Malas No More, Shalat Forever
Oleh: Shafni Ulwan Tansiqi, S.Ag
اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ
الْحَقِّ، لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا،
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ
اللهِ, اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
اَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala
Pertama, mari kita panjatkan segala
puja-puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan yang mencipatakan langit
dan bumi, alam semesta berserta isinya.Rasa syukur patut kita haturkan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat iman, Islam,
kesehatan dan kesempatan serta
inayah-Nya sampai detik ini kita masih mengagungkan nama-Nya.
Kedua, shalawat serta salam tetap
tercurahkan kepada junjungan besar, Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi
wasallam. Berkat dakwah dan perjuangan beliau membawa umat manusia dari
kebodohan menuju agama Islam rahmatan lil ‘alamiin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ
ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ
لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
“Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan
hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-aqsa yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra’: 1)
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala
Syariat shalat tidak bisa dilepaskan
dengan peristiwa Isra’Mi’raj. Isra’ merupakan perjalanan Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam dari Masjid Al-Haram (Makkah) menuju Masjid Al-Aqsa
(Yerusalem). Sedangkan Mi’raj adalah
proses kenaikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dari Masjid
Al-Aqsa atau bait Al-Maqdis menembus langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha.
Perjalanan ini menjadi fenomenal sebab hanya ditempuh dalam waktu semalam,
bersama Jibril ‘alaihis salam sebagai tour guide-nya.
Peristiwa Isra’ Mi’raj ini menjadi
sebuah ‘healing’ bagi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dari
kesedihan (Amul huzn) atas meninggalnya sang istri–Khadijah dan
pamannya–Abu Thalib. Dalam kitab Qishatu Al-Mi’raj karya Syekh Najmuddin
Al-Ghaithi dijelaskan secara rinci perjalanan yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam. Mulai dari dibersihkannya dada Nabi Muhammad shalallahu
‘alaihi wasallam dengan ‘zam-zam’ oleh Jibril dan Mikail, didatangkan buraq
dan dimulailah perjalanan (Isra’) sampai di Masjid Al-Aqsa. Di sinilah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat dua rakaat,
memimpin jamaah ruh para nabi.
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala
Selesai shalat bersama ruh para nabi,
dimulailah Mi’raj Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam naik ke sama’
Al-Dunya (Langit pertama) di sana bertemu dengan Adam. Dan di langit-langit
selanjutnya bertemu dengan nabi-nabi sampai di langit keenam bertemu dengan
Musa. Dan di langit terakhir Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam disambut
oleh bapaknya para Nabi (Abu Al-Anbiya’) yakni Ibrahim ‘alaihis salam
yang sedang menyandarkan punggungnya di baitul makmur. (Qishotu Al-Mi’raj
13-19)
Jamaah sekalian, perlu kita ketahui
dalam kitab Qishotu Al-Mi’raj diceritakan bahwa Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam diperlihatkan berbagai macam kejadian, balasan bagi orang
yang baik semasa hidupnya ataupun sebaliknya. Perjalanan ‘singkat’ ini banyak
memberi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pelajaran dan hikmah. Dan
yang menjadi puncak dari Isra’-Mi’raj yakni ‘oleh-oleh’ dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam di Sidratul
Muntaha berupa syariat shalat. MasyaAllah.
Shalat secara makna itu adalah dzikir
atau do’a, secara istilah perkataan dan gerakan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. (Al-Shalatu min Al-Fiqh
‘alaAl-Madzhab Al-Arba’ah). Menilik berbagai kitab-kitab terkait Isra
Mi’raj di antara pembahasanya juga selalu membahas perihal syariat shalat.
Sebab Isra Mi’raj dan syariat shalat bagaikan dua mata uang yang tidak bisa
dipisahkan.
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala
Jika kita lihat proses syariat shalat
cukup menarik. Yakni bagaimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam turun-naik
langit untuk meminta ‘dispensasi’ atau keringanan kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala atas saran dari nabi Musa. Pertama-tama, Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberi syariat shalat 50 kali dalam sehari semalam. Lalu turunlah
Rasulullah dan Sidratul Muntaha bertemulah dengan Musa di langit keenam.
Mengetahui syariat shalat 50 kali, Musa pun menyarankan Rasulullah kembali dan
meminta keringanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam kitab karangan Najmuddin Al-Ghaithi
diterangkan bahkan nabi pun merasa malu ketika harus meminta keringanan lagi
setelah yang paling terakhir yaitu 5 rakaat sehari. Dari 50 harakat menjadi 5
harakat merupakan rahmat dan keringanan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
MasyaAllah.
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala
Jika kita perhatikan, sungguh shalat
merupakan syairat yang cukup istimewa bagi umat Muhammad shalallahu ‘alaihi
wasallam. Kita lihat dalam surat Al-Ankabut 45 Allah berfirman–Wa
lazikrullah akbar yang artinya bahwa mengingat Allah (shalat) lebih besar
(keutamaannya) dari yang lain. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
langsung memberikan syariat shalat kepada kekasih-Nya, Rasulullah Muhammad shalallahu
‘alaihi wasallam. Sidratul Muntaha–tempat istimewa–menjadi saksi.
Maka penting untuk kita sebagai kaum
muslim–mukmin memperhatikan shalat terkhusus shalat 5 waktu. Males No More,
Shalat Forever. Akan menjadi lebih baik jika shalat sunah juga senantiasa
diistiqamahkan. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa shalat menjadi tiang dari
agama Islam:
اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدِّيْنُ وَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنَ
وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ تَرَكَ الدِّيْنَ
"Shalat adalah tiang agama. Barang siapa
menegakkan shalat, maka berarti telah menegakkan agama. Dan barang siapa
meninggalkan shalat, maka ia telah merobohkan agamanya”.
Hadist di atas menujukkan betapa
penting dan pokoknya ibadah shalat, hingga diumpamakan sebagai tiangnya agama.
Artinya tegaknya Islam berbanding lurus dengan tegaknya shalat, dan begitu
sebaliknya. Yakni robohnya Islam disebabkan tidak lain karena lalainya umat
dalam mengerjakan shalat. Seperti halnya sebuah bangunan rumah, yang menjadi
asas utama tegakan tidaknya adalah tiang yang menyangga.
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala
Ada ilustrasi menarik, disajikan oleh
seorang pengguna (user) media sosial tentang bagaimana shalat itu menjadi
bagian yang sangat vital dalam Islam. Seorang memperlihatkan dirinya sedang
menggenggam sebuah botol yang diumpamakan sebagai agama Islam. Saat botol itu
digenggam kelima jarinya (Rukun Islam), maka botol tetap aman dalam
genggamannya. Dan saat jari jemari satu per satu dilepaskan, dari kelingking
(haji), manis (puasa), tengah (zakat), terlihat masih aman. Akan tetapi saat
jari telunjuk (shalat) juga dilepaskan maka yang terjadi botol itu terjatuh.
Bagi seorang muslim shalat menjadi
rukun yang harus dikerjakan setelah syahadat. Artinya di antara kelima rukun
Islam, shalat menjadi hal paling mendasar yang harus dijaga dan ditegakkan oleh
umat Islam. Pasalnya shalat merupakan simbol penghambaan kita kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan di saat yang sama menjadi sebuah media kita berkomunikasi
dengan-Nya. Kita ingat, bahwa tujuan pokok diciptakannya manusia yaitu untuk
‘menghamba’ pada-Nya. (Al-Dzariyat 56)
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala
Tentang pentingnya ibadah shalat,
Rasulullah bersabda dalam hadistnya bahwa amalan pertama yang akan dihisab di
hari akhir yaitu shalat.
أَوَّلُ مَا يُـحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ ،
فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ ، وَإِننْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ
عَمَلِهِ
“Yang paling pertama dihisab pada seorang hamba di
hari kiamat adalah sholat . Jika (shalat nya) baik, maka baiklah seluruh
amalnya, sedangkan jika (sholat nya) buruk, maka buruklah seluruh amalnya”
Dalam hadist lain, diriyawatkan oleh Abu Hurairah
Rasulullah bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ
عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ
فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى : انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ
بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى
ذَلِكَ
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan
dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan
mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan
menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah
Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki
amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat
wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu”. (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2: 425, Hakim 1: 262,
Baihaqi, 2: 386)
Berbicara tentang shalat dalam konteks kekinian
menjadi sebuah hal yang urgen–keharusan–bagi umat Islam. Wa bil khusus,
para orang tua yang memiliki tanggung jawab untuk senantiasa membiasakan dan
memberi ‘paham’ anak-anaknya bahwa shalat itu kewajiban dan kebutuhan setiap
hamba. Nabi berkata dalam salah satu hadistnya yang artinya;
Nabi Muhammad bersabda, perintahkanlah anak untuk
melaksanakan shalat saat menginjak usia tujuh tahun, dan hukumlah jika mereka
meninggalkan shalat saat memasuki usia sepuluh tahun.
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala
Saat ini kemajuan teknologi sangat berdampak pada
‘tindak-tanduk’ bahkan karakter anak dan juga orang dewasa. Dengan adanya
berbagai macam media sosial–youtube, instagram, facebook, twitter hingga yang
paling mutakhir dan paling digandrungi khususnya di kalangan anak muda yaitu
tiktok–aplikasi video. Kita harus memahami bahwa dunia ini telah berubah secara
drastis. Segala sesuatu terpusat dalam genggaman tangan berupa gadget–android
hingga iphone. Saat ini tidak ada jarak–tidak berlaku, saat ini semua jadi
dekat, semuanya tersedia di handphone android kita. Manusia super sibuk dengan
‘dunianya’.
Pertanyaannya, di dunia yang serba ‘menyibukkan’ ini, apa makna shalat bagi manusia? Terkhusus
bagi generasi muda, sepenting apakah shalat baginhya? Apa arti shalat dibanding
bermain game dari pagi ke pagi, berdiam di warung kopi setiap hari. Shalat
seolah tidak memiliki makna dan dampak bagi kehidupannya, manusia jauh dari
ajaran agamanya. Itulah yang terjadi hari ini.
Kita bersama melihat banyak sekali fenomena yang
menunjukkan bahwa umat Islam tergilas dengan kemajuan zaman. Kesadaran
akan pentingnya nilai-nilai ibadah–shalat, puasa, zakat, dzikir, mebaca
Al-Qur’an–mengalami
kepunahan bahkan hilang. Kita diatur oleh berbagai macam hiburan, dan tontonan
di layar android kita. Sudakah kita menyadari hal itu?
Jamaah yang dimuliakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala
Akankah kita hanya datang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saat membutuhkan saja? Dan lupa akan kewajiban yang
harus kita tunaikan, yakni menyembah kepada-Nya. Kita sebagai manusia
seringkali disibukkan oleh urusan dunia. Kita berpikir keras memikirkan cara
hidup yang baik, tapi lupa untuk mempersiapkan cara mati yang baik. Shalat
merupakan amalan pertama dan utama, untuk itu kita harus selalu mendorong diri
kita semangat menunaikannya. Males No More, Shalat Forever. Wallahu a’lam
bishawab.
Tidak ada komentar: