RAMADHAN DAN
NILAI-NILAI TAUHID
Oleh: Endro Setiawan,
Lc
Anggota Majelis Tabligh
PDM Sukoharjo
إن
الحمدَ للهِ نحمدُهُ ونستَعينُهُ ونستَغفرُهُ، ونعوذُ باللهِ من شرُورِ أنفسِنا
وسيئاتِ أعمالنا، منْ يهدِه اللهُ فلا مضلَّ له، ومنْ يضللْ فلا هاديَ له، وأشهدُ
أن لا إلهَ إلا اللهُ وحدَهُ لا شريكَ لَهُ، وأشهدُ أن محمّداً عَبدُهُ ورسولُهُ،
صلى اللهُ عليه وعَلَى آلِهِ وصَحْبِهِ وسَلَمَ تسلِيماً كَثِيراً. أمّا بعد،
Kaum
Muslimin rahimakumullah,
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu
wa Ta’ala, yang menjadikan Ramadhan sebagai bulan Iman dan ketaqwaan dan
menghiasinya dengan pahala dan ganjaran. Beruntunglah mereka yang dimudahkan dalam
ketaatan dan rugilah mereka yang menyiakan Ramadhan dengan amal keburukan.
Shalawat teriring salam semoga
tercurahkan kepada Rasulillah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sang Rasul
yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih menjadi teladan bagi umatnya, bahkan
menjadi rahmat bagi semesta. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala perjumpakan kita
dengan beliau mendapatkan kemuliaan berupa syafaatnya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Kaum Muslimin rahimakumullah,
Bulan Ramadhan adalah hadiah terbaik
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-Nya. Selain pahala yang berlimpah,
Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan Ramadhan momentum untuk menempa Tauhid dan melejitkan
Iman.
Bulan Ramadhan bertaburan di dalamnya
nilai-nilai Iman dan Tauhid sebagaimana disebutkan di banyak ayat maupun
hadits. Di antaranya terdapat 5 nilai Tauhid di Bulan Ramadhan yang patut kita tadabburi
bersama:
Pertama: Panggilan Iman pada Puasa
Ramadhan
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengawali
perintah shiyam dengan panggilan Iman,
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ
مِن قَبلِكُم لَعَلَّكُم تَتَّقُونَ ١٨٣
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum
kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS. Al Baqarah [2]: 183)
Kaum
Muslimin rahimakumullah,
Setiap ayat yang dimulai dengan
panggilan terhadap orang-orang yang beriman memiliki keistimewaan tersendiri.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah memberi nasihat dalam
menyikapi ayat-ayat seruan keimanan:
إذا
سمعت الله يقول} :يا أيها الذين آمنوا {فأرعها سمعك فإنه خير يأمر به أو شر ينهى
عنه
“Jika Anda mendengar Allah
berfirman (يا أيها الذين آمنوا) maka
persiapkan pendengaran Anda, karena sesungguhnya ada kebaikan yang akan
diperintahkan atau keburukan yang akan dilarang-Nya” (HR Bukhari dan
Muslim)
Maka sejatinya terdapat ikatan yang kuat
antara Iman seorang hamba dengan ibadah puasa bahkan menjadi kemuliaan yang
agung bagi yang mampu menunaikannya.
Kedua:
Perintah Ikhlas dan mengharap pahala saat berpuasa
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
”Barangsiapa yang berpuasa di bulan
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu
pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu
Baththol rahimahullah mengatakan,
“Yang dimaksud karena iman adalah
membenarkan wajibnya puasa dan ganjaran dari Allah ketika seseorang
berpuasa dan melaksanakan qiyam ramadhan. Sedangkan yang dimaksud “ihtisaban”
adalah menginginkan pahala Allah dengan puasa tersebut dan senantiasa mengharap
wajah-Nya.” (Syarh Al Bukhari libni Baththol, 7: 22)
Dari sini kita memahami bahwa landasan
ibadah puasa adalah Iman (tauhid) dan tujuannya adalah ikhlas mengharapkan
ridha Allah semata.
Ketiga: Menghadirkan sifat muraqabah
(merasa diawasi oleh Allah)
Dari
sekian banyak ibadah Allah ﷻ
hanya mengistimewakan satu ibadah yang Ia khususkan untuk diri-Nya. Ibadah yang
dimaksud adalah puasa. Rasulullah ﷺ
bersabda:
كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى
سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا
الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ،
“Semua amalan anak Adam dilipatgandakan
kebaikannya sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, Allah ﷻ berfirman: kecuali puasa, sesungguhnya dia
adalah milikku dan aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kaum
Muslimin rahimakumullah,
Ibadah puasa adalah ibadah rahasia,
berbeda dengan ibadah lainnya yang nampak pada gerakan, bacaan dan perbuatan.
Adapun puasa tidak ada orang yang tahu kecuali Allah ﷻ bahkan kemungkinan berbuat riya’ pun sangat kecil dari amalan
ini karena ibadah ini berupa menahan jiwa dari syahwat yang dia tinggalkan
karena dia beriman bahwa Allah ﷻ
mengawasinya dan yakin bahwa Allah ﷻ
yang akan membalasnya.
Keempat:
Bertakbir mengagungkan Allah di akhir Ramadhan
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengawali
rangkaian ayat shiyam dengan ungkapan yang berat (kutiba) namun kemudian Allah Subhanahu
wa Ta’ala mengiringi kewajiban ini dengan berbagai keringanan dari rahmat-Nya.
Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan
kita agar menutup akhir Ramadhan dengan bertakbir di malam ‘ied sebagai bagian
dari bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena nikmat hidayah Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلِتُكمِلُواْ
ٱلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُم وَلَعَلَّكُم تَشكُرُونَ ١٨٥
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya
dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Dan tidak ada kesyukuran melebihi ketaatan
seorang hamba kepada Rabbnya.
Kelima: Pengagungan Ramadhan bersanding
dengan Al-Qur’an
Kemuliaan bulan Ramadhan sejatinya
berangkat kemuliaan Al-Qur’an yang merupakan anugerah terbesar yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala hadirkan bagi hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
شَهرُ
رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلقُرءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ
ٱلهُدَىٰ وَٱلفُرقَانِۚ ١٨٥
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di
dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan
yang batil).” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengiringi penyebutan bulan Ramadhan dengan diturukannya Al-Qur’an yang menyiratkan
kemuliaan yang agung padanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ذَٰلِكَۖ
وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقوَى ٱلقُلُوبِ ٣٢
“Demikianlah (perintah Allah). Dan
barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul
dari ketakwaan hati.”(QS. Al Hajj [22]: 32)
Kaum
Muslimin rahimakumullah,
Demikianlah 5 nilai Tauhid yang
terkandung dalam ibadah Ramadhan, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mudahkan
kita dalam mengamalkannya hingga menjadi hamba yang benar-benar bertaqwa. Aamiin
Ya Rabbal ‘Alamin
Tidak ada komentar: