Muhammad Nasri Dini, M.Pd
Alhamdulillah,
atas ijin Allah SWT kita dapat dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan yang
mulia. Di mana banyak orang yang tahun lalu masih bisa menjumpai indahnya Ramadhan,
tapi tahun ini sudah tidak mendapatkan keberuntungan tersebut kembali. Mungkin
ada pula di antara anggota keluarga kita yang Ramadhan dan lebaran tahun
kemarin masih berkumpul dan merayakan kebahagiaan bersama kita, tapi ternyata
di tahun ini tak bisa lagi menjalani ibadah Ramadhan bersama, apalagi berhari
raya. Hal ini pantas untuk kita renungkan bersama, sehingga kita bisa
memanfaatkan Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya. Termasuk memanfaatkan
kebersamaan Ramadhan ini dengan keluarga tercinta. Kehadiran bulan suci
Ramadhan dapat menjadi momentum terbaik dalam pembinaan keluarga. Sebab pada
bulan penuh berkah ini biasanya seluruh anggota keluarga dapat berkumpul
bersama, yang selama ini jarang dilakukan. Karena bisa jadi kebersamaan yang
dinikmati saat ini tak akan bisa terulang kembali di waktu yang lain. Mari kita
renungkan kembali firman Allah SWT berikut ini agar kita bisa memanfaatkan
dengan baik kebersamaan dengan keluarga, “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At- Tahrim [66]:
6)
Maka
bulan Ramadhan bisa menjadi momen untuk mentarbiyah keluarga. Karena di
dalamnya ada banyak hal yang bisa dijadikan materi untuk mengokohkan kembali
pendidikan keluarga. Beberapa di antaranya akan disampaikan dalam tulisan
sederhana ini. Pertama, Pendidikan Keteladanan. Ramadhan
adalah momen bagi orang tua untuk memberikan keteladanan kepada anak-anaknya, juga
keteladanan suami kepada istrinya. Untuk membentuk anak yang rajin beribadah,
berjiwa sosial, dan sebagainya, tentu harus dimulai dulu dari orang tuanya.
Tidak mungkin orang tua hanya menyuruh saja dengan perkataan, tetapi mereka
sendiri tidak mencontohkannya. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang
beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu)
sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.” (QS. As Saf [61]: 2-3)
Ramadhan
merupakan momen yang tepat untuk memulai pendidikan keteladanan orang tua
kepada anak. Di luar Ramadhan, mungkin terasa aneh jika orang tua yang
sebelumnya jarang beribadah tiba-tiba mencontohkan atau memerintahkan kepada
anak-anaknya berbagai macam ibadah. Tapi tidak aneh jika hal ini dilakukan pada
bulan Ramadhan, karena bulan ini bisa dibilang musimnya ibadah. Tidak hanya di
keluarga kita saja, di keluarga lain pun juga sedang menggalakkan berbagai
macam ibadah. Maka ini adalah momen yang tepat bagi orang tua untuk memberikan
keteladanan kepada anak-anak mereka. Mengajak shalat berjamaah di masjid, bersama-sama
menghadiri tadarus atau ta’lim yang menjamur, tilawah Al-Qur’an dan yang
lainnya. Akan beda rasanya saat anak diperintah semata, dengan anak yang diajak
bersama-sama oleh orang tuanya menjalani itu semua.
Kedua, Pendidikan Kedisiplinan.
Beberapa orang pernah penulis dengar mengatakan, bahwa sikap disiplin paling
tinggi akan dimiliki seorang muslim saat dia menunaikan ibadah puasa. Dia akan
makan sahur tepat pada waktunya, syukur-syukur mepet dengan waktu imsak atau
azan subuh. Dia juga tidak akan pernah terlambat untuk berbuka meskipun sedikit,
bahkan sebelum azan maghrib pun pasti dia sudah persiapan sedemikian rupa. Hal
ini beda dengan ibadah-ibadah yang lain, shalat misalnya, masih ada yang
menunda-nunda meski waktunya tiba. Zakat juga begitu, masih banyak yang tidak
disiplin melaksanakannya.
Tapi
pada ibadah puasa, semua yang menjalankannya pasti sangat menjaga
kedisiplinannya. Ini pun bisa dijadikan momen bagi orang tua untuk menanamkan
kedisiplinan kepada anak-anaknya. Saat Ramadhan waktunya sahur harus bangun
pagi. Setelah terlatih, nanti selepas Ramadhan akan tetap membiasakan diri
bangun pagi, minimal saat azan subuh berkumandang harus sudah bangun. Kedisiplinan
juga akan dijumpai di tempat kerja, di antaranya dia akan lebih giat bekerja,
karena ada harapan mendapatkan tunjangan hari raya. Dalam keluarga,
kedisiplinan ini juga bisa dijadikan momen bagi orang tua untuk memberikan reward
pada anak-anaknya. Misalkan jika puasanya genap sebulan maka akan diberikan
hadiah. Tentu ini akan memberikan semangat kepada anak-anak mereka.
Ketiga, Pendidikan Kebersamaan. Di
luar Ramadhan, mungkin masing-masing anggota keluarga mempunyai kesibukan
masing-masing yang sangat padat. Tapi memasuki bulan Ramadhan, ada
kegiatan-kegiatan yang memang sama, dan bisa dilaksanakan secara bersama-sama.
Dan ini bisa menjadi momen untuk merajut kembali kebersamaan keluarga yang
jarang didapatkan di luar Ramadhan. Tentang kebersamaan dalam ibadah ini juga
dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam sabda beliau, “Semoga Allah merahmati
seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia
membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan
untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati
seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia
membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk
bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Contoh
lain misalkan adalah kebersamaan dalam sahur dan berbuka. Pada momen tersebut,
anak-anak bisa mendapatkan juga pendidikan dari orang tua mereka, misalkan
tentang amalan-amalan sunnah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, di antaranya
yaitu waktu sahur yang diakhirkan dan waktu berbuka yang didahulukan. Baik
sahur maupun berbuka, keduanya bisa menjadi sebuah momen untuk membangun
kebersamaan sesama anggota keluarga. Bulan Ramadhan juga dapat menjadi bulan pendidikan
bagi keluarga dalam banyak aspek, baik aspek ilmiah maupun amaliah. Ramadhan pun
bisa menjadi momen family time. Waktu yang dimiliki oleh seseorang bisa
dihabiskan untuk berinteraksi secara lebih intensif bersama anggota keluarga
yang lain. Momen ini juga dapat digunakan untuk membuat semua anggota keluarga
menjadi lebih mengenal karakter antara satu sama lain yang bisa saja berbeda.
Keempat, Pendidikan Kepekaan Sosial.
Ramadhan disebut juga bulan sedekah, bulan berbagi. Tentu sudah pasti orang tua
akan mendidik anak-anak mereka agar peduli dan berbagi dengan sesama, entah
melalui zakat yang wajib, maupun infak dan sedekah yang sunnah. Tapi sebelum
orang tua mendidik anak-anaknya agar peduli kepada orang-orang di luar, maka
dia harus menanamkan terlebih dahulu di dalam keluarganya untuk saling peduli
satu sama lain. Momen sahur dan buka puasa pun bisa menjadi bahan untuk pendidikan
kepekaan sosial ini. Artinya, semua anggota keluarga mempunyai hak yang sama
terhadap makanan yang ada di keluarga tersebut. Jangan sampai salah satu
anggota keluarga menghabiskan makanan sendiri dan anggota yang lain pun tidak
kebagian. Dari Mu’awiyah Al Qusyairi RA, ia bertanya pada Rasulullah SAW
mengenai kewajiban suami pada istri, lalu Rasulullah SAW bersabda, “Engkau
memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian
sebagaimana engkau berpakaian.” (HR. Abu Dawud, sahih menurut Al Albani)
Orang
tua juga bisa menanamkan kepada anak-anak mereka, bahwa mereka meskipun lapar
karena berpuasa, tapi masih ada kesempatan sahur dan berbuka. Tapi di sisi
dunia yang lain ada orang-orang yang meskipun tidak dalam keadaan berpuasa,
tapi mereka tidak memiliki sesuatu apapun untuk dimakan. Entah di belahan dunia
yang sedang dilanda penjajahan seperti Palestina misalkan, atau di beberapa
tempat di Benua Afrika yang seringkali dilanda kekeringan. Rasulullah SAW
bersabda, “Seorang yang beriman tidak akan kekenyangan sedangkan tetangganya
dalam keadaan lapar.” (HR. Al Bukhari)
Kelima, Pendidikan Tanggung Jawab.
Setiap anggota keluarga mempunyai posisi dan tanggung jawab masing-masing. Dan
penanaman kesadaran tentang tanggung jawab dan pembagian peran anggota keluarga
ini mempunyai momen pula di bulan Ramadhan. Misalkan dalam sahur, jika ibu
bertanggung jawab menyiapkan menu sahur, ayah bertanggung jawab membangunkan
anak-anak, kemudian nanti anak-anak yang membereskan dan mencuci alat makan
setelah selesai sahur. Ini contoh kecilnya. Dalam skala yang lebih besar, ayah
bertanggung jawab terhadap nafkah keluarga. Di akhir bulan Ramadhan nanti bisa
jadi dia yang bertugas untuk membayar zakat, juga membelikan baju baru untuk
keluarganya. Meskipun masing-masing anggota keluarga mempunyai posisi dan
tanggung jawab masing-masing, tapi tidak menutup kemungkinan mereka saling
mengisi dan melengkapi satu sama lain. Jangan sampai ada kekakuan dalam
keluarga sehingga merasa jika tanggung jawabnya sudah ditunaikan maka tidak mau
peduli terhadap anggota keluarga yang lain.
Selain lima hal tersebut, sebenarnya masih banyak pendidikan yang bisa ditanamkan dalam keluarga pada bulan Ramadhan. Misalkan pendidikan kasih sayang yang tercermin dalam ritual saling memaafkan saat Idul Fitri tiba; pendidikan ibadah dan taqwa juga sudah pasti; termasuk pendidikan kesehatan; setelah Ramadhan selesai, masih juga ada pendidikan keistiqamahan, dimana ada syariat puasa Syawal dan anjuran untuk menjaga amal shalih yang sudah terbiasa dikerjakan saat bulan Ramadhan.
Sungguh, Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan dapat membawa berbagai kebaikan bagi setiap orang yang beriman. Salah satu di antaranya adalah momentum untuk mengokohkan kembali pendidikan dalam keluarga agar menjadi lebih baik. Sehingga keluarga dapat berdiri kokoh di atas akar tauhid, batang pohon taqwa yang tegak, dan buah akhlak yang baik. Semua itu terwujud manakala Ramadhan menjadi madrasah dan tarbiyah meraih pribadi takwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah [2]: 183, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Wallahu a’lam
*) Tulisan ini sebelumnya dimuat di Majalah Tabligh edisi No. 04/XXI | April 2023 M | Ramadhan 1444 H
Tidak ada komentar: