MUJAHADAH DI SEPULUH
AKHIR RAMADHAN
Dr. Ir. H. Abu Zakariya
Sutrisno, S.T, M.Sc, Ph.D
Wakil Ketua PCM
Sukoharjo
Alhamdulillah, segala puji hanya milik
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kita kesempatan untuk
bersama-sama memasuki hari-hari terakhir di bulan Ramadan. Bulan yang penuh
berkah dan ampunan ini memberikan kita peluang emas untuk mendekatkan diri
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meningkatkan kualitas ibadah kita.
Kayaknya baru kemarin kita masuk
Ramadhan, ternyata tidak terasa kita sudah memasuki sepuluh hari terkhir di
bulan Ramadhan. Mari kita manfaatkan sebaik-baiknya sisa Ramadhan yang ada.
Kita harus semakin bersemangat dalam ibadah di sisa Ramadhan ini. Hari ini,
mari kita bahas tentang Mujahadah di 10 Akhir Ramadhan, atau upaya keras dalam
mencapai ketinggian spiritual di akhir bulan yang mulia ini.
Berikut ini beberapa poin penting berkaitan
10 hari terakhir Ramadhan:
Pertama, setiap amal tergantung
penutupnya
Ramadhan adalah bulan yang penuh
keutamaan dan di dalamnya disyariatkan berbagai ibadah yang mulia. Orang yang
ingin mendapatkan keutamaan bulan Ramadhan secara sempurna maka hendaknya dia
istiqamah beribadah pada seluruh hari di bulan Ramadhan. Terlebih lagi di
hari-hari terakhir karena itu adalah penutup amalannya di bulan Ramadhan. Jangan
malah sebaliknya di awal Ramadhan semangat, kemudian di akhirnya malah
mengendur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Sesungguhnya amalan-amalan itu
tergantung penutupnya.” (HR. Bukhari 6493)
Kedua, teladan kesungguhan Rasulullah di
10 akhir Ramadhan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memperlakukan sepuluh hari terakhir Ramadhan secara istimewa. Kegiatan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat di awal bulan Ramadhan tidak jauh
seperti hari yang lainnya, tetapi begitu memasuki
supuluh hari terahir beliau bersungguh-sungguh dalam
beribadah. Beliau iktikaf, qiyamul lail dan melakukan amalan lainnya. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata:
كَانَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ
الْأَوَاخِرِ، مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
“Adalah Rasulullah bersungguh-sungguh
pada sepuluh yang terakhir, suatu yang beliau tidak bersungguh-sungguh (seperti
itu) di selainnya.” (HR. Muslim 1175)
Aisyah radhiyallahu ‘anhu juga berkata:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ
مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Adalah Rasulullah apabila masuk sepuluh
hari (terakhir Ramadhan), beliau mengencangkan kain
sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari 2024 dan Muslim 1174)
Dan demikian juga para sahabat dan kaum
salafus shalih setelahnya, mereka menjadikan penghujung
Ramadhan untuk fokus beribadah. Mereka puasa di siang hari, dan bangun berdiri
di malam hari untuk qiyamul lail. Jauh sekali
perbandingannya dengan kaum muslimin di saat ini, menjelang Ramadhan berakhir masjid-masjid semakin sepi, jama’ah shalat fardhu
dan tarawih semakin berkurang. Sebaliknya pasar-pasar
semakin ramai, mall dan pusat perbelanjaan lainnya semakin membludak
pengunjungnya. – Allahu musta’an-
Ketiga: Mencari lailatul qadar
Malam lailatul qadar adalah malam yang
sangat mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa malam itu lebih baik
dari seribu bulan. Untuk itu sudah semestinya seorang muslim berusaha
bersungguh-sungguh ibadah untuk mendapatkan keutamaan malam lailatul qadar.
Dalam banyak haditsnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan
bahwa malam lailatul qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan, terjadi di sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan. Terlebih khusus lagi di malam yang ganjil. Di antaranya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
تَحَرَّوْا
لَيْلَةَ القَدْرِ فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah malam lailatul qadar di sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari 2020)
Keempat: memperbanyak qiyamul lail
Memperbanyak qiyamul lail (shalat malam)
di bulan Ramadhan adalah amalan yang sangat utama apalagi di sepuluh hari
terakhir dimana diharapkan salah satu malamnya bertepatan dengan lailatul
qadar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ
مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِه
“Barangsiapa mendirikan (shalat malam)
Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala maka diampuni dosanya yang telah
lalu. Barangsiapa mendirikan malam lailatul qadar karena keimanan dan mengharap
pahala maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari 2014)
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berusaha dengan sungguh-sungguh menghidupkan sepuluh malam
terakhir bulan Ramadhan dan juga membangunkan keluarganya untuk menghidupkan
malam (sebagaimana disebutkan dalam hadits yang sebelumnya).
Kelima: beri’tikaf di sepuluh hari
terakhir Ramadhan
Di antara petunjuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam adalah beriktikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan. Beliau
selalu beriktikaf di sepuluh akhir Ramadhan sampai beliau wafat. Beliau hanya meninggalkan
sekali, yaitu saat Fathul Makkah (8 Hijriah) tetapi beliau pun mengadha’nya
(mengganti iktikaf di hari lain). Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ
الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi
wasallam dahulu biasa beriktikaf di sepuluh terakhir Ramadhan sampai Allah
mewafatkan beliau. Kemudian para istrinya juga beriktikaf setelahnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan
kita menghidupkan sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan ini dan semoga Allah
menerima amalan kita di bulan yang penuh keberkahan ini. Aamiin.
Tidak ada komentar: