New
Artikel
Kolom Guru
Prestasi
Agenda Sekolah
Info Pendaftaran
PPTQ SMP Imam Syuhodo Gelar Setoran Tahfihz 1 Juz Sekali Duduk
By: SMP Imam Syuhodo on Oktober 25, 2022 / comment : 0 Agenda Sekolah, Berita, New
.jpeg)
Sukoharjo
– Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an SMP Muhammadiyah
Imam Syuhodo menggelar Tasmi’ Juz’iyyah terbuka 1 juz sekali duduk untuk
menguji kualitas hafalan Al-Qur’an para santri.
“Kegiatan
berlangsung di kompleks PPTQM Imam Syuhodo, alhamdulillah dapat berjalan secara
hikmat dan lancar,” ungkap kepala kepengasuhan Ustadz Muhammad Fikri Ath Thoriq.
Acara tersebut
ditayangkan secara live streaming melalui channel youtube resmi Imam Syuhodo TV.
Menurut Ustadz Fikri setoran tahfizh kali ini diikuti oleh seorang santriwati
kelas 7 asal Sukoharjo bernama Faizah Fathin Zahratul Jannah binti Andyanto.
Alhamdulillah
hari ini (Selasa, 25 Oktober 2022) santriwati Fathin telah berhasil dapat
menyelesaikan setoran hafalan Al Qur’an 1 Juz (juz 29) sekali duduk dengan
predikat jayyid jiddan,” tegasnya.
Ustadz
Fikri berharap bahwa santri harus istiqamah untuk mengulang hafalannya sehingga
semakin kuat kecintaan pada Al-Qur’an serta semakin semangat dalam
mengamalkannya.
Ia juga
menginformasikan bahwa Penerimaan Santri Baru PPTQM Imam Syuhodo Tahun
Pelajaran 2023/2024 gelombang 1 sudah dibuka sejak tanggal 1 November hingga 17
Desember 2022.
“Bagi masyarakat yang ingin memasukkan putra putrinya menjadi santri di PPTQM Imam Syuhodo baik untuk program fullday maupun boarding bisa mendaftar dengan langsung menuju lokasi PPTQM Imam Syuhodo yang berada di Jalan H. Muslih Wonorejo, Polokarto, Sukohajo, Jawa Tengah 57555. Adapun terkait dengan informasi selengkapnya dapat segera menghubungi call center kami di wa.me/6281225667820 atau meluncur ke situs resmi kami di https://www.smpmu-imamsyuhodo.com,” pungkasnya.
Brosur Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Imam Syuhodo 2023-2024
By: SMP Imam Syuhodo on Oktober 17, 2022 / comment : 0 Info Pendaftaran, New
Siswa SMP Imam Syuhodo Terima Sosialisasi Kesehatan Reproduksi dari Puskesmas
By: SMP Imam Syuhodo on Oktober 12, 2022 / comment : 0 Agenda Sekolah, Berita, New
.jpeg)
Sukoharjo - Kesehatan
reproduksi merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk dijaga, utamanya
saat memasuki usia remaja. Karena usia remaja merupakan saat yang terbaik untuk
menumbuhkan kebiasaan yang baik dalam menjaga kebersihan dan kesehatan diri,
yang dapat menjadi aset berharga untuk masa depan.
Dalam rangka
sosialisasi kepada masyarakat tentang urgensi pendidikan menjaga kesehatan reproduksi
kepada masyarakat, khususnya untuk para remaja, Puskesmas Kecamatan Polokarto
melaksanakan kunjungan ke SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo, pada Rabu (12/10/2022).
Kegiatan ini diikuti oleh siswa siswi kelas 7 dan kelas 8 SMP Muhammadiyah Imam
Syuhodo.
Petugas
Puskesmas Polokarto yang datang ke SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Ratna Sri
Sugiyatmi Tri Astiti yang juga sekaligus sebagai narasumber dalam kegiatan
tersebut memberikan materi Sosialisasi Kesehatan Reproduksi Remaja.
“Masa-masa remaja
sangat penting untuk menjaga kesehatan reproduksi, apalagi usia pelajar tingkat
SMP yang sedang memasuki fase remaja menjelang dewasa,” ungkapnya.
Selain tentang
kesehatan reproduksi remaja, petugas Puskesmas Polokarto juga menyampaikan
kepada para siswa-siswi SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo pengetahuan tentang
tanda-tanda pubertas, juga kesehatan dan keseimbangan gizi bagi remaja di usia
SMP. Termasuk mengajak para remaja usia SMP agar menjaga diri dari anemia, di
antaranya dengan mengkonsumi tablet FE, tablet mineral yang diperlukan oleh
tubuh untuk pembentukan sel darah merah atau hemoglobin.
Menanggapi kegiatan
sosialisasi Kesehatan Reproduksi Remaja dari Puskesmas Polokarto tersebut, penanggung
jawab UKS SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Yunika Putri Pratiwi, S.Pd sangat
berterima kasih dan mengapresiasi positif kegiatan tersebut. Dirinya juga
mengingatkan kepada para siswa dan siswi di sekolahnya akan pentingnya menjaga
kesehatan diri, khususnya kesehatan organ reproduksi.
“Jangan sampai kita
terperangkap pergaulan bebas. Karena selain melanggar aturan sekolah dan ajaran
agama, hal itu juga dapat menimbulkan PMS (penyakit menular seksual) yang dapat
merusak alat reproduksi wanita dan fungsinya,” pesannya.
Menjadikan Masjid Sebagai Amal Usaha Muhammadiyah
By: SMP Imam Syuhodo on Oktober 11, 2022 / comment : 0 Artikel, New
Muhammad Nasri Dini
Sekretaris Takmir Masjid Islamic Center
Muhammadiyah Blimbing, Sukoharjo
Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
Rasulullah SAW memulai perkaderan dakwahnya salah satunya dengan
membangun masjid. Adalah masjid Quba yang dibangun pertama kali oleh Rasulullah
SAW di Madinah. Jika menilik pada perjalanan awal dakwah KH. Ahmad Dahlan, yang
pertama beliau bangun saat itu sebelum mendirikan organisasi bernama
Muhammadiyah adalah juga masjid, atau dalam istilah beliau saat itu adalah
langgar (surau). Demikianlah begitu pentingnya masjid untuk meletakkan pondasi
dalam rangka membangun peradaban Islam, dalam rangka kaderisasi dakwah.
Karena pentingnya masjid tersebut lembaga pendidikan Islam klasik
termasuk di Indonesia juga menjadikan masjid sebagai unsur sentral yang harus
ada di dalamnya. Seperti halnya pesantren yang merupakan lembaga pendidikan
Islam tertua di Nusantara, sebagaimana dikatakan oleh Zamakhsyari Dhofier (2011)
dalam bukunya yang sangat popular “Tradisi Pesantren” mengatakan bahwa di
antara elemen dasar yang harus ada dalam tradisi pesantren adalah masjid. Di
samping beberapa elemen lain yaitu pondok (asrama), santri, pengajaran kitab
Islam klasik dan kiai.
Di Muhammadiyah sendiri sedekat pandangan penulis sempat ada
pergeseran pandangan warga bahkan pimpinan Muhammadiyah dalam melihat
pentingnya fungsi masjid ini. Para pengurus Muhammadiyah lebih fokus dan serius
saat mengarap amal usaha lain yang dianggap produktif, seperti sekolah,
universitas, rumah sakit, lembaga keuangan, dll. Berkebalikan dengan
Muhammadiyah yang relative abai dengan masjid, kelompok Islam yang lain justru
menyadari pentingnya masjid sebagai basis perkaderan generasi penerus mereka. Maka
pada kisaran tahun 2000an awal hingga saat ini masih sering kita dengar adanya
masjid yang awalnya dikelola oleh Muhammadiyah kemudian terpaksa harus bergeser
kepengurusan dan kepemilikan. Kemudian pada akhirnya dikelola oleh orang lain,
baik perlahan-lahan secara sukarela, terpaksa, bahkan ada yang memang direbut dengan
kasar secara paksa.
Mereka, orang-orang, kelompok, atau bahkan organisasi yang merebut
masjid yang jelas-jelas milik Muhammadiyah itu tentu salah, jelas salah, dan
pasti salah. Bukan maksud penulis untuk memberikan pembelaan kepada mereka.
Tapi tentu saja kesalahan tidak bisa semata-mata hanya dituduhkan kepada
mereka. Bahkan kesalahan pertama tentu saja adalah berasal dari kita, para pengurus
Muhammadiyah yang cenderung meremehkan urgensi masjid dan lebih memfokuskan
diri pada amal usaha lain yang mungkin lebih menjanjikan secara hasil
keduniaan.
Masjid Milik Allah
Mungkin ada di antara kita yang belum paham dan akan bertanya,
seperti pertanyaan: benarkah ada masjid milik Muhammadiyah? Bukankah masjid itu
milik umat/umum? Bukankah masjid itu milik Allah? Benar memang pada hakikatnya
masjid adalah milik Allah SWT, sebagaimana bisa dikatakan bahwa segala sesuatu
di dunia ini adalah milik Allah SWT. Tapi bukankah secara pengelolaan pasti ada
pemilik resminya?
Di antara pengurus Muhammadiyah yang cukup keras sikapnya dalam masalah
kepemilikan amal usaha masjid ini adalah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM)
Jawa Timur. Karena tidak mau amal usaha Muhammadiyah diambil oleh orang lain,
maka PWM Jatim merasa harus strength dalam kaitan ini. Ketua
PWM Jawa Timur Dr. KH. M. Saad Ibrahim, M.A dalam sebuah kesempatan mengatakan
bahwa salah jika ada yang punya dalil ‘masjid itu punya Allah, punya semuanya’.
Beliau menganalogikan sama dengan misalnya hotel yang pada hakikatnya adalah
milik Allah SWT, tapi bahwa bumi dan seisinya itu secara pengelolaan diserahkan
kepada manusia. Kiai Saad menjelaskan bahwa ada kepemilikan yang diberikan oleh
Allah SWT kepada manusia di muka bumi. Maka beliau menegaskan bahwa jika masjid
itu memang secara formal milik Muhammadiyah jangan dikatakan sebagai milik
Allah, karena memang pengelolaannya telah diserahkan pada Muhammadiyah. Kalau
berkaitan dengan istilah ‘milik semuanya’ dalam arti semua bisa menggunakan
menurut beliau silakan saja, kalau mau shalat di masjid Muhammadiyah, semuanya
boleh.
Masjid Milik Muhammadiyah
Di sini akan kami paparkan secara singkat, dan mungkin sebatas
pengetahuan yang kami miliki. Bagaimana sebenarnya sebuah masjid bisa dikatakan
sebagai masjid Muhammadiyah.
Pertama, Masjid
Muhammadiyah yang paling ideal adalah masjid yang tercakup unsur-unsur secara
lengkap meliputi: sertifikat wakaf atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
dikelola oleh takmir/DKM pengurus Muhammadiyah setempat, berada di tengah
lingkungan warga mayoritas Muhammadiyah, amalan ibadah dan kegiatannya pun
semuanya sesuai pemahaman Tarjih Muhammadiyah. Ini yang paling sempurna. Karenanya
jika ada yang bertanya maka akan dijawab dengan tegas bahwa masjid tersebut
adalah masjid Muhammadiyah.
Kedua, ada
masjid yang sertifikatnya belum atas nama Muhammadiyah, biasanya masih berdiri
di atas tanah inventaris pemerintah. Tapi pengurus, jamaah dan amalannya semua
sudah Muhammadiyah. Jika warga Muhammadiyah di tempat tersebut komitmen dalam
melakukan perkaderan, maka relative aman. Tapi jika mereka abai, maka sedikit
demi sedikit pasti akan mengalami pergeseran juga.
Ketiga, masjid
yang wakafnya sebenarnya sudah diserahkan pada Muhammadiyah, tapi oleh
pengurusnya belum diurus sertifikat atas nama Muhammadiyah. Takmir, jamaah dan
amalan sudah Muhammadiyah. Ini harus segera diselesaikan, karena jika orang
yang mewakafkan telah meninggal, maka bisa timbul masalah, bahkan bisa saja
terjadi wakaf tersebut diminta kembali oleh ahli warisnya.
Keempat, masjid
dengan wakaf kepada Muhammadiyah, pengurusnya sebagian besar Muhammadiyah, tapi
ada pula unsur non Muhammadiyah karena berada di lingkungan yang majemuk. Pada
beberapa kasus masjid dengan model ini yang pada akhirnya bisa diambil alih
oleh orang atau kelompok lain.
Kalau diklasifikasi pada daerah, cabang, dan ranting Muhammadiyah
secara nasional, mungkin akan didapati kriteria selain yang sudah disebutkan di
atas. Tapi jika diidentifikasikan, setidaknya ada beberapa hal urgen agar
masjid yang awalnya milik Muhammadiyah selamanya tetap menjadi masjid milik Muhammadiyah.
Pertama, kepemilikan
formal. Artinya secara hitam di atas putih, sertifikat masjid Muhammadiyah
harus benar-benar atas nama Persyarikatan Muhammadiyah. Jika perlu, di depan
masjid Muhammadiyah dipasang plang atau papan nama dengan tulisan “Masjid Milik
Muhammadiyah” atau yang semacam itu. Dilengkapi pula dengan mencantumkan nomor
sertifikat di bawahnya. Kemudian di serambi masjid Muhammadiyah tersebut juga
dipasang pigura sertifikat masjid yang tertulis di dalamnya bahwa wakaf tersebut
untuk Persyarikatan Muhammadiyah. Jika perlu juga terdapat prasasti peresmian masjid
yang ditandatangani oleh tokoh Muhammadiyah. Kami sempat melihat masjid-masjid
yang dikelola oleh saudara-saudara kita dari NU, banyak yang di serambi
masjidnya tertulis dengan jelas “Masjid ini Berorganisasi NU”. Hal baik ini
bisa untuk dicontoh oleh juga oleh pengurus takmir masjid Muhammadiyah.
Kedua, perkaderan.
Karena sertifikat adalah buatan manusia, maka tetap ada kemungkinan jika suatu
saat terjadi konflik, tidak menutup kemungkinan akan dimenangkan oleh orang
yang punya kekuasaan atau koneksi. Artinya, bisa saja masjid yang secara
sertifikat awalnya milik Muhammadiyah tersebut pada akhirnya berpindah
kepemilikan menjadi milik kelompok lain. Maka perkaderan menjadi unsur penting
yang mutlak dan tidak bisa tidak untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Tidak hanya mengkader pengurus takmir atau pengurus Muhammadiyah saja, tapi
juga hingga pada tahap mengkader jamaah. Dan yang tidak kalah penting adalah
mengkader ahli agama, entah disebut sebagai kiai, ustadz atau yang semacamnya yang
akan ‘menguasai’ mimbar masjid tersebut. Karena tidak sedikit masjid Muhammadiyah
berpindah kepemilikan diawali dari mimbar masjid yang diserahkan kepada orang
lain, karena pengurus masjid tidak memiliki kader Muhammadiyah yang mumpuni dan
kompeten untuk berbicara di mimbar.
Ketiga,
pengelolaan. Masjid Muhammadiyah seringkali langsung di bawah cabang (PCM) atau
ranting (PRM), ada juga sebagian kecil yang dikelola oleh PDM. Secara ekskutif
kegiatan-kegiatan di dalamnya dikelola oleh takmir/DKM. Pimpinan Muhammadiyah
perlu memberikan pembekalan kepada para pengelola masjid berkaitan dengan
pengelolaan masjid yang ideal. Bahkan secara tanggung jawab, mungkin masjid
Muhammadiyah bisa diserahkan pengelolaannya kepada salah satu majelis di
persyarikatan. Jika amal usaha sekolah/madrasah dikelola oleh Majelis
Dikdasmen, amal usaha rumah sakit dikelola oleh Majelis PKU, dan sebagainya. Rasa-rasanya
amal usaha masjid paling tepat jika diserahkan tanggung jawabnya pada Majelis
Tabligh. Agar masjid-masjid itu tidak berjalan sendiri-sendiri, tapi ada
koordinasi dari persyarikatan. Maka kemudian masjid ini bisa dikatakan sebagai
Amal Usaha Muhammadiyah di bawah Majelis Tabligh.
Keempat, jaringan.
Dalam hal jaringan takmir masjid ini, kita mungkin mengenal adanya DMI (Dewan Masjid
Indonesia), Nahdlatul ‘Ulama punya LTMNU (Lembaga Takmir Masjid Nadlatul ‘Ulama),
teman-teman salafi punya IMAS (Ikatan Masjid Ahlus Sunnah). Sebenarnya di Muhammadiyah
penulis pernah mendengar ada dibentuk BKMM (Badan Koordinasi Masjid
Muhammadiyah) yang diketuai oleh buya H. Risman Muchtar, S.Sos, M.Si. Tapi di
tingkat bawah penulis belum pernah melihat pembentukan apalagi pergerakan organisasi
serupa, baik di tingkat daerah, cabang, apalagi ranting. Padahal jaringan
masjid ini sangat penting keberadaannya. Agar satu masjid Muhammadiyah bisa
saling sharing dengan masjid Muhammadiyah yang lain berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan yang mungkin dimiliki dan tidak bisa diselesaikan
sendiri.
Kelima,
kegiatan. Orang lain atau kelompok lain mengadakan kegiatan di masjid Muhammadiyah
yang tidak sesuai dengan amalan Muhammadiyah, bisa jadi karena memang minim diadakan
kegiatan di masjid tersebut. Maka masjid Muhammadiyah harus kaya akan kegiatan,
agar orang lain atau kelompok lain tidak punya kesempatan untuk menginfiltrasi
ajaran mereka ke masjid Muhamamdiyah. Justru meraka yang terwarnai dengan warna
Muhammadiyab karena mau tidak mau terpaksa mengikuti kegiatan di masjid Muhammadiyah
tersebut.
*) Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah Tabligh edisi Oktober 2022 M / Rabiul Awal 1444 H - No. 10 / XX
Muhammadiyah dan Warisan Suksesi Sejuk
By: SMP Imam Syuhodo on Oktober 09, 2022 / comment : 0 Artikel, New
Muhammad Nasri Dini, M.Pd
Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
Setelah sempat tertunda beberapa tahun karena adanya pandemi,
Muhammadiyah tampaknya benar-benar akan menggelar hajatan besar lima tahunan
pada akhir tahun ini. Muktamar Muhammadiyah ke-48 sudah matang diagendakan dan
akan dilaksanakan pada 18-20 November 2022 di Surakarta atau Solo Jawa Tengah.
Salah satu agenda Muktamar tentu saja adalah suksesi atau pemilihan pimpinan pusat
periode yang akan datang. Sependek pengetahuan penulis, anggota muktamar
Muhammadiyah memang tidak pernah memilih ketua secara langsung, tetapi mereka memilih
anggota pimpinan yang disebut sebagai formatur. Nantinya formatur ini yang
kemudian akan menentukan siapa ketua umum dan menyusun kepengurusan PP
Muhammadiyah yang akan datang.
Pemilihan dengan sistem formatur ini tidak hanya berlaku pada
musyawarah di tingkat pusat saja, tetapi juga berlaku pada musyawarah di
tingkat di bawahnya, dari pimpinan wilayah bahkan hingga pimpinan ranting. Kultur
yang sudah berjalan selama ini, peraih suara terbanyak dalam pemilihan formatur
tidak lantas otomatis ditetapkan menjadi ketua. Bahkan tidak menutup kemungkinan
ketua dipilih bukan dari anggota formatur terpilih.
Kalau di pemilihan-pemilihan di luar Muhammadiyah, entah di partai
politik atau ormas yang lainnya, tentu sudah jamak kita jumpai adanya cara-cara
tidak sehat dalam pemilihan pimpinan. Dari saling tekan antar pendukung calon tertentu
hingga cara kotor politik uang atau membeli suara agar dapat terpilih sebagai
pucuk pimpinan. Semua berebut agar bisa menjadi orang tertinggi di
organisasinya. Tapi di Muhammadiyah, setidaknya dari kisah-kisah yang akan disampaikan
selanjutnya nanti akan kita dapati sebaliknya, para calon pimpinan Muhammadiyah
tidak pernah berebut saling sikut dan saling injak untuk dapat menjadi ketua
umum di Persyarikatan. Tidak jarang pula yang justru menolak menduduki kursi
ketua umum.
Penulis sempat beberapa kali terlibat langsung dalam pemilihan
pimpinan Muhammadiyah dan organisasi otonomnya, mulai di tingkat bawah, dari
ranting, cabang dan daerah. Beberapa akan kami sampaikan dalam tulisan
sederhana ini.
Saat itu kami pernah menjadi salah satu peserta musyawarah cabang
(muscab) Muhammadiyah. Ketua Umum Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) sebelumnya
juga masuk sebagai calon formatur. Maka mayoritas dari anggota Muscab pun
memilih beliau kembali dan dalam rekap suara beliau memperoleh suara terbanyak.
Tapi saat pengumunan formatur, beliau menyatakan tidak bersedia dipilih lagi
sebagai anggota formatur. Usut punya usut di sini ternyata juga ada sedikit ketidakcermatan
dari panitia pemilihan. Ternyata saat mengisi surat pernyataan yang disodorkan
oleh panlih, beliau mengisi pernyataan tidak bersedia untuk dicalonkan kembali.
Padahal beliau ini dikenal sebagai kiai kharismatik di cabang kami. Tapi lebih
memilih untuk menolak jabatan sturuktural organisasi dan lebih memilih
mengabdikan dirinya mengisi pengajian-pengajian warga Muhammadiyah. Maka
setelah itu beliau benar-benar tidak masuk kembali sebagai pengurus PCM, tetapi
masih tetap aktif di persyarikatan sebagai sesepuh, orang yang dituakan dan
diharapkan nasihat-nasihatnya. Hingga sebelum akhir hayatnya, beliau masih
rutin memberikan kajian pada jamaah Muhammadiyah dan Aisyiyah di tempat kami. Semoga Allah merahmatinya, beliau adalah almarhum
KH. Ahmad Sangidu, B.A.
Masing di tingkat cabang, kami juga pernah ditunjuk sebagai salah
satu anggota panitia pemilihan (panlih) dalam salah satu kesempatan muscab.
Singkatnya, saat itu yang terpilih dengan perolehan suara terbanyak dalam
pemilihan formatur juga tidak bersedia untuk ditunjuk sebagai ketua. Alasan
yang dikemukakan bahwa dirinya merasa masih terlalu muda (usianya saat itu baru
30an tahun), sedangkan formatur terpilih yang lain masih banyak yang lebih
senior. Kami saat itu juga ada di dalam forum musyawarah formatur tersebut.
Tidak kurang dari satu jam musyawarah formatur berdebat sengit dalam pemilihan
ketua. Bukan saling berebut untuk memegang posisi ketua. Tapi semuanya dengan
argumen masing-masing saling menghindar dari posisi ketua. Tapi pada akhirnya tetap
harus ada yang mengemban amanah sebagai ketua, dan yang terpaksa menerima
amanah sebagai ketua adalah salah satu senior yang duduk di posisi suara ke
tiga formatur terpilih.
Barangkali ada yang berpikir, pantas saja menolak menjadi ketua PCM,
wong di cabang Muhammadiyah bukan lahan ‘basah’. Dalam konteks di tempat kami
hal ini seratus persen salah. Meskipun memang bukan PCM yang terbaik, tapi cabang
kami merupakan salah satu cabang yang besar. Di sana ada pondok pesantren Muhammadiyah
yang merupakan salah satu ponpes rujukan nasional, yaitu Pondok Pesantren
Modern Imam Syuhodo yang memiliki tidak kurang dari seribu santri. Mantan
direkturnya, yaitu KH. Yunus Muhammadiyah bahkan menjadi salah satu pelopor
menyebarnya pesantren Muhammadiyah di Nusantara dengan kendaraan ITMAM (Ittihad
Al Ma’ahid Al Muhammadiyah/Perhimpunan Pesantren Muhammadiyah se-Indonesia). Di
bidang pendidikan, PCM Blimbing punya banyak sekali amal usaha (AUM), ada 12
MI/SD Muhammadiyah dan ada juga SMP, MTs, SMA, dan SMK Muhammadiyah. Selain itu
ada pula PKU Muhammadiyah yang baru berkembang. Aisyiyahnya juga punya 23
TK/BA. Dari 17 desa se-kecamatan, PCM kami punya 31 ranting Muhammadiyah, 125
anggota korps Mubaligh Muhammadiyah dan 105 masjid binaan.
Di tingkat ranting kita juga pernah menjumpai hal yang serupa. Saat
itu warga Muhammadiyah di ranting kami menggelar Musyawarah Ranting (musran).
Setelah ketua ranting sebelumnya wafat, warga menghendaki adanya pimpinan ranting
Muhammadiyah (PRM) dari kalangan yang dekat dengan anak muda yang tentu saja
juga tidak diragukan perjuangannya untuk Islam dan persyarikatan. Maka saat itu
warga ranting peserta musran, terutama para kalangan muda berhasil
‘memenangkan’ salah satu calon formatur. Tapi setelah menunggu rapat formatur
beberapa saat, ternyata diumumkan bahwa ketua terpilih bukan dari calon dengan
suara terbanyak, karena yang bersangkutan tidak bersedia ditunjuk sebagai
ketua. Sempat saat itu ada sedikit kekecewaan yang lahir karena ketidakpahaman
mereka, kenapa bukan peraih suara terbanyak yang menjadi ketua. Tetapi setelah
dipahamkan akhirnya mereka pun menerima dengan lapang dada. Tidak ada PRM
tandingan seperti halnya mungkin yang terjadi di organisasi politik.
Selain cabang dan ranting, kami juga pernah menjadi panitia
pemilihan pada musyawarah daerah (musda) Muhammadiyah Sukoharjo. Saat itu musda
diadakan di UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta), yang meskipun bernama
Surakarta, tapi letaknya memang di wilayah kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo. Saat itu anggota musda semuanya mungkin merasa dag dig dug. Karena
lebih dari satu jam musyawarah formatur belum juga selesai, padahal hari sudah
menginjak sore. Sedangkan peserta musda sudah tidak ada agenda selain
mendengarkan pengumuman hasil dari musyawarah formatur. Setelah ditunggu,
mungkin saat itu tidak kurang dari dua jam, atau malah lebih, akhirnya panitia
pemilihan mengumumkan. Dan lagi-lagi seperti sudah diduga, formatur dengan
suara terbanyak, saat itu KH. Sholahudin Sirizar, Lc, M.A, tidak bersedia
diamanahi sebagai ketua. Awalnya 10 anggota formatur yang lain juga tidak
bersedia, maka waktu untuk musyawarah formatur pun juga menjadi sangat lama
karena satu sama lain saling beradu argumen menyatakan tidak bersedia ditunjuk menjadi
ketua. Pada akhirnya, yang terpaksa menerima amanah adalah KH. Wiwaha Aji
Santosa, S.Pd, yang juga masih menjabat sebagai Ketua Umum Tapak Suci Wilayah Jawa
Tengah.
Dalam sejarah pemilihan dalam Muktamar Muhammadiyah, juga pernah
terjadi calon ketua pimpinan pusat yang sudah dipilih muktamirin enggan untuk menerima
jabatan sebagai Ketua Umum. Peristiwa tersebut terjadi dalam Muktamar Muhammadiyah
ke-32 pada tahun 1953 yang diselenggarakan di Purwokerto. Ketika itu dari 9 nama
formatur terpilih yang sudah dipilih oleh muktamirin melakukan musyawarah
mufakat memilih Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1953-1956. Akan
tetapi ke-9 nama formatur pimpinan pusat yang terpilih ketika itu tidak ada
satu pun yang bersedia untuk menjadi ketua. Singkat cerita pada akhirnya para
formatur tersebut pun berangkat ke Padang untuk membujuk Buya Sutan Mansur agar
mau hijrah ke Jakarta atau Yogyakarta dan menjadi ketua umum PP Muhammadiyah.
Pada akhirnya Buya Sutan Mansur pun bersedia menerima amanah
menjadi Ketua PP Muhammadiyah. Bahkan selanjutnya diketahui bahwa beliau menjabat
dua periode sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, yaitu pada periode 1953-1956
dan pada periode 1956-1959. Dalam sejarah kepemimpinan Buya Sutan Mansur di
Muhammadiyah, telah melahirkan Khittah Palembang, yang merupakan pokok pikiran
arah garis perjuangan Muhammadiyah. Buya Sutan Mansur juga pernah menjadi
anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Konstituante dari
Masyumi, setelah Pemilu 1955 digelar.
Muktamar (sebelumnya pernah disebut sebagai kongres) Muhammadiyah
telah berlangusng tidak kurang dari 47 kali. Dan Muhammadiyah dalam muktamarnya
selama ini selalu bisa menjadi teladan bagi organisasi yang lain. Muhammadiyah
menganggap muktamar adalah momentum yang sangat tepat untuk memberikan keteladan
salah satunya dalam hal suksesi atau pemilihan pimpinan, tidak hanya bagi ormas
Islam lain tapi juga untuk organisasi masyarakat maupun organisasi politik lainnya.
Selama ini Muktamar yang diselenggarakan Muhammadiyah selalu berlangsung dengan
tertib, lancar, dan penuh kesejukan. Dalam setiap rangkaian acaranya, Muktamar
Muhammadiyah selalu menjunjung tinggi kesabaran, ketawadhuan dan penuh khidmat.
Terlebih Muhammadiyah adalah ormas Islam dengan lembaga amal usaha terbanyak,
tidak hanya di Nusantara saja, tapi juga di dunia Internasional.
Muktamar Muhammadiyah dari waktu ke waktu sudah berjalan dengan penuh kesejukan, tidak ada intrik yang terjadi di sana. Ini yang dipuji dari orang-orang luar dari Muhammadiyah selama ini. Karena beberapa waktu lalu ternyata pernah ada pula berita yang kita baca bahwa ormas keagamaan pun ada yang musyawarah tertingginya berjalan ricuh dan terjadi saling tekan. Semoga Allah SWT masih tetap menjaga persyarikatan kita ini sehingga para pimpinan daerah dan wilayah yang menjadi delegasi Muktamar nanti tetap bisa menjaga tradisi kesejukan dan keteduhan dalam muktamar. Sehingga Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar tetap bisa menjadi ormas Islam yang menghasilkan lebih banyak kontribusi bagi bangsa, memajukan Indonesia, mencerahkan semesta. Wallahul musta’an.
*) Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Tabligh edisi No.9 / XX Shafar 1444 H / September 2022 M
SMP Imam Syuhodo Ajak Siswa Belajar Tentang Tanaman Obat dan Obat Tradisional ke B2P2TO Tawangmangu
By: SMP Imam Syuhodo on Oktober 07, 2022 / comment : 0 Agenda Sekolah, Berita, New
Karanganyar - Pembelajaran dengan metode yang aktif, kreatif, inovatif dan
menyenangkan sangat penting dilakukan di lembaga pendidikan dalam era saat ini.
Metode outing class
adalah salah satu di antara metode pembelajaran yang melibatkan siswa, guru dan
lingkungan sekitar. Dengan metode ini pembelajaran yang dilaksanakan dapat mendekatkan
siswa dengan lingkungan, jug dapat mempermudah pemahaman materi karena
dilakukan dengan melihat realita sesungguhnya.
Berkaitan dengan hal tersebut SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo
melaksanakan kegiatan outing class pada Rabu (5/10/2022). Kegiatan yang
diikuti seluruh siswa dan siswi dari kelas 7, 8 dan 9 tersebut dilaksanakan
dengan mengunjungi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional (B2P2TO) Tawangmangu, Karanganyar. Kegiatan ini bertujuan
untuk menambah wawasan peserta didik tentang tanaman obat.
Dalam kegiatan di B2P2TO siswa diajak berkeliling mengamati
macam-macam tanaman obat, produksi obat tradisional, hingga pengemasan. Dengan
mengikuti kegiatan ini siswa siswi SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo dapat mengerti
dan memahami proses pembuatan obat-obatan dari awal hingga akhir.
Tidak hanya berkegiatan di B2P2TO Tawangmangu, untuk merefresh
suasana siswa siswi setelah penat mengikuti penilaian tengah semester, mereka
juga diajak mampir ke Grojogan Sewu, Tawangmangu. Kegiatan ini diharapkan
selain dapat bermanfaat untuk menambah ilmu dan wawasan yang berguna untuk masa
depan, juga dapat menjadi rekreasi bagi para siswa siswi.
SUBSCRIBE CHANNEL KAMI
Tentang Kami
DAFTAR ISI
-
▼
2022
(17)
-
▼
Oktober
(7)
- SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Buka Pendaftaran Sis...
- PPTQ SMP Imam Syuhodo Gelar Setoran Tahfihz 1 Juz ...
- Brosur Pendaftaran Santri Baru Pondok Pesantren Im...
- Siswa SMP Imam Syuhodo Terima Sosialisasi Kesehata...
- Menjadikan Masjid Sebagai Amal Usaha Muhammadiyah
- Muhammadiyah dan Warisan Suksesi Sejuk
- SMP Imam Syuhodo Ajak Siswa Belajar Tentang Tanama...
-
▼
Oktober
(7)
Popular Post
-
Khutbah Pertama إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَا...
-
Muhammad Nasri Dini Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar di Indone...
-
Andika Rahmawan Guru SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Alhamdulillah, syukur ke hadirat Allah SWT, Rabb yang telah menurunkan Al-Qur’a...
Author
Popular
-
Oleh: Dr. Adian Husaini Peneliti INSISTS, Pendiri Pesantren at-Taqwa, Depok “Tatkala umur 15 tahun, saya simpati kepada Kyai Ahma...
-
INFORMASI PENDAFTARAN SANTRI BARU SMP MUHAMMADIYAH IMAM SYUHODO TAHUN PELAJARAN 2019 / 2020 PROGRAM PENDIDIKAN Fullday school ...
-
SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo membuka Penerimaan Santri Baru (PSB) tahun pelajaran 2020/2021 secara online. Program yang dibuka adalah ...
Comments