Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Berita

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

» » » Bekerjalah di Muhammadiyah dan Besarkanlah Muhammadiyah dengannya

 

Muhammad Nasri Dini

Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo

 

Pada tulisan yang terbit sebelumnya berjudul "Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah: Meluruskan Kesalahpahaman" penulis melengkapi pesan popular yang pernah disampaikan oleh KH. Ahmad Dahlan, yaitu “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah,” dengan kalimat “Bekerjalah di Muhammadiyah dan besarkanlah Muhammadiyah dengannya!”. Kalimat ini menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. Bahwa Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar dan tertua di Indonesia, telah memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk dakwah, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial. ‘Nyala Matahari’ yang menjadi penerang dan pencerah di seluruh pelosok nusantara ini menjadi bukti nyata dedikasi Muhammadiyah dalam usahanya untuk mewujudkan masyarakat Islam sebenar-benarnya yang diridhai Allah SWT.

Namun di balik kebesaran Persyarikatan dengan berbagai amal usahanya tersebut, terdapat fenomena yang perlu menjadi perhatian kita bersama. Yaitu sikap pragmatisme sebagian orang yang penulis ungkapkan secara singkat: “Bekerja di amal usaha Muhammadiyah, yes! Berjuang di Persyarikatan, no!”.

 

Fenomena yang Mengkhawatirkan

Keberhasilan Muhammadiyah mendirikan amal usaha di berbagai bidang tentu sudah diakui oleh berbagai kalangan. Hal ini merupakan warisan yang ditinggalkan oleh sang pendiri, KH. Ahmad Dahlan yang terkenal dengan man of action, manusia yang mengedepankan amal nyata. Karakteristik beliau yang ‘sedikit bicara banyak bekerja’ ini kemudian juga menjadi trade mark Persyarikatan yang dikenal dengan gerakan amal. Maka institusi atau lembaga yang dikelola oleh Muhammadiyah pun kemudian dikenal dan dikenalkan secara luas sebagai amal usaha Muhammadiyah (AUM).

Tapi sejauh mana pengelola amal usaha tersebut memberikan kontribusinya secara nyata untuk berkhidmat dalam pengembangan Persyarikatan, untuk membesarkan Muhammadiyah. Karena tidak dapat dipungkiri hingga saat ini masih saja ada orang yang bekerja dan mencari nafkah di Muhammadiyah, tetapi dia tidak mau ‘bekerja’ untuk membesarkan Muhammadiyah, untuk menghidupkan gerakan Muhammadiyah.

Tidak sedikit kita temui di beberapa sekolah, universitas, rumah sakit, atau amal usaha lainnya, di sana terdapat orang yang bekerja secara administratif di AUM, namun tidak memiliki keterikatan emosional atau ideologis dengan Persyarikatan. Penulis bahkan pernah mendapati secara nyata ada guru di sekolah Muhammadiyah, tetapi dia merupakan anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan lain yang bahkan secara amaliyah bertentangan dengan amaliyah ibadah Muhammadiyah, sebut saja LDII, NU, juga MTA. Sehingga pada banyak kegiatan Muhammadiyah mereka absen, dengan alasan bukan anggota Muhammadiyah. Dan dengan entengnya ada di antara mereka yang mengatakan, “saya cuma kebetulan bekerja di Muhammadiyah kok!”.

Hal di atas hanya sebagian kecil yang pernah penulis jumpai, bisa jadi di tempat yang lain juga ada atau bahkan banyak -meskipun untuk memastikannya dibutuhkan data atau penelitian- guru, tenaga kesehatan, dosen, atau pegawai AUM yang justru berasal dari ormas Islam lain dan tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam yang dipedomani oleh Muhammadiyah. Kemungkinan terburuknya, mereka bisa saja merusak Persyarikatan dengan menyebarkan ideologi lain padahal mereka mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya dari AUM.

Fenomena ini mengkhawatirkan karena menimbulkan setidaknya dua masalah: Pertama, Minimnya kontribusi pada Persyarikatan. Mereka yang bekerja di AUM seringkali hanya melihat Muhammadiyah sebagai tempat mencari nafkah, tanpa ada keinginan untuk berkontribusi dalam gerakan dakwah dan perjuangan Persyarikatan. Jangankan aktif menjadi pengurus Muhammadiyah dan ortomnya, bahkan mengikuti kegiatan Muhammadiyah pun mereka tidak mau.

Kedua, Resiko penyimpangan ideologis. Tanpa keterlibatan aktif di Muhammadiyah, ada kemungkinan nilai-nilai Islam yang ingin ditegakkan Muhammadiyah tidak sepenuhnya dipahami atau bahkan dilaksanakan oleh orang-orang pragmatis tersebut.

 

Mengapa Penting untuk Berjuang di Muhammadiyah?

AUM merupakan manifestasi dakwah Persyarikatan. Maka bekerja di AUM bukan sekadar pekerjaan biasa. Ini adalah ladang dakwah sekaligus amal jariyah. Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi bagian dari AUM, baik sebagai guru, dokter, atau staf administrasi, maka ia sejatinya telah menjadi bagian dari misi besar Muhammadiyah. Oleh karena itu, bekerja di Muhammadiyah seharusnya diiringi dengan semangat untuk membesarkan Muhammadiyah, baik melalui peningkatan kualitas kerja maupun dengan aktif terlibat dalam setiap kegiatan Persyarikatan.

Sebagaimana dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) hasil keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta tahun 2000, pada Pedoman Kehidupan dalam Mengelola Amal Usaha poin 1 secara tegas disebutkan bahwa, “Amal usaha Muhammadiyah adalah salah satu usaha dari usaha-usaha dan media dakwah Persyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu, semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada terlaksananya maksud dan tujuan Persyarikatan, dan seluruh pimpinan serta pengelola amal usaha berkewajiban untuk melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu dengan sebaik-baiknya sebagai misi dakwah.”

Maka idealnya jika semakin banyak AUM yang dimiliki oleh Muhammadiyah dengan berbagai macam bidangnya, semakin banyak pula jaringan atau instrumen dakwah yang dimiliki untuk menguatkan Persyarikatan. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa pertumbuhan kuantitas AUM seharusnya berbanding lurus dengan ‘besarnya Muhammadiyah’ sebagai induknya. Semakin banyak AUM, semakin semarak dan gegap gempita pula gerakan dakwah Persyarikatan. Ranting, Cabang, Daerah yang banyak memiliki AUM, tentu akan banyak pula amunisi atau sumber daya dakwah yang mereka punyai.

 

Solusi untuk Mengatasi Fenomena Ini

Lantas bagaimana agar para pekerja AUM juga otomatis dapat berkontribusi untuk membesarkan Muhammadiyah? Berikut beberapa hal yang bisa ditempuh. Pertama, Rekrutmen berbasis ideologi. Dalam proses penerimaan pegawai di AUM, perlu diprioritaskan warga Muhammadiyah yang memiliki komitmen ideologis terhadap gerakan ini. Hal ini penting untuk memastikan bahwa mereka tidak hanya kompeten secara profesional tetapi juga memiliki keselarasan visi dan misi dengan Muhammadiyah.

Ini sejalan dengan panduan mengelola AUM pada PHIWM poin 4, “Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di bidang amal usaha tersebut. Karena itu, status keanggotaan dan komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi sangat penting bagi pimpinan tersebut, agar yang bersangkutan memahami secara tepat fungsi amal usaha tersebut bagi Persyarikatan. Dan bukan semata-mata sebagai pencari nafkah yang tidak peduli dengan tugas-tugas dan kepentingan Persyarikatan.”

Selanjutnya dalam poin 10 panduan mengelola AUM pada PHIWM juga disebutkan, “Karyawan amal usaha Muhammadiyah adalah warga (anggota) Muhammadiyah yang dipekerjakan sesai dengan keahlian atau kemampuannya. Sebagai warga Muhammadiyah, diharapkan karyawan mempunyai rasa memiliki dan kesetiaan untuk memelihara serta mengembangkan amal usaha tersebut sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT dan berbuat kebajikan kepada sesama.”

Kedua, Pembinaan Intensif. Bagi pegawai yang sudah ada, pembinaan ideologi dan ke-Muhammadiyahan harus diperkuat. Misalnya, melalui program Darul Arqam/Baitul Arqam, kajian rutin, atau kewajiban mengikuti kegiatan Muhammadiyah. Selain itu AUM perlu menjadi etalase nilai-nilai Muhammadiyah dengan penguatan identitas muhammadiyah. Lingkungan kerja harus mencerminkan budaya Islam berkemajuan yang menjadi ciri khas Muhammadiyah.

Ini sejalan dengan panduan mengelola AUM pada PHIWM poin 13 yang menyebutkan bahwa, “Seluruh pimpinan, karyawan, dan pengelola amal usaha Muhammadiyah selain melakukan aktifitas pekerjaan yang rutin dan menjadi kewajibannya, juga dibiasakan melakukan kegiatan-kegiatan yang memperteguh dan meningkatkan taqarrub kepada Allah SWT dan memperkaya ruhani serta kemuliaan akhlak melalui pengajian, tadarrus serta kajian Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan bentuk-bentuk ibadah dan muamalah lainnya yang tertanam kuat dan menyatu dalam seluruh kegiatan amal usaha Muhammadiyah.”

Ketiga, Sinergi antara AUM dan Persyarikatan. AUM dan Persyarikatan harus saling mendukung. Pegawai AUM harus didorong untuk tidak hanya berkontribusi di tempat kerja tetapi juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah. Di PDM Sukoharjo tempat penulis tinggal misalnya, sudah diberlakukan kebijakan bahwa jika akan memperpanjang kontrak kerjanya di AUM, maka dia harus mengumpulkan bukti keaktifan di persyarikatan dalam bentuk portofolio. Mereka harus mengisi apa saja kegiatan persyarikatan yang diikuti selama setahun sebanyak 20 kegiatan yang mencakup 4 kegiatan tingkat daerah, 8 kegiatan tingkat cabang dan 8 kegiatan tingkat ranting yang dilengkapi dengan tandatangan dan stempel pimpinan setempat.

 

Penutup

Bekerjalah di Muhammadiyah dan besarkanlah Muhammadiyah dengannya. Jadikan pekerjaan kita di AUM sebagai ladang amal yang tidak hanya memberikan manfaat dunia tetapi juga pahala akhirat. Jangan hanya semata-mata mencari nafkah, tetapi jadilah bagian dari perjuangan Muhammadiyah. Dengan begitu, AUM akan terus menjadi sumber keberkahan, tidak hanya bagi warga Muhammadiyah tetapi juga bagi seluruh umat manusia.

Mari bersama kita wujudkan Persyarikatan Muhammadiyah yang lebih besar, lebih kuat, dan lebih berpengaruh melalui kontribusi nyata kita di dalamnya. Karena bekerja di Muhammadiyah adalah bentuk ibadah, dan membesarkan Muhammadiyah adalah bagian dari dakwah kita untuk meninggikan kalimat Allah SWT. Wallahu a’lam.

 

*) Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Tabligh edisi No. 1/XXIII - Januari 2025 M / Rajab 1446 H

«
Next
This is the most recent post.
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply