Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

» » » Jejak Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Muhammadiyah



Muhammad Nasri Dini

Kepala SMP Muhammadiyah Imam Syuhodo Sukoharjo

 

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar di Indonesia, dikenal dengan semangat tajdid (pembaruan) dan purifikasi (pemurnian) ajaran Islam. Sebelum mendirikan Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan saat menunaikan ibadah haji di Tanah Haram lebih dahulu mendalami ilmu-ilmu Islam tradisional kepada ulama-ulama di sana seperti Syaikh Mahfudz At Tarmasi, Imam Nawawi Al Bantani dan banyak ulama lainnya di Masjidil Haram. Sedangkan semangat modernisasi Islam beliau dapatkan di antaranya dari ulama-ulama progresif seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad Rasyid Ridha dan ulama mujaddid lainnya. Nama Haji Ahmad Dahlan yang melekat pada beliau sampai saat ini juga didapatkan dari Syaikh Abu Bakar Syatha, seorang ulama Mazhab Syafi’i di Makkah yang mengajar di Masjidil Haram.

Dari perjalanan sejarah tersebut dapat dibaca dengan jelas bahwa Muhammadiyah sejak berdirinya hingga kini banyak dipengaruhi oleh pemikiran ulama-ulama besar, salah satunya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pemikiran atau ajaran Ibnu Taimiyah memberikan dasar yang kuat bagi gerakan pembaruan Islam yang diusung Muhammadiyah, khususnya dalam menegakkan tauhid dan memberantas praktik-praktik yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni.

 

Latar Belakang Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah, atau nama lengkapnya Abul Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyah Al Haroni Ad Dimasqi. Ia lahir di Harran, Suriah, pada tahun 1263 M, lima tahun setelah kejatuhan Baghdad ke tangan Mongol. Situasi umat Islam yang terpuruk saat itu mendorongnya untuk mengumandangkan gerakan pemurnian dan pembaruan Islam. Ia dikenal sebagai ulama yang kritis terhadap praktik-praktik yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Pemikirannya menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur’an dan As Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam.

Di kalangan kaum muslimin Ibnu Taimiyah terkenal dengan sebutan Syaikhul Islam. Gelar ini menunjukkan seseorang yang menjadi rujukan bagi umat Islam karena keilmuannya. Seorang ulama yang diberi gelar Syaikhul Islam dianggap sebagai panutan umat tidak hanya karena keilmuan, tapi juga kebijaksanaannya. Banyak ulama yang digelari Syaikhul Islam, salah satunya Ibnu Taimiyah. Gelar ini diberikan oleh ulama lain sebagai bentuk penghormatan atas kontribusinya dalam memperjuangkan kebenaran Islam kepada masyarakat.

Khazanah pemikiran yang dirintis oleh Ibnu Taimiyah terus berkembang dan memperkaya sejarah intelektual Islam. Pemikiran Ibnu Taimiyah juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada gerakan pemurnian Islam di Nusantara, seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persatuan Islam (Persis), yang muncul pada awal abad ke-20 M. Pengaruh ini terutama terlihat pada upaya untuk kembali kepada ajaran Islam yang murni, berlandaskan Al-Qur’an dan As Sunnah, serta paradigma pemikiran kaum salafush shalih, disertai sikap tegas menolak segala bentuk kesyirikan, takhayul, bid’ah dan khurafat.

 

Pengaruh Pemikiran Ibnu Taimiyah terhadap Muhammadiyah

Gerakan Muhammadiyah sejak berdirinya telah menekankan pentingnya purifikasi ajaran Islam, mengajak umat untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As Sunnah, serta meninggalkan praktik-praktik yang dianggap bid’ah atau tidak memiliki dasar yang kuat dalam kedua sumber tersebut. Muhammadiyah juga dikenal sebagai organisasi dengan identitas gerakan tajdid. Pendekatan ini sejalan dengan pemikiran-pemikiran yang dibawa oleh Ibnu Taimiyah.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa di antara kitab yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan adalah kitab “At-Tawassul wal-Wasilah” karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Kitab tersebut membahas konsep tawassul, yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui perantara. Konsep tawassul yang dipahami oleh Muhammadiyah mengadopsi dari Ibnu Taimiyah yang menjelaskan bahwa tawassul yang disyariatkan meliputi: Pertama, tawassul dengan nama dan sifat Allah. Yaitu berdoa dengan menyebut nama dan sifat Allah SWT yang sesuai dengan permohonan; Kedua, tawassul dengan amal shalih. Yaitu memohon kepada Allah SWT dengan menyebutkan amal shalih pribadi yang pernah dilakukan, seperti dalam kisah tiga orang yang terjebak di gua dan berdoa kepada Allah SWT dengan menyebut amal baik mereka; dan Ketiga, tawassul dengan doa orang shalih yang masih hidup. Meminta orang shalih yang masih hidup untuk mendoakan kebaikan bagi kita.

Dengan redaksi yang lain dalam Tanya Jawab Agama Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah (2018) juga pernah menyebutkan tawassul yang diperbolehkan adalah: (1) tawassul kepada Allah dengan asma’ dan sifat-Nya, (2) tawassul kepada Allah dengan iman dan amal shalih yang dilakukan oleh orang yang bertawassul, (3) tawassul kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, (4) tawassul kepada Allah dengan menampakkan kelemahan hajad dan kebutuhan kepada Allah, (5) tawassul kepada Allah dengan doa orang-orang shalih yang masih hidup, dan (6) tawassul kepada Allah dengan mengakui dosa-dosa.

Menurut Muhammadiyah, tawassul dengan selain rincian di atas tidak diperbolehkan. Hal ini seperti pemahaman Ibnu Taimiyah yang menolak tawassul yang tidak memiliki dasar dalam syariat, seperti tawassul dengan orang yang telah meninggal atau dengan zat makhluk. Beliau menegaskan bahwa semua bentuk ibadah harus berdasarkan dalil yang sahih dan sesuai dengan praktik generasi salafush shalih.

 

Semangat Pembaruan dan Purifikasi

Semangat pembaruan yang dibawa oleh Ibnu Taimiyah juga tercermin dalam gerakan Muhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan terinspirasi untuk melakukan purifikasi dan pembaruan dalam praktik keagamaan umat Islam di Indonesia. Hal ini terlihat dari upaya Muhammadiyah dalam memberantas praktik-praktik yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni, seperti TBC (takhayul, bid’ah, dan ch(kh)urafat), termasuk di dalamnya syirik dan taklid buta yang menjamur di masyarakat kala itu. Pendekatan ini sejalan dengan gerakan Ibnu Taimiyah yang menekankan pentingnya kembali kepada ajaran Islam yang asli dan murni.

Dalam matan Kepribadian Muhammadiyah dijelaskan bahwa dakwah yang diperjuangkan Muhammadiyah ditujukan pada dua bidang: perseorangan dan masyarakat. Dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar pada bidang pertama terbagi dalam dua golongan, yaitu: (a) Kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli dan murni; dan (b) Kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam. Adapun dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar pada bidang kedua, yaitu kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan bimbingan serta peringatan.

Ibnu Taimiyah juga memiliki doktrin di antaranya bahwa ijtihad tidak pernah tertutup. Muhammadiyah juga terus mendorong dan melaksanakan ijtihad, karena ijtihad tidak boleh terhenti. Perkembangan masyarakat yang terus berlangsung membutuhkan pembaruan pemikiran. Namun, ijtihad yang dilakukan tetap terarah dan tidak berlebihan. Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki metode atau manhaj yang mencakup penerimaan terhadap ijtihad, sebagai cara untuk menetapkan hukum dalam masalah yang tidak memiliki nash langsung. Dalam menyelesaikan persoalan ijtihadiyah, Muhammadiyah menerapkan sistem ijtihad kolektif (ijtihad jama’iy).

Muhammadiyah tidak terikat pada satu mazhab tertentu, melainkan bersikap terbuka dan toleran. Keputusan yang dihasilkan Majelis Tarjih tidak dianggap sebagai satu-satunya kebenaran, sehingga koreksi atau masukan dari pihak mana pun akan diterima selama disertai dalil-dalil yang dianggap lebih kuat. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dunia, penggunaan akal sangat penting untuk mencapai kemaslahatan umat. Prinsip akidah tauhid tetap dijaga, sementara misi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin diwujudkan melalui berbagai amal nyata.

 

Sikap kepada Penguasa

Ibnu Taimiyah menjalani kehidupan yang penuh pergulatan, bahkan sering kali bersinggungan dengan penguasa pada masa itu. Perbedaan pandangan yang tajam menyebabkan beliau mengalami “mihnah”, yaitu penghakiman karena ketidaksepahaman dengan penguasa atau kekuatan dominan saat itu. Akibatnya, Ibnu Taimiyah menjadi korban tekanan politik dan keagamaan, yang membuatnya beberapa kali harus merasakan kehidupan di dalam jeruji besi hingga berulang kali. Bahkan beliau wafat dalam penjara di kota Damaskus pada  pada 20 Dzulqa’dah 1328 H. Meskipun mengalami akhir tragis sebagai korban rezim dan tekanan dari ulama yang bersekutu dengan penguasa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tetap dikenang sebagai pembaru besar dan pelopor kebangkitan Islam yang namanya tetap harum dan cemerlang dalam sejarah dunia Islam hingga hari ini.

Sikap serupa terlihat dalam sejarah Muhammadiyah yang memiliki ulama-ulama berani seperti Buya Hamka. Sebagai tokoh Muhammadiyah yang vokal dalam menyuarakan kebenaran, Hamka pernah dipenjara pada masa rezim Orde Lama karena dianggap melawan arus kekuasaan. Penahanan ini mencerminkan bagaimana Muhammadiyah dan tokoh-tokohnya tetap konsisten dalam memperjuangkan prinsip Islam, meski harus menghadapi risiko besar. Seperti halnya Ibnu Taimiyah, Buya Hamka dan ulama Muhammadiyah lainnya menunjukkan bahwa keberanian bersikap kritis terhadap penguasa adalah bagian dari tanggung jawab untuk menegakkan kebenaran.

 

Penutup

Jejak pemikiran Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam gerakan Muhammadiyah cukup signifikan. Semangat purifikasi dan pembaruan yang diusung Ibnu Taimiyah menjadi inspirasi bagi Muhammadiyah hingga kini. Dalam sumber-sumber referensi yang ditulis oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah, buku-buku tentang Muammadiyah, atau buku-buku pelajaran siswa-siswi Muhammadiyah, kita akan dengan sangat mudah menemukan nama Ibnu Taimiyah di dalamnya. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Muhammadiyah juga tetap konsisten dalam misinya untuk memurnikan ajaran Islam di Indonesia, sejalan dengan semangat yang diwariskan oleh Ibnu Taimiyah. Wallahu a’lam bish shawab.


*) Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Tabligh edisi No. 3/XXIII - Maret 2025 M / Ramadhan 1446 H

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply