dua tokoh di atas, ada juga komentar dari Dr. Corona Rintawan (Wakil Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah), Prof. Dr. Oman Fathurrahman, M.Hum (Pakar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Dr. H. Zainut Tauhid Sa’adi (Wakil Menteri Agama RI), Dr. M. Makky Zamzami, MARS (Ketua Satgas Covid-19 PBNU), Dr. Adnin Armas, M.A (Pimpinan Redaksi Majalah Gontor), Ahmad Mukafi Niam (Pimpinan Redaksi NU Online), Erdy Nasrul (Wartawan Republika), dan TB Arie Rukmantara (Sejarawan Pandemi Indonesia). [M. Nasri Dini]

 

*) Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Tabligh Edisi No. 02/XIX | Jumadil Akhir 1442 H/Februari 2021 M

SMP Imam Syuhodo Salurkan Dana Peduli Bencana Melalui Lazismu


Sukoharjo - SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo menyetorkan hasil penggalangan dana peduli bencana kepada Kantor Layanan Lazismu Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Blimbing. Penyetoran diterima oleh petugas Lazismu Cabang Blimbing, Muhammad Iqbal di komplek sekolah, Jumat (5/2/2021). Dana yang disetorkan kali ini berjumlah Rp. 5.385.000,-.

Wakil Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Muhammad Fatkhul Hajri, S.Pd menerangkan bahwa ini merupakan hasil penggalangan dana yang dilakukan oleh sekolah beberapa waktu lalu.

"Dana ini didapatkan dari para santri, orang tua/wali santri, serta asatidzah dan karyawan SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo," tambahnya.



Dirinya pun mengucapkan terima kasih kepada segenap keluarga besar sekolah yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk membantu para korban bencana di Indonesia.

Fatkhul Hajri juga mengatakan bahwa PCM Blimbing melalui Lazismu sampai sekarang juga masih terus melakukan penggalangan dana dalam rangka peduli bencana di Indonesia.

"Maka bagi siapa saja yang masih berkenan untuk memberikan bantuan dana peduli bencana, bisa dititipkan di bagian keuangan sekolah untuk selanjutnya akan kami setorkan melalui Lazismu Cabang Blimbing," pungkasnya.