Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

» » 4 Sifat yang Disukai dalam Pergaulan

 

Oleh: H. Yusuf Aziz Rahma, S.Pd, M.M

Ketua PDPM Sukoharjo

 

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas segala apa yang telah diberikan-Nya kepada kita. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikut yang setia pada ajaran beliau hingga akhir zaman nanti.

 

Dalam kesempatan yang baik ini kita akan mencoba merenungi sebuah tema yang sangat penting dalam Islam, yaitu "Hayyin, Layyin, Qarib, Sahl." Keempat kata ini membawa makna mendalam dalam kerangka ajaran agama Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

ﺃَﻻَ ﺃُﺧْﺒِﺮُﻛُﻢْ ﺑِﻤَﻦْ ﺗُﺤَﺮَّﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭُ؟ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ: ﺑَﻠَﻰ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ، ﻗَﺎﻝَ: ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻫَﻴِّﻦٍ، ﻟَﻴِّﻦٍ، ﻗَﺮِﻳﺐٍ، ﺳَﻬْﻞٍ

 

“Maukah kalian aku tunjukkan orang yang haram baginya tersentuh api neraka?” Para sahabat berkata, “Mau, wahai Rasulallah!” Beliau menjawab: “(yang haram tersentuh api neraka adalah) orang yang Hayyin (tawadhu),  Layyin (lembut), Qarib (dekat), Sahl (mudah).” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hiban)

 

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada empat orang yang diharamkan atas api neraka. Siapa saja mereka?

 

Pertama, Hayyin (tawadhu). Yaitu orang yang tawadhu, tidak sombong, tidak merasa angkuh, tidak ujub. Hayyin adalah orang yang memiliki ketenangan lahir dan bathin. Kehadiran orang seperti ini sangat menenangkan, teduh, meneduhkan dan tidak temperamental. Orang yang memiliki sifat hayyin dapat selalu mengendalikan hati dan perasaan, mengontrol pikiran, dan tentu juga akan tercermin dalam sikap dan perilakunya.

 

Dari mana semua ini bisa didapatkan? Mengapa seseorang bisa menjadi seorang yang hayyin? Kata kuncinya adalah dari dalam hati. Hati akan merasa tenteram jika selalu menghadirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalamnya. Tak hanya sekadar menghadirkan nama-Nya saja, namun juga menyadari sepenuhnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala maha melihat, maha mendengar, maha dekat, maha menguasai segalanya dan maha menentukan. Karena hayyin lahir dari ketauhidan, maka semakin bagus tauhid seseorang, akan semakin tenang pula hatinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

 

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d [13]: 28)

 

Kedua, Layyin (lembut). Yaitu lembut dan tidak kasar. Layyin menunjukkan kelembutan dalam bersikap dan bertindak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah contoh terbaik tentang kelembutan. Beliau bersikap lembut terhadap anak-anak, peduli terhadap orang-orang lemah, dan selalu memberikan nasihat dengan penuh kelembutan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ

 

“Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya.” (HR. Abu Dawud, shahih)

 

Saat ini terkadang kita jumpai orang-orang yang menolak dari ajakan dakwah Islam, bukan karena ajaran Islam yang tidak baik di mata manusia. Tapi salah satu sebabnya adalah karena tidak adanya kelembutan dari orang yang mengajak kepada ajaran Islam tersebut. Singkatnya, Islam bagaikan mutiara sedangkan kelembutan adalah sebagai bungkusnya. Ketika bungkusnya kotor dan tidak terlihat indah, maka jangan kita berharap manusia mau untuk menerima apalagi membukanya. Menerima saja tidak, apalagi membuka mutiara yang ada di dalamnya. Maka seseorang muslim hendaknya memperhatikan kelembutan dan akhlak yang mulia ini dalam pergaulan, janganlah ia sampai bertindak kasar kepada sesama manusia.

 

Ketiga, Qarib (dekat). Yaitu dekat dengan manusia. Artinya manusia merasa senang untuk mendekatinya. Orang yang memiliki sifat qarib adalah orang dengan pribadi yang supel, mudah akrab, hangat dan menyenangkan. Dia tidak mempunyai sikap yang bisa membuat orang lain tidak nyaman, apalagi hingga terluka atau tersakiti. Sifat qarib datang dari perilaku tawadhu atau rendah hati. Orang yang tawadhu akan membuat orang lain nyaman berada di dekatnya, karena pribadinya pun juga nyaman dengan dirinya sendiri.

 

Hal ini tentu berbeda dengan orang yang tinggi hati, merasa lebih hebat, lebih pintar atau merasa lebih penting dari orang lain. Karena akan membuat orang lain menjadi takut ketika akan mendekatinya. Jika ada manusia yang takut untuk mendekati seseorang karena keburukannya, maka orang ini termasuk orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat.

 

Qarib dalam konteks aqidah juga bisa dimaknai dengan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Manusia dituntun untuk senantiasa mendekatkan hati dan amal perbuatan kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675)

 

Keempat, Sahl (mudah). Sahl merujuk pada kemudahan dan kelancaran. Sahl adalah orang yang memudahkan, tidak menyulitkan orang lain. Semua diperlakukan secara proporsional, tetapi tidak menggampangkan masalah. Ia selalu berpikir solusi ketika berhadapan dengan masalah. Sahl merupakan sifat yang harus setiap muslim miliki, ia memudahkan berbagai urusan orang lain. Seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

 

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ اَلدُّنْيَا, نَفَّسَ اَللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اَلْقِيَامَةِ , وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ, يَسَّرَ اَللَّهُ عَلَيْهِ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ, وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ, وَاَللَّهُ فِي عَوْنِ اَلْعَبْدِ مَا كَانَ اَلْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

 

“Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

 

Sebagai umat Islam, mari kita refleksikan keempat konsep ini dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran Islam memberikan landasan kokoh untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.  Ketika kita bergaul dengan sesama manusia, perlihatkan wajah yang berseri-seri. Hendaknya kitapun memiliki sifat yang lemah-lembut. Kita berusaha untuk memudahkan kesulitan orang lain dengan membantunya. Kita juga harus berusaha untuk tidak menyakiti hati mereka baik dengan lisan maupun perbuatan. Kitapun juga hendaknya senantiasa bersabar dalam menghadapi seala kekurangan yang diiliki oleh orang lain. Maka apabila kita sebagai seorang muslim mempunyai sifat yang demikian, orang-orang akan mencintai kita dan tidak akan bersedih.

 

Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan dan petunjuk oleh Allah SWT dalam menjalani kehidupan, sehingga dapat menjadi orang yang hayyin, layyin, qarib, dan sahl dalam pergaulan sehari-hari. Aamiin.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply