Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

» » Membedah Mundurnya Waktu Subuh

 

“Buku ini sangat fenomenal. Hasil kajian yang hampir setebal 400 halaman ini bukan saja sangat komprehensif, tapi betul-betul second to note karena kebanyakan ahli syariah hanya banyak berkomentar, tapi tidak ada hasil kerjanya.” (Prof. Dr. H. Tono Saksono, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)

 

Akhir tahun 2020 yang lalu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menggelar Musyawarah Nasional (Munas) ke XXXI. Di antara keputusan dalam Munas tersebut adalah tentang kriteria awal waktu subuh. Dalam Tanfidz Munas yang diterbitkan akhir Maret 2021 lalu dijelaskan, kalau awal waktu subuh yang berjalan sebelumnya di Indonesia adalah minus 20 derajat dari ketinggian matahari, maka Munas Tarjih setelah melalui kajian yang mendalam menetapkan bahwa ketinggian matahari awal waktu subuh diubah (dimundurkan) menjadi minus 18 derajat di ufuk bagian timur. Jika dikonversikan ke dalam menit, 1 derajat adalah 4 menit, maka 2 derajat berarti waktu subuh kita bertambah 8 menit dari waktu yang sebelumnya berlaku.

Ternyata kajian tentang polemik awal waktu subuh ini sudah berjalan cukup lama. Di Indonesia, Ustadz Agus Hasan Bashori sudah memeloporinya bersama gurunya, Syaikh Mamduh Farhan Al Buhairi sejak tahun 2009. Bahkan Ustadz Agus Hasan tidak berhenti berkampanye tentang waktu subuh hingga saat ini. Hingga terbitlah buku berjudul “WAKTU SUBUH, Secara Syar’i, Astronomi dan Empiris Edisi Revisi” pada awal 2021 ini. Perjuangan beliau mensosialisasikan waktu subuh ini bahkan sudah pernah disampaikan pada pihak-pihak terkait. Antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Menteri Agama, Ketua MPR RI, dan beberapa ulama di Malaysia.

Buku yang ditulis Dr. KH. Agus Hasan Bashori, Lc, M.A dan dibantu oleh KH. M. Syu’aib Al Faiz, Lc, M.Si ini diklaim paling lengkap oleh penerbitnya. Karena bahannya ditulis sejak tahun 2009 hingga tahun 2020 dengan menggunakan hampir semua pendekatan, yaitu: syar’i, fiqhi, ifta’i, historis, astronomis, empiris dan dialogis. Bahkan secara saintis dan teknologi, penulis juga merujuk kepada penelitian waktu subuh yang dilakukan oleh Prof. Dr. Tono Saksono dan Tim ISRN (Islamic Science Research Network) dari UHAMKA yang bergerak mulai tahun 2016.

Buku yang diterbitkan oleh YBM (Yayasan Bina Al Mujtama’) Malang ini disusun dalam tujuh bab dengan sub-sub babnya. Bab I: Pendahuluan, Polemik Waktu Subuh di Indonesia dan Dunia, Bab II: Perhatian Ulama Terhadap Fajar Shadiq, Bab III: Fajar Shadiq yang Dimaksud dalam Al Qur’an dan As Sunnah, Bab IV: Jawaban atas Syubhat-Syubhat Seputar Koreksi Waktu Subuh, Bab V: Perkembangan dan Harapan, Bab VI: Iqamah Shalat Subuh Harus Mundur, dan Bab VII: Penutup. Hasil Munas Majelis Tarjih juga dikemukakan penulis pada Bab V poin F dengan judul “Munas Tarjih Muhammadiyah ke-31 Mengoreksi Waktu Subuh” (hlm 320-321). Selain itu, buku ini juga semakin lengkap dengan melampirkan foto-foto fajar kadzib dan fajar shadiq dari berbagai wilayah di Indonesia.

Buku ini menjadi semakin menarik karena diberi pengantar oleh para tokoh terkemuka, di antaranya Prof. Dr. H. Tono Saksono (Ketua Tim Islamic Science Research Network (ISRN) UHAMKA dan Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah), Prof. Dr. KH. Ahmad Zahro, M.A Alhafizh (Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Pakar Fikih Kontemporer), AR. Sugeng Riyadi, S.Pd, M.Ud (Anggota Tim Falakiyah Kemenag RI, Anggota International Astronomical Center (IAC)), KH. Yusuf Usman Baisa, Lc (Wakil Ketua DPP Perhimpunan Al Irsyad), dan KH. Aslam Muhsin Abidin, Lc (Ketua Perkumpulan Lembaga Dakwah dan Pendidkan Islam Indonesia (PULDAPII)). [M. Nasri Dini]

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply