Diberdayakan oleh Blogger.

New

Artikel

Kolom Guru

Prestasi

Agenda Sekolah

Info Pendaftaran

» » Tuntunan Fidyah


Oleh: Nur Ardiyansyah, Lc, M.A

Anggota Majelis Tabligh PDM Sukoharjo

 

Ketika Allah Subhanu Wa Ta’ala menurunkan ayat tentang kewajiban berpuasa kepada kaum muslimin pada tahun kedua hijriyah yaitu surat Al-Baqarah ayat: 184, Allah Subhanu Wa Ta’ala juga menyebutkan kata fidyah di dalamnya, karena awal mula syariat diperintahkanya berpuasa kepada para sahabat adalah kewajiban yang berupa  pilihan, maka ada sebagian sahabat yang memilih untuk berpuasa dan sebagian sahabat yang lain karena mereka berat untuk melaksanan puasa maka lebih memilih untuk membayar fidyah. Allah Subhanu Wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:

 

أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرُ لَّهُ وَأَن تَصُومُوا خَيْرُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

 

“Beberapa hari yang telah ditentukan, maka barangsiapa di antara kalian yang sakit atau dalam bepergian, wajib baginya untuk mengganti pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), untuk membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin. Barangsiapa yang berbuat baik ketika membayar fidyah (kepada miskin yang lain) maka itu lebih baik baginya, dan apabila kalian berpuasa itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah [2]: 184)

 

Dalam ayat ini Allah Subhanu Wa Ta’ala menerangkan bahwa orang yang sakit dan musafir boleh mengganti puasanya di hari yang lain dan bagi orang yang berat untuk menjalankanya maka boleh tidak puasa dan mengganti puasanya dengan membayar fidyah.

 

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“(Dan wajib bagi orang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), maka dia membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin)”.

 

Maka ketika ayat ini ini turun untuk memerintahkan kepada para sahabat untuk berpuasa dan juga  memberikan keringanan dan kemudahan kepada sahabat bagi yang berat menjalankan puasa boleh bagi mereka untuk tidak menjalankanya  dan  menggantinya dengan membayar fidyah, karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala ketika mewajibkan suatu kewajiban berupa perintah tidak secara langsung namun dengan bertahap, maka fidyah pada saat itu adalah solusi bagi para sahabat yang tidak mampu berpuasa karena masih berat untuk menjalankanya.

 

Namun setelah beberapa saat Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan surat Al Baqarah ayat: 185 yang mewajibkan berpuasa secara mutlak kepada para sahabat tanpa memberikan pihihan kepada mereka untuk membayar fidya , maka para ulama mengatakan bahwa surat Al Baqarah ayat: 184 manshukh (terhapus) dengan Al Baqarah ayat : 185. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

 

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Maka barangsiapa di antara kalian yang menyaksikan bulan Ramadhan, maka hendaklah dia berpuasa.” (Al Baqarah [2]: 185

 

Maka setelah ayat ini turun para sahabat semua melaksanakan perintah puasa dan tidak ada lagi yang yang memilih untuk membayar fidyah.

 

Walaupun ayat yang memerintahkan untuk membayar fidyah sudah dimansyukh dengan ayat setelahnya namun kewajiban untuk membayar fidyah sebagai ganti puasa masih berlaku kepada orang-orang tertentu.

 

Berkata Syaikh Abdur Rahman As Sa’di di dalam tafsirnya: “Dan ada pendapat yang lain, bahwa ayat :

 

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِين

Maksudnya mereka yang merasa terbebani dengan puasa dan memberatkan mereka, sehingga tidak mampu mengerjakannya, seperti seorang yang sudah tua; maka dia membayar fidyah untuk setiap hari memberi makan kepada satu orang miskin. Dan ini adalah pendapat yang benar”.

 

ORANG-ORANG YANG BOLEH TIDAK PUASA DAN MEMBAYAR FIDYAH

1. Orang yang tua (jompo) laki-laki dan wanita yang merasa berat apabila berpuasa. Maka ia diperbolehkan untuk berbuka, dan wajib bagi mereka untuk memberi makan setiap hari kepada satu orang miskin.

2. Orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya. Seperti penyakit yang menahun atau penyakit ganas

 

WANITA HAMIL DAN MENYUSUI

Bagi wanita hamil dan wanita yang menyusui dibolehkan untuk berbuka. Karena jika wanita hamil berpuasa, pada umumnya akan memberatkan dirinya dan kandungannya. Demikian pula wanita yang menyusui, jika dia berpuasa, maka akan berkurang air susunya sehingga bisa mengganggu perkembangan anaknya.

 

Dalam masalah ini apakah wajib bagi mereka untuk mengqaha’ dan membayar fidyah? Disini perbedaan pendapat para ulama:

 

Pendapat Pertama: Wajib bagi mereka untuk mengqadha` dan membayar fidyah. Pada pendapat ini pun terdapat perincian. Apabila wanita hamil dan menyusui khawatir akan dirinya saja, maka dia hanya wajib untuk mengqadha` tanpa membayar fidyah. Dan apabila mereka takut terhadap janin atau anaknya, maka dia wajib untuk mengqadha` dan membayar fidyah.

 

Dalil dari pendapat ini ialah surat Al Baqarah ayat 185, yaitu tentang keumuman orang yang sakit, bahwasanya mereka diperintahkan untuk mengqadha` puasa ketika mereka mampu pada hari yang lain. Sedangkan dalil tentang wajibnya membayar fidyah, ialah perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma:

الْمُرْضِعُ وَالْحُبْلَى إذَا خَافَـتَا عَلىَ أوْلَادِهِمَا أفْطَرَتاَ وَأَطْعَمَتَا

“Wanita menyusui dan wanita hamil, jika takut terhadap anak-anaknya, maka keduanya berbuka dan memberi makan.” (HR Abu Dawud)

 

Pendapat Kedua: Tidak wajib bagi mereka untuk mengqadha’, akan tetapi wajib untuk membayar fidyah. Ini adalah pendapat Ishaq bin Rahawaih. Dalil dari pendapat ini ialah hadits Anas radhiallahu ‘anhu:

 

إنَّ اللهَ وَضَعَ الصِّـيامَ عَنِ الْحُبْلَى وَ الْمُرْضِعِ

“Sesungguhnya Allah menggugurkan puasa dari wanita hamil dan wanita yang menyusui.” (HR Al Khamsah)

 

Pendapat Ketiga: Wajib bagi mereka untuk mengqadha’ saja. Dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:

 

إِنَّ الهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ

“Sesungguhnya Allah telah menggugurkan dari musafir setengah shalat, dan dari musafir dan wanita hamil atau menyusui (dalam hal, Red) puasa.” (HR Al Khamsah, dan ini lafadz Ibnu Majah)

 

KETENTUAN FIDYAH

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:

 

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), maka dia membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin.”

 

Dan Annas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:

 

الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لَا يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا، فَلْيُطْعِمَا مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا.

“Orang yang sudah tua dari laki laki dan perempuan yang tidak bisa berpuasa maka  hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada seorang yang miskin.”

 

Dalam keterangan dalil  di atas menerangkan bahwa fidyah seseorang ketika tidak berpuasa adalah memberi makan kepada fakir miskin baik dengan bahan pokok sekitar 1 mud (setara dengan 7 ons) atau makanan yang sudah matang dengan lauknya atau dengan bentuk uang. Wallahu a’lam.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply