MUHAMMAD NASRI DINI
PENDAHULUAN
Membahas tentang masalah kepemimpinan
merupakan suatu hal yang sangat menarik dan tidak akan pernah ada habisnya
untuk dibicarakan. Karena kepemimpinan adalah salah satu faktor terpenting yang
akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi dalam meraih tujuan
akhir yang ingin dicapainya (Sukamto, 1999: 19). Seorang pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas apa
yang dipimpinnya tersebut, entah di dunia ini oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, baik itu dari para anggota dari organisasi yang dipimpinnya,
atau juga atasannya secara struktural dalam organisasi. Serta kelak di hari
akhir seorang pemimpin pasti juga akan menghadap dan ditanya oleh Allah SWT
sebagai pertanggungjawaban paling akhir dari kepemimpinan yang telah
dijalankannya semasa hidup. Rasulullah
SAW bersabda, “Setiap kalian
adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Karena pada hakikatnya setiap manusia
adalah seorang pemimpin, meskipun dalam lingkup yang kecil, bahkan dalam space yang terkecil dia juga harus menjadi
pemimpin bagi dirinya sendiri agar kehidupan yang dijalaninya mempunyai arah
dan tujuan yang jelas (Djunaedi,
2005). Salah satu tugas manusia adalah bahwa di
pundaknya ada beban amanah yang harus dia pikul, hal yang semula pernah juga
ditawarkan kepada makhluk-makhluk Allah SWT yang lain (langit, bumi, dan
gunung), tetapi semuanya merasa keberatan dan tidak punya kemampuan untuk
menerimanya. Manusia juga menjadi pemimpin atas diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat (Bakar,
2014).
Di dalam sebuah lembaga, institusi atau
organisasi dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa menjadi pengayom bagi
bawahannya. Kepemimpinan yang mengayomi ini tentunya sangat dibutuhkan agar
segala proses pelaksanaan program kerja yang ingin untuk dicapai dapat
terlaksana dengan baik dan terarah sesuai dengan tujuan yang ada dan telah
diprogramkan sebelumnya. Hal ini termasuk juga yang terjadi dalam bidang
pendidikan, berbincang tentang masalah kepemimpinan tentu saja di dalamnya
membutuhkan sosok yang profesional agar dapat untuk mempengaruhi dan
menggerakkan orang lain (Srinadila,
2019).
Dalam hal lembaga pendidikan, orang lain
yang harus dipengaruhi dan digerakkan itu tentu saja adalah pendidik dan tenaga
kependidikan di lembaga pendidikan tersebut, agar tujuan dan harapan yang
hendak dicapai dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh warga lembaga
pendidikan atau sekolah tersebut. Karena begitu pentingnya masalah kepemimpinan
ini, jamak kita jumpai berlangsungnya berbagai macam jenis acara yang berisikan
kegiatan pelatihan (training)
kepemimpinan, baik ditujukan untuk peserta individu maupun secara kelompok yang
ke depannya dipersiapkan untuk menjadi sosok pemimpin yang baik untuk suatu
organisasi atau lembaga.
Setelah seorang pemimpin tersebut menjabat
dan memegang kemudi kepemimpinan pun, masih tetap ada juga kegiatan serupa,
baik itu pendidikan atau juga pelatihan yang sifatnya bertujuan untuk
menguatkan kemampuan peserta dalam hal kepemimpinan organisasi. Karena pasti
sudah sangat bisa dimaklumi bahwa jika setiap organisasi seperti apapun
jenisnya pasti memerlukan dan mempunyai seorang pemimpin tertinggi (pemimpin
puncak) dan atau manajer tertinggi (top
manajer) yang harus menjalankan fungsi kepemimpinan dan manajemen di
lembaga atau organisasi yang dipimpinnya tersebut.
Nilai Kepemimpinan dalam Islam
Dalam perspektif nilai-nilai ajaran Islam,
kepemimpinan secara umum telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW secara sangat
sempurna dengan mengacu pada empat sifat penting, yaitu: sidiq, amanah, tabligh,
dan fathonah. Sidiq berarti jujur atau dapat dipercaya. Amanah bermakna dapat
bertanggung jawab dengan apa yang ditugaskan. Tabligh bisa dimaknai dengan
komunikatif atau bisa berkomunikasi dengan efektif. Dan fathonah yang artinya
cerdas. Keempat unsur ini harus ada dalam setiap manusia yang di pundaknya
memikul kepemimpinan, termasuk di dalamnya kepemimpinan di bidang pendidikan.
Sidiq/Jujur. Kata ini merupakan lawan dari kata kadzib
atau dusta. Kejujuran adalah salah satu pondasi utama dan syarat mutlak yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Nasri,
2019). Pemimpin yang memiliki sifat jujur sudah
pasti akan dicintai oleh para anggotanya. Termasuk di sekolah/madrasah, kepala
sekolah/madrasah yang jujur kepada guru dan karyawan, juga dapat dipercaya oleh
para peserta didik dan orang tua/wali, maka otomatis dia akan dicintai pula
oleh mereka. Sebaliknya, jika tidak ada kejujuran pada pemimpin tersebut, maka
dia juga akan dibenci karena ketidakjujurannya itu.
Karena salah satu yang dinilai dari
seorang pemimpin adalah kesesuaian antara kata yang terucap dan perbuatan yang
dilakukan. Pemimpin yang jujur adalah pemimpin yang dapat meyelaraskan antara apa
yang muncul dan terucap dari lisannya dan apa yang tersembunyi di dalam ruang terdalam
hatinya. Selain dibenci oleh sesama manusia, ketidakjujuran juga sudah pasti akan
dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi
amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih
berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga
atasnya.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim).
Amanah/Terpercaya. Hampir sama dengan poin yang telah disebutkan
sebelumnya, amanah juga menjadi pondasi bagi pemegang kepemimpinan. Pemimpin
yang amanah tidak akan mengkhianati apa yang ditugaskan kepadanya. Karena dia
telah diberi kepercayaan untuk mengelola urusan orang banyak, maka dia tidak
akan pernah mengkhianatinya. Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, “Tanda-tanda
orang munafik ada tiga: jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia
mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (HR. Al-Bukhari).
Salah satu yang dikelola oleh seorang
kepala sekolah di sekolah/madrasah adalah dana pendidikan, baik dana itu adalah
yang diterimanya dari pungutan/sumbangan orang tua/wali siswa, maupun
bantuan/hibah dari pemerintah berupa bantuan operasional sekolah (BOS) atau alokasi
dana hibah yang lainnya. Termasuk ada juga dana sumbangan atau donasi dari
masyarakat secara umum. Bayangkan jika seorang yang telah diamanahi jabatan
kepala sekolah menjadi orang yang tidak amanah, maka yang terjadi adalah
penyelewangan dana tersebut. Dan tentu hal ini akan membawa kerugian untuk
orang banyak.
Tabligh/Komunikatif. Berkomunikasi dengan efektif, atau dalam
bahasa agama disebut dengan tabligh adalah sifat yang juga wajib untuk dimiliki
oleh seorang pemimpin (Thaib,
2018).
Karena pemimpin bukan orang yang berinteraksi dengan benda mati,
melainkan dengan manusia yang harus diajak berkomunikasi. Tidak hanya kepada guru/karyawan
semata, kepala sekolah juga dituntut untuk dapat berkomuniaksi dengan baik kepada
orang tua/wali dan peserta didik. Yang tidak kalah penting, kepala sekolah juga
harus menjaga pola komunikasi yang baik dengan masyarakat secara umum, juga
kepada atasan langsung dalam bidang pendidikan, entah dinas terkait, atau
yayasan pengelola/penyelenggara sekolah.
Pemimpin yang baik adalah yang senantiasa dapat
terbuka kepada siapa pun, dan tidak menutup dirinya dari orang lain. Informasi
dari sekolah harus sampai kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Tentang
komunikasi efektif ini, ada beberapa ayat Al-Qur’an yang membahas tentangnya,
di antaranya: An Nisa’ [4]: 9, An Nisa’ [4]: 63, Al Ahzab [33]: 32, Al Isra’
[17]: 23, Al Isra’ [17]: 28, dan Thaha [20]: 43-44. Dalam An Nisa’ [4] 63
misalnya, Allah SWT memerintahkan agar mengatakan dengan “perkataan yang berbekas pada jiwa mereka (qaulan
baligha)”, yaitu perkataan
yang tepat pada sasaran, komunikatif, to
the point, dan mudah untuk dimengerti.
Fathonah/Cerdas. Seorang pemimpin dituntut untuk dapat
menyelesaikan segala persoalan dan masalah yang dihadapinya dalam organisasi.
Maka tidak bisa tidak, salah satu skill wajib yang harus dipunyai juga oleh
seorang pemimpin adalah kecerdasan yang memadai. Dengan kecerdasan memadai yang
dia miliki tersebut pasti akan dapat membantunya untuk memecahkan berbagai
masalah yang muncul dalam menjalankan organisasi. Jangan sampai seorang
pemimpin, termasuk di dunia pendidikan justru mengalami frustasi karena tidak bias
menemukan solusi atas permasalahan yang sedang dihadapinya. Rasulullah SAW
bersabda, “Apabila
sebuah urusan/pekerjaan diserahkan kepada yang bukan
ahlinya, maka bersiaplah menghadapi hari kiamat (kehancuran).” (HR. Al-Bukhari)
Allah SWT dalam QS. Al Mujadilah [58] ayat
11 juga menyebutkan bahwa orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya di
sisi Allah SWT. Kecerdasan seorang pemimpin tidak harus dengan indikasi
mengetahui segala hal dan selalu bisa menyelesaikan masalah, tetapi bisa jadi
dalam bentuk kecerdasan mengelola para stafnya. Kecerdasan pemimpin dalam
penempatkan staf di tempat yang tepat bisa membantunya untuk menghadapi masalah
yang mungkin akan muncul dalam menjalani roda organisasi.
PENUTUP
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu usaha
dan proses untuk mempengaruhi, menggerakkan dan memanajemen orang-orang yang
berada di lingkungan pendidikan, dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan,
maupun dalam rangka mewujudkan kesuksesan proses pendidikan dan pembelajaran.
Semua hal itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendididikan secara
efektif dan efisien yang sudah dirancang bersama-sama dalam suatu organisasi
pendidikan.
Islam melalui Nabi Muhammad SAW juga sudah
mencontohkan sifat kepemimpinan yang wajib dimiliki oleh setiap muslim yang
memegang tongkat kepemimpinan, yaitu sifat: jujur, terpercaya, komunikatif dan
cerdas. Dalam bahasa agama sifat-sifat itu disebut sebagai: sidiq, amanah,
tabligh dan fathonah. Bisa jadi dia bukan orang yang sempurna mengenai keempat
sifat tersebut, tapi selayaknya seorang pemimpin senantiasa untuk berusaha
dengan maksimal agar bisa memiliki semuanya. Inilah yang sebaiknya dituju oleh
seorang pemimpin muslim dalam dunia pendidikan, karena landasan, nilai, dan
kompetensi kepemimpinan ada dalam ajaran Islam. Wallahu a’lam
Muhammad Nasri Dini, S.Pd.I, M.Pd, Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo
Tidak ada komentar: