Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

» » » Menjaga Lisan di Bulan Ramadhan

 

MENJAGA LISAN DI BULAN RAMADHAN

Oleh: Dr. Ir. H. Abu Zakariya Sutrisno, S.T, M.Sc, Ph.D

Anggota Majelis Tabligh PDM Sukoharjo

 

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dengan rahmat dan hidayah-Nya, kita dapat bertemu lagi di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Bulan yang penuh ampunan, penuh keberkahan, dan tentu saja, bulan di mana kita dianjurkan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah kita.

 

Hari ini, mari kita membahas satu aspek yang seringkali terlupakan, namun sangat penting untuk diperhatikan di bulan Ramadhan ini, yaitu menjaga lisan. Lisan yang merupakan alat untuk berbicara, merupakan salah satu nikmat yang besar yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Namun, kadang-kadang kita lupa bahwa lisan juga bisa menjadi penyebab dosa dan keburukan jika tidak dijaga dengan baik.

 

Ramadhan adalah bulan yang mulia maka tidak selayaknya dikotori dengan perbuatan dan perkataan yang sia-sia. Orang yang berpuasa tidak sekedar diperintah menahan diri dari makan dan minum. Namun juga diperintahkan untuk menahan diri dari berkata dan berperilaku kotor. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan yang kotor dan berperilaku dengannya maka Allah tidak membutuhkan mereka meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari 1903, dari sahabat Abu Hurairah)

 

Pentingnya menjaga lisan

Setiap ucapan yang keluar dari lisan kita akan dicatat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu hendaknya kita berusaha menjaga lisan kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ 

“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50]: 18)

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan kita berkata yang baik atau diam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” ‎‎(HR. Bukhari no. 6018, Muslim no. 47)

 

Dalam beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memperingatkan bahwa seseorang dapat terjerumus kedalam api neraka karena sebab lisannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits yang diriwayat Tirmidzi:

 

إنَّ الرَّجُلَ لَيتكلَّمُ بالكلمةِ ما يرى بها بأسًا يهوِي بها في النَّارِ سبعينَ خريفًا

“Sesungguhnya ada seseorang yang mengucapkan sebuah kalimat yang mana ia anggap biasa tetapi karenanya ia terjun selama 70 tahun ke dalam neraka.”

 

Dahulu para salafush shalih sangat takut dari penyakit lisan.  Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata:

 

مَنْ كَثُرَ كَلاَمُهُ كَثُرَ سَقَطُهُ، وَمَنْ كَثُرَ سَقَطُهُ كَثُرَتْ ذُنُوْبُهُ، وَ مَنْ كَثُرَتْ ذُنُوْبُهُ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Barangsiapa banyak bicara maka akan banyak salah. Barangsiapa banyak salah maka banyak dosanya. Barangsiapa banyak dosanya maka neraka lebih utama baginya.”

 

Begitu pentingnya posisi lisan dalam kehidupan ini, bahwa setiap kata yang terucap memiliki dampak, baik itu untuk kebaikan atau keburukan. Dalam bulan Ramadhan, di mana kita berusaha untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, menjaga lisan menjadi suatu hal yang amat penting.

 

Berbicara tentang menjaga lisan di bulan Ramadhan, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Di antara peyakit-penyakit lisan:

Pertama, berbicara dengan sesuatu yang tidak bermanfaat. Orang yang baik Islamnya akan berusaha berbicara untuk hal-hal yang bermanfaat saja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

 

مِن حُسنِ إسلامِ المرْءِ تَرْكُه ما لا يَعنيهِ

”Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

 

Kedua, membicarakan kemaksiatan dan kekejian sehingga menyebar di tengah manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ 

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nuur [24]: 19)

 

Ketiga, suka mencela dan melaknat. Sebagian orang terbiasa mencela atau melaknat orang lain, tempat atau kendaraan. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

 

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الفَاحِشِ وَلاَ البَذِيءِ

“Bukanlah orang mukmin yang suka mencela, melaknat, berkata keji dan berkata kotor.”  (HR. Tirmidzi)

 

Keempat, banyak mazh (bersendau gurau atau bercanda). Berlebihan dan terus menerus bercanda adalah perkara yang terlarang. Adapun candaan yang sederhana dalam batasan yang normal maka tidak mengapa sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam juga melakukannya.

 

Kelima, istihza’ (mengejek) dan sukhriyah (merendahkan) orang lain.  Mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain kemudian menjelekkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (QS. Al Humazah [104]: 1)

 

Keenam, penyakit lisan yang berikutnya adalah ghibah (menggunjing). Ghibah termasuk dosa besar. Ghibah adalah menyebut tentang seseorang yang dia tidak sukai. Diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, “Waspadalah kalian dari ghibah karena (dosa) ghibah lebih dari zina! Sesungguhnya seseorang melakukan zina kemudia bertaubat maka Allah menerima taubatnya. Dan sesungguhnya seorang yang melakukan ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh yang dighibahi.”

 

Ketujuh, termasuk penyakit lisan juga adalah namimah (mengadu domba). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengabarkan tentang seseorang yang diadzab di kubur karena namimah. Beliau juga mengabarkan bahwa orang yang melakukan namimah tidak akan masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

 

لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ

“Tidak akan masuk surga tukang mengadu domba.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Dengan menjaga lisan di bulan Ramadhan, kita tidak hanya menjaga diri kita dari dosa-dosa yang terkait dengan perkataan, tetapi juga meningkatkan kualitas ibadah kita. Kita dapat memanfaatkan setiap kata yang kita ucapkan sebagai amal shalih, yang akan menghantarkan kita kepada rahmat dan keberkahan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Sebelum kita mengakhiri, marilah kita berdoa bersama-sama agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan dan petunjuk kepada kita untuk senantiasa menjaga lisan, bukan hanya di bulan Ramadhan, tetapi sepanjang hidup kita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amal ibadah kita di bulan suci ini. Aamiin.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply