Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

Peran Wakaf dalam Pendidikan Muhammadiyah


Muhammad Nasri Dini

Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo


Pendidikan adalah pondasi penyangga utama bagi pembangunan suatu bangsa. Pesyarikatan Muhammadiyah sebagai salah satu gerakan Islam tertua di Nusantara telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam bidang pendidikan sejak awal berdirinya. Salah satu aspek yang menjadi tulang punggung yang menopang bagi kemajuan pendidikan dalam Muhammadiyah adalah dari unsur wakaf.

 

Dalam konteks Islam, wakaf merujuk pada suatu perbuatan hukum dari seseorang yang secara sengaja memisahkan atau mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi kepentingan di jalan Allah SWT (Abror, 2019). Secara istilah wakaf mengacu pada tindakan menyisihkan atau menghibahkan sebagian harta atau properti untuk kepentingan umum atau amal. Wakaf umumnya dilakukan oleh individu atau lembaga dengan maksud untuk mendukung atau membiayai kegiatan sosial, pendidikan, kesehatan, agama, atau kegiatan publik lainnya yang bermanfaat bagi ummat dan masyarakat.

 

Wakaf memberikan banyak manfaat bagi kehidupan ummat dan masyarakat baik sosial maupun ekonomi. Dari perspektif sosial, wakaf dapat digunakan sebagai sarana untuk mengurangi kemiskinan, kontrol dan keharmonisan kehidupan sosial, serta meningkatkan perpaduan sosial (Ridwan, 2017). Wakaf dapat membantu untuk menghindari jarak kelas sosial antara orang kaya dan orang miskin karena orang yang mampu secara sukarela membagikan kekayaan mereka kepada orang yang kurang mampu. Dana yang disalurkan ke lembaga pengelola wakaf dapat dikelola secara produktif.

 

Dalam Muhammadiyah, prinsip wakaf tidak hanya diterapkan secara individual, tetapi juga diadopsi secara institusional untuk membangun infrastruktur pendidikan yang berkelanjutan. Wakaf dalam persyarikatan telah menjadi salah satu sumber daya paling penting dalam mendukung berbagai kegiatan, selain untuk pendirian masjid dan tempat-tempat sosial seperti rumah sakit dan panti asuhan, wakaf juga menjadi penopang penting di bidang pendidikan, termasuk pendirian sekolah dan pondok pesantren.

 

Salah satu contoh nyata dari peran wakaf dalam pendidikan Muhammadiyah adalah pendirian sekolah/madrasah dari tingkat usia dini (PAUD) hingga pondok pesantren dan ma’had aly yang tersebar di seluruh Indonesia. Lembaga pendidikan milik Persyarikatan Muhammadiyah ini kebanyakan didirikan di atas tanah wakaf yang diserahkan masyarakat kepada Muhammadiyah yang kemudian pengadaan bangunan dan sarana prasarananya juga dari dana wakaf, infak dan sedekah sukarela dari masyarakat umum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wakaf di Muhammadiyah telah menjadi salah satu simbol komitmen kolektif masyarakat Islam terhadap kemajuan dunia pendidikan.

 

Keberhasilan wakaf dalam Muhammadiyah di antaranya tercermin dari banyaknya tanah wakaf yang diserahkan kepada Muhammadiyah tidak hanya oleh warga Muhammadiyah atau masyarakat umum (non afiliasi) saja, tetapi tidak jarang pula diberikan oleh warga Nahdliyyin. Website resmi Muhammadiyah Jawa Tengah pernah memberitakan bahwa sesepuh NU di Demak pada tahun 2018 pernah mewakafkan tanah seluas 15.000m2 kepada Muhammadiyah. Baru-baru ini, tepatnya pada tahun 2023 yang lalu Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed juga pernah menerima penyerahan wakaf dari beberapa warga NU Kota Pasuruan, yaitu tanah seluas 7.000m2 beserta bangunan Masjid, TK, dan SM Al-Kautsar dari keluarga H. Imam Sadeli dan tanah seluas 27.311m2 dari keluarga H. Abdul Rauf.

 

Dari wakaf yang dikelola tersebut, Muhammadiyah melalui Amal Usaha Pendidikan berusaha dengan maksimal menyediakan akses pendidikan yang lebih luas, Muhammadiyah telah memberikan kesempatan kepada banyak individu, terutama dari lapisan masyarakat yang kurang mampu, untuk mengakses pendidikan yang layak. Hal ini tidak hanya meningkatkan taraf hidup mereka secara ekonomi, tetapi juga memberikan mereka kesempatan untuk berkontribusi secara positif dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Karena dengan memberikan pendidikan yang layak bagi generasi penerus bangsa, maka sesungguhnya Muhammadiyah telah berusaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di masa yang akan datang.

 

Selain itu, wakaf dalam pendidikan Muhammadiyah juga menciptakan lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan membangun infrastruktur pendidikan yang tangguh, Muhammadiyah tidak hanya memberikan pendidikan formal semata, tetapi juga mempromosikan nilai-nilai sosial, moral, dan tentu saja dakwah (keagamaan). Hal ini membantu membentuk karakter yang kuat dan mengembangkan pribadi dengan jiwa kepemimpinan yang bertanggung jawab di kalangan siswa siswi Muhammadiyah.

 

Secara umum perwakafan di Indonesia sudah menampakkan perkembangan yang cukup baik, namun masih tetap terdapat tantangan yang harus dihadapi. Peningkatan kesadaran wakaf, peningkatan dukungan pemerintah, percepatan sertifikasi wakaf, perbaikan manajemen nazhir, hingga digitalisasi wakaf dan integrasi data wakaf masih harus terus diupayakan untuk meningkatkan kinerja perwakafan (Sukmana et al., 2023).

 

Masyarakat dan ummat juga harus dipahamkan akan konsep wakaf yang tidak hanya melulu dalam bentuk aset yang tidak bergerak (tanah) serta terbatas peruntukannya untuk pembangunan masjid, madrasah/sekolah atau lahan pemakaman saja namun juga dapat berbentuk aset bergerak (uang, saham, surat berharga).

 

Di Persyarikatan, meskipun telah memberikan kontribusi besar dalam bidang pendidikan, tantangan yang dihadapi oleh sistem wakaf dalam Muhammadiyah tetap ada. Salah satunya adalah kesadaran akan pentingnya wakaf di kalangan masyarakat yang masih perlu ditingkatkan. Diperlukan upaya edukasi yang lebih besar untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep wakaf dan dampak positifnya dalam memajukan pendidikan.

 

Muhammadiyah juga perlu untuk membangun paradigma baru dalam dunia perwakafan, berpegang pada gagasan bahwa pelaksanaan wakaf saat ini jauh lebih mudah dilakukan. Tidak terikat pada prinsip konvensional yang membatasi wakaf hanya untuk 3M (madrasah, makam, dan masjid) semata, tetapi wakaf sekarang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas ummat.

 

Karena sejak awal berdirinya, Persyarikatan Muhammadiyah di bawah kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan telah menerapkan wakaf produktif sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. KH. Ahmad Dahlan menggunakan wakaf produktif dari para pedagang untuk membayar gaji guru-guru di sekolah-sekolah Muhammadiyah yang beliau dirikan kala itu. KH. Ahmad Dahlan sendiri merupakan teladan dalam praktik wakaf produktif ini. Beliau pernah melelang harta benda pribadinya dan hasilnya digunakan untuk mendirikan sekolah-sekolah Muhammadiyah.

 

Sistem pengelolaan wakaf di Muhammadiyah sampai sekarang juga masih menjadi pekerjaan rumah. Sampai akhir 2023 kemarin, baru 40 persen (28.669 aset) aset wakaf Muhammadiyah tercatat dalam Sistem Informasi Manajemen Aset Muhammadiyah (SIMAM) yang dimiliki Majelis Pendayagunaan Wakaf (MPW) PP Muhammadiyah. Bahkan dari data wakaf yang sudah masuk, tersebut masih ada 3.999 titik aset yang belum balik nama ke Persyarikatan Muhammadiyah.

 

Selain itu, persyarikatan melalui MPW juga harus mempunyai formula khusus dalam hal percepatan pengelolaan wakaf, karena beberapa kali pernah kita jumpai asset wakaf Muhammadiyah yang diserobot secara paksa oleh pihak lain. Ada pula beberapa aset wakaf Muhammadiyah yang mangkrak dan tidak segera dikelola sehingga menjadikan kekecewaan bagi muwakif sehingga ditarik kembali dan diberikan kepada pihak lain yang dipandang lebih amanah dan bisa segera mengelolanya.

 

Wakaf memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan pendidikan Muhammadiyah. Melalui sistem wakaf, Muhammadiyah telah berhasil membangun infrastruktur pendidikan yang kuat dan inklusif, serta memberikan akses pendidikan berkualitas kepada masyarakat luas. Untuk menjaga momentum ini, perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga pendidikan untuk terus mendukung dan memperkuat sistem wakaf dalam Muhammadiyah.

 

Mungkin kita perlu mengingat kembali hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Pemberdayaan Wakaf (MPW) PP Muhammadiyah beberapa waktu yang lalu. Pertama, mengesahkan program kerja untuk dilaksanakan sebagai rencana strategis akselerasi pendayagunaan wakaf untuk penguatan ekonomi ummat dan bangsa; Kedua, berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas kompetensi nazir wakaf Muhammadiyah melalui agenda sertifikasi dan edukasi secara serentak; Ketiga, melaksanakan program Sensus Aset Wakaf Muhammadiyah 2024-2027; Keempat, melaksanakan verifikasi dan validasi data Sistem Informasi Manajemen Aset Muhammadiyah (SIMAM);  Kelima, mengoptimalkan fungsi advokasi aset wakaf Muhammadiyah serta konsultasi litigasi dan non litigasi; Keenam, meningkatkan kerjasama strategis untuk mengembangkan ekosistem wakaf produktif; Ketujuh, memutuskan nama “Wakafmu” sebagai brand dan atau merek publikasi Majelis Pendayagunaan Wakaf, yang ketentuannya diatur lebih lanjut; dan kedelapan, melaksanakan hasil keputusan komisi A, B dan C Rapat Kerja Nasional Majelis Pendayagunaan Wakaf.

 

Poin-poin dalam hasil Rakernas MPW Muhammadiyah tersebut kiranya juga perlu dibreakdown sampai di tingkat daerah bahkan cabang agar ada akselerasi nyata dalam pelaksanaanya di lapangan. Sehingga wakaf Muhammadiyah benar-benar berkemajuan, tidak hanya bagi dunia pendidikan persyarikatan, tetapi juga memberikan efek positif untuk kemajuan Muhammadiyah bahkan dunia Islam secara umum. Wallahul Musta’an.


*) Dimuat di Majalah Tabligh Edisi April 2024 M / Syawal 1445 H - No. 4/XXII

Islam dan Kepemimpinan Pendidikan


MUHAMMAD NASRI DINI

 

PENDAHULUAN

Membahas tentang masalah kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat menarik dan tidak akan pernah ada habisnya untuk dibicarakan. Karena kepemimpinan adalah salah satu faktor terpenting yang akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam meraih tujuan akhir yang ingin dicapainya (Sukamto, 1999: 19). Seorang pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya tersebut, entah di dunia ini oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik itu dari para anggota dari organisasi yang dipimpinnya, atau juga atasannya secara struktural dalam organisasi. Serta kelak di hari akhir seorang pemimpin pasti juga akan menghadap dan ditanya oleh Allah SWT sebagai pertanggungjawaban paling akhir dari kepemimpinan yang telah dijalankannya semasa hidup. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Karena pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin, meskipun dalam lingkup yang kecil, bahkan dalam space yang terkecil dia juga harus menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri agar kehidupan yang dijalaninya mempunyai arah dan tujuan yang jelas (Djunaedi, 2005). Salah satu tugas manusia adalah bahwa di pundaknya ada beban amanah yang harus dia pikul, hal yang semula pernah juga ditawarkan kepada makhluk-makhluk Allah SWT yang lain (langit, bumi, dan gunung), tetapi semuanya merasa keberatan dan tidak punya kemampuan untuk menerimanya. Manusia juga menjadi pemimpin atas diri sendiri, keluarga, dan masyarakat (Bakar, 2014).

Di dalam sebuah lembaga, institusi atau organisasi dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa menjadi pengayom bagi bawahannya. Kepemimpinan yang mengayomi ini tentunya sangat dibutuhkan agar segala proses pelaksanaan program kerja yang ingin untuk dicapai dapat terlaksana dengan baik dan terarah sesuai dengan tujuan yang ada dan telah diprogramkan sebelumnya. Hal ini termasuk juga yang terjadi dalam bidang pendidikan, berbincang tentang masalah kepemimpinan tentu saja di dalamnya membutuhkan sosok yang profesional agar dapat untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain (Srinadila, 2019).

Dalam hal lembaga pendidikan, orang lain yang harus dipengaruhi dan digerakkan itu tentu saja adalah pendidik dan tenaga kependidikan di lembaga pendidikan tersebut, agar tujuan dan harapan yang hendak dicapai dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh warga lembaga pendidikan atau sekolah tersebut. Karena begitu pentingnya masalah kepemimpinan ini, jamak kita jumpai berlangsungnya berbagai macam jenis acara yang berisikan kegiatan pelatihan (training) kepemimpinan, baik ditujukan untuk peserta individu maupun secara kelompok yang ke depannya dipersiapkan untuk menjadi sosok pemimpin yang baik untuk suatu organisasi atau lembaga.

Setelah seorang pemimpin tersebut menjabat dan memegang kemudi kepemimpinan pun, masih tetap ada juga kegiatan serupa, baik itu pendidikan atau juga pelatihan yang sifatnya bertujuan untuk menguatkan kemampuan peserta dalam hal kepemimpinan organisasi. Karena pasti sudah sangat bisa dimaklumi bahwa jika setiap organisasi seperti apapun jenisnya pasti memerlukan dan mempunyai seorang pemimpin tertinggi (pemimpin puncak) dan atau manajer tertinggi (top manajer) yang harus menjalankan fungsi kepemimpinan dan manajemen di lembaga atau organisasi yang dipimpinnya tersebut.

 

Nilai Kepemimpinan dalam Islam

Dalam perspektif nilai-nilai ajaran Islam, kepemimpinan secara umum telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW secara sangat sempurna dengan mengacu pada empat sifat penting, yaitu: sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Sidiq berarti jujur atau dapat dipercaya. Amanah bermakna dapat bertanggung jawab dengan apa yang ditugaskan. Tabligh bisa dimaknai dengan komunikatif atau bisa berkomunikasi dengan efektif. Dan fathonah yang artinya cerdas. Keempat unsur ini harus ada dalam setiap manusia yang di pundaknya memikul kepemimpinan, termasuk di dalamnya kepemimpinan di bidang pendidikan.

Sidiq/Jujur. Kata ini merupakan lawan dari kata kadzib atau dusta. Kejujuran adalah salah satu pondasi utama dan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Nasri, 2019). Pemimpin yang memiliki sifat jujur sudah pasti akan dicintai oleh para anggotanya. Termasuk di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah yang jujur kepada guru dan karyawan, juga dapat dipercaya oleh para peserta didik dan orang tua/wali, maka otomatis dia akan dicintai pula oleh mereka. Sebaliknya, jika tidak ada kejujuran pada pemimpin tersebut, maka dia juga akan dibenci karena ketidakjujurannya itu.

Karena salah satu yang dinilai dari seorang pemimpin adalah kesesuaian antara kata yang terucap dan perbuatan yang dilakukan. Pemimpin yang jujur adalah pemimpin yang dapat meyelaraskan antara apa yang muncul dan terucap dari lisannya dan apa yang tersembunyi di dalam ruang terdalam hatinya. Selain dibenci oleh sesama manusia, ketidakjujuran juga sudah pasti akan dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Amanah/Terpercaya. Hampir sama dengan poin yang telah disebutkan sebelumnya, amanah juga menjadi pondasi bagi pemegang kepemimpinan. Pemimpin yang amanah tidak akan mengkhianati apa yang ditugaskan kepadanya. Karena dia telah diberi kepercayaan untuk mengelola urusan orang banyak, maka dia tidak akan pernah mengkhianatinya. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Al-Bukhari).

Salah satu yang dikelola oleh seorang kepala sekolah di sekolah/madrasah adalah dana pendidikan, baik dana itu adalah yang diterimanya dari pungutan/sumbangan orang tua/wali siswa, maupun bantuan/hibah dari pemerintah berupa bantuan operasional sekolah (BOS) atau alokasi dana hibah yang lainnya. Termasuk ada juga dana sumbangan atau donasi dari masyarakat secara umum. Bayangkan jika seorang yang telah diamanahi jabatan kepala sekolah menjadi orang yang tidak amanah, maka yang terjadi adalah penyelewangan dana tersebut. Dan tentu hal ini akan membawa kerugian untuk orang banyak.

Tabligh/Komunikatif. Berkomunikasi dengan efektif, atau dalam bahasa agama disebut dengan tabligh adalah sifat yang juga wajib untuk dimiliki oleh seorang pemimpin (Thaib, 2018).  Karena pemimpin bukan orang yang berinteraksi dengan benda mati, melainkan dengan manusia yang harus diajak berkomunikasi. Tidak hanya kepada guru/karyawan semata, kepala sekolah juga dituntut untuk dapat berkomuniaksi dengan baik kepada orang tua/wali dan peserta didik. Yang tidak kalah penting, kepala sekolah juga harus menjaga pola komunikasi yang baik dengan masyarakat secara umum, juga kepada atasan langsung dalam bidang pendidikan, entah dinas terkait, atau yayasan pengelola/penyelenggara sekolah.

Pemimpin yang baik adalah yang senantiasa dapat terbuka kepada siapa pun, dan tidak menutup dirinya dari orang lain. Informasi dari sekolah harus sampai kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Tentang komunikasi efektif ini, ada beberapa ayat Al-Qur’an yang membahas tentangnya, di antaranya: An Nisa’ [4]: 9, An Nisa’ [4]: 63, Al Ahzab [33]: 32, Al Isra’ [17]: 23, Al Isra’ [17]: 28, dan Thaha [20]: 43-44. Dalam An Nisa’ [4] 63 misalnya, Allah SWT memerintahkan agar mengatakan dengan “perkataan yang berbekas pada jiwa mereka (qaulan baligha)”, yaitu perkataan yang tepat pada sasaran, komunikatif, to the point, dan mudah untuk dimengerti.

Fathonah/Cerdas. Seorang pemimpin dituntut untuk dapat menyelesaikan segala persoalan dan masalah yang dihadapinya dalam organisasi. Maka tidak bisa tidak, salah satu skill wajib yang harus dipunyai juga oleh seorang pemimpin adalah kecerdasan yang memadai. Dengan kecerdasan memadai yang dia miliki tersebut pasti akan dapat membantunya untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul dalam menjalankan organisasi. Jangan sampai seorang pemimpin, termasuk di dunia pendidikan justru mengalami frustasi karena tidak bias menemukan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapinya. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila sebuah urusan/pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka bersiaplah menghadapi hari kiamat (kehancuran).” (HR. Al-Bukhari)

Allah SWT dalam QS. Al Mujadilah [58] ayat 11 juga menyebutkan bahwa orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya di sisi Allah SWT. Kecerdasan seorang pemimpin tidak harus dengan indikasi mengetahui segala hal dan selalu bisa menyelesaikan masalah, tetapi bisa jadi dalam bentuk kecerdasan mengelola para stafnya. Kecerdasan pemimpin dalam penempatkan staf di tempat yang tepat bisa membantunya untuk menghadapi masalah yang mungkin akan muncul dalam menjalani roda organisasi.

 

PENUTUP

Kepemimpinan pendidikan adalah suatu usaha dan proses untuk mempengaruhi, menggerakkan dan memanajemen orang-orang yang berada di lingkungan pendidikan, dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan, maupun dalam rangka mewujudkan kesuksesan proses pendidikan dan pembelajaran. Semua hal itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendididikan secara efektif dan efisien yang sudah dirancang bersama-sama dalam suatu organisasi pendidikan.

Islam melalui Nabi Muhammad SAW juga sudah mencontohkan sifat kepemimpinan yang wajib dimiliki oleh setiap muslim yang memegang tongkat kepemimpinan, yaitu sifat: jujur, terpercaya, komunikatif dan cerdas. Dalam bahasa agama sifat-sifat itu disebut sebagai: sidiq, amanah, tabligh dan fathonah. Bisa jadi dia bukan orang yang sempurna mengenai keempat sifat tersebut, tapi selayaknya seorang pemimpin senantiasa untuk berusaha dengan maksimal agar bisa memiliki semuanya. Inilah yang sebaiknya dituju oleh seorang pemimpin muslim dalam dunia pendidikan, karena landasan, nilai, dan kompetensi kepemimpinan ada dalam ajaran Islam. Wallahu a’lam

 

Muhammad Nasri Dini, Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo

*) Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 08 Th. ke-109 | 16-30 April 2024